Perspektif Nasionalisme Dan Solidaritas
A. Definisi Nasionalisme
Salah satu tujuan nasionalisme adalah untuk menanamkan rasa jati diri
dalam upaya menjaga kebangsaan dan loyalitas suatu masyarakat kepada
bangsa dan negaranya. Rasa dan jati diri ini nantinya akan mampu
memberikan perubahan pada diri masyarakat untuk berkembang. Juga bisa
memberikan kesadaran secara kolektif kepada seluruh elemen masyarakat
terlebih lagi bagi masyarakat perbatasan yang selama ini belum mendapat
perubahan yang cukup.
Kita dapat mengatakan bahwa potret nasionalisme Indonesia pada masa awal
kebangkitan nasional awal abad ke-20 memiliki ciri khas, yaitu bermula
dari suatu kelompok sosial yang diikat oleh atribut kultural meliputi
memori kolektif, nilai, mitos, norma dan pranata sosial dan juga
simbolisme. Inilah yang disebut sebagai "nasionalisme kultural", yang
emansipatoris, dan mencari landasan identitas pada keutuhan kultural
Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot,
di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin
menggila.
Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu, secara tiba-tiba menyerukan rasa
nasionalisme kita, dengan menyerukan slogan-slogan seperti yang di
utarakan Bung Karno yang dikenal dengan slogan "Ganyang Malaysia".
Setahun terakhir ini, muncul lagi "nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa
Sayang-sayange" dan "Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran
itu. Semangat "nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh
elemen masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun
anehnya, perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa
itu terjadi.
Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu
tidak ada dalam kehidupan keseharian kita. enomena yang membelit kita
berkisar seputar: Rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri,
korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang,
dan pemberantasan-nya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa
diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan
kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain,
suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita
kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Itulah potret nasionalisme
bangsa kita hari ini.
Selanjutnya uraian tentang masyarakat perbatasan, tentunya merupakan hal
yang penting untuk dikaji, karena konsepsi dan asumsi dasar tentang
masyarakat perbatasan berimplikasi pada konsep mereka tentang
nasionalisme. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pemabahasan
dalam bab ini akan di mulai dengan pembahasan tentang konsep kesadaran,
berbangsa dan bernegara, dan konsep nasionalisme, khususnya bagi
masyarakat perbatasan. Peneliti juga akan membahas tentang teori
solidaritas Emeil Durkhem
Nasionalisme menurut tokoh
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia
memiliki dua pengertian: Pertama. paham (ajaran) untuk mencintai bangsa
dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang
secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan
kedua. menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan
bangsa itu.
Nasionalisme berarti juga menyatakan keunggulan suatu kelompok yang
didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Menurut Michel
Riff, istilah nasionalis dan nasional, berasal dari bahasa Latin yang
berarti “lahir”. kadangkala istilah ini tumpang tindih dengan istilah
yang berasal dari bahasa Yunani etnik. Namun istilah etnik ini biasanya
digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar
konteks politik
Pengertian nasionalisme yang lainnya diuraikan oleh Huszer, Stevenson,
di dalam buku Yatim Badri. Menyatakan bahwa nasionalisme adalah yang
menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya.
Sementara itu, L. Stoddard dan Hans Kohn. Dalam buku yang sama yaitu
Yatim Badri menjelaskan bahwa nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan
suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar individu sehingga
mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan
segolongan sebagai suatu bangsa. Nasionalisme baginya bahwa negara
kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi
politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan
kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme
adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang mendorong
untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara
berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan
pertama dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi.
Kesadaran yang mendorong sekelompok manusia untuk menyatu dan bertindak
sesuai dengan kesatuan budaya, etnis, agama dan ras di topang oleh
kekuatan luhur yang bernama nasionalisme. Hal ini sesuai dengan
konsepnya Ernest Gellner di dalam benedict Anderson bahwa “Pandangan
yang lebih positif tentang nasionalisme,dan bangsa atau nation adalah
komunitas politis yang dibayangkan (imagined) sebagai sesuatu yang
bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan.
Lebih jauh Ernest Gellner memaparkan bahwa bangsa disebut komunitas
karena ia sendiri selalu dipahami sebagai kesetiakawanan yang
masuk-mendalam dan melebar-mendatar, sekalipun ketidakadilan dan
penghisapan hampir selalu ada dalam setiap bangsa”.
Jadi kebangsaan yang di bangun oleh masyarakat bukan hanya bersumber
pada kekuatan politis, atau kekuatan ekonomis yang memberikan dorongan
kepada masyarakat untuk tetap setia kepada negara,namun lebih dari itu
nasionalisme dan rasa kebangsaan itu di buktikan dengan kecintaan kepada
kelompok (komunitas), persamaan identitas, sebagai anak bangsa dan
persamaan etnis tertentu yang di pahami sebagai ikatan kekeluargaaan dan
kesetiakawanan.
Nasionalisme di Indonesia
Nasionalisme di Indonesia mengalami banyak permasalahan yang cukup
serius mulai dari lepasnya wilayah seperti di Timor Leste, adanya
gerakan sepatis seperti GAM (Gerakan aceh merdeka) dan juga lepasnya
Papua Newguine ini menandakan bahwa pemahamann tentang nasionalisme di
Indonesia belum menyeluruh. Nasionalisme di Indonesia juga diuji oleh
berbagai macam masalah, mulai dari pengklaiman tari-tarian, pelengseran
patok perbatasan, hukuman mati kepada TKI/TKW di Malaysia dan di Arab
Saudi.
Akan tetapi, di sisi lain masalah-masalah tersebut juga mengindekasikan
menguatnya rasa kebangsaan yang melekat pada masyarakat. Masyarakat luas
misalnya ikut merasakan sakit ketika satu nyawa anak bangsa melayang di
negara lain. Contohnya kasus TKW yang di jatuhi hukuman mati oleh
pengadilan Arab Saudi karena dituduh membunuh majikannya. Begitu juga
dengan yang terjadi di Malaysia.
Permasalahan ini mengundang emosi kesetiakawanan kepada sesama anak
bangsa. Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang tidak cinta atau tidak
setia kepada negaranya sendiri meski di negaranya sendiri diperlakukan
tidak adil. Namun secara prinsipil kesetiaan kepada golongan tersebut
tidak bisa di nafikan begitu saja. Konsep nasionalisme harus mampu
memikat dan mengikat seluruh bagian masyarakat Indonesia.
Pada sisi kultural sebenarnya bahwa nasionalisme etnis menjadi perhatian
utama, karena ia menyangkut dengan budaya dan identitas sebuah
komunitas yang hidup sepanjang sejarah. Etnisitas tidak akan pernah
berhenti mereproduksi simbol budayanya untuk memperoleh keadilan dari
pihak yang menang.
Indonesia sendiri masih terus bergerak untuk menemukan nasionalisme yang
utuh, Meskipun sudah disepakati bahwa ia adalah sebuah negara (nation)
sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Hal ini wajar, mengingat sebagai
sebuah negara, bangsa Indonesia lahir dari beragam bangsa (etnisitas),
budaya, yang sudah lama ada di Nusantara ini, mulai dari Aceh hingga
Papua.
Nasionalisme di Indonesia harus dibangun dengan memakai titik tentu dari
perbedaan suku, ras, bahasa ataupun agama. Nasionalisme harus di bangun
atas dasar kesadaran bersama, kita hidup di negara yang sama, mempunyai
rasa yang sama sehingga yang mengutamakan faham kebangsaan adalah
pengalaman yang lebih banyak persamaanya dimasa lalu, sehingga muncul
kebersamaan yang ingin dilanjutkan lebih jauh dimasa depan.
Nasionalisme adalah suatu iktikad kesungguhan seseorang, suatu
keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa.
Rasa nasionalisme akan menimbulkan rasa percaya diri sebagai sebuah
bangsa untuk mempertahankan negara ini dari serangan atau gangguan
bangsa lain.
Pemupuk terkuat adalah pengalaman pahit masa lalu. Pemupuk lainnya
adalah harapan yang didambakan dimasa depan. Maka sebuah bangsa akan
tergantung pada kemauan bangsa itu untuk meraih masa depan yang lebih
baik.
Keduanya akan mendorong munculnya kesadaran baru tentang dunia atau ke
Indonesian dan nasionalisme yang tidak hanya berfokus pada nasionalisme
negara tetapi juga nasionalisme budaya, dengan tantangan baru yang
membutuhkan respons baru pula.
Masyarakat Perbatasan
Sebelum mendefiniskan masyarakat dalam ruang lingkup sosiologi maka
alangkah baiknya dalam hal ini mendefinisikan arti perbatasan wilayah,
atau geografis dalam suatu negara. Perbatasan merupakan wilayah yang
secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dengan
fungsi utama mempertahankan kedaulatan negara dan kesejahteraan
masyarakat.
Wilayah yang dimaksud adalah bagian wilayah provinsi, kabupaten atau
kota yang langsung bersinggungan dengan garis batas negara (atau wilayah
negara) dan/atau yang memiliki hubungan fungsional (keterkaitan). Dalam
UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang selain yang dijelaskan di
atas, perbatasan merupakan kawasan strategis dilihat dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan.
Bagian perbatasan di Indonesia di bagi menjadi:
- Perbatasan Indonesia yang ada di kepulaun Riau yang berbatasan secara administrasi dengan Singapura, yang di batasi dengan laut Sumatra
- Perbatasan Indonesia bagian Kalimantan Barat dengan Serawak Malaysia. Ini di tandai dengan perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Sanggau.
- Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan Timur yang berada di Kabupaten Nunukan. Selain berbatasan dengn Malaysai Kalimantan Timur juga berbatasan dengan Tailand
- Perbatasan Indonesia dengan papua New Guinea di Papua
- Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste
Dengan demikian Negara kepulauan Indonesia berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh negara).
Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu:
- Malaysia;
- Papua New Guinea; dan
- Timor Leste.
Sedangkan di wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu:
- India,
- Malaysia,
- Singapura,
- Thailand,
- Vietnam,
- Filipina,
- Republik Palau,
- Australia,
- Timor Leste dan
- Papua Nugini.
Perbatasan laut ditandai oleh keberadaan 92 pulau-pulau terluar yang
menjadi lokasi penempatan titik dasar yang menentukan penentuan garis
batas laut wilayah.
Masyarakat perbatasan adalah masyarakat yang menempati wilyah perbatasan
baik dalam perbatasan antar wilayah dalam suatu Negara, atau masyarakat
yang secara geografis wilyahnya berbatasan dengan Negara lain. Dalam
penelitian ini masyarakat perbatasan yang dimaksud adalah masyarakata
yang berada di Desa Badau Kecamatan Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu
Kalimantan Barat.
Nasionalisme di Perbatasan
Nasionalisme yang berarti, kesetiaan tertinggi individu harus di
serahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan akan suatu ikatan yang erat
dengan tanah tumpah darah, dengan tradisi-tradisi setempat dan
penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah
yang berbeda-beda.
Bagi Soekarno, nasionalisme merupakan konsep sentral untuk membangun
Indonesia yang mandiri dan terhormat di tengah percaturan internasional.
Diperbatasan banyak pengetahuan nasionalisme yang terbangun dan di
pengaruhi oleh satu kelompok, masyarakat dalam pandangan komunitas
terbayang memandang bahwa nasionalisme tergugah dalam diri manusia yang
berkelompok, ada yong java, yong sumatera, kalimanatan, sulawesi,
nasionalisme seperti ini lebih di dasarkan pada suku, kelompok tertentu.
karena itu nasionalisme banyak ragama yang di aktualisasikan oleh
rakyat indonesia.
Kemanusian yang mempunyai persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan
politik, adat istiadat dan tradisi atau perasaan agama, inilah yang kita
namakan nasionalisme, yakni; suatu faham yang memberi ilham kepada
sebagian terbesar penduduk dan mewajibkan dirinya untuk mengilhami
segenap anggota-anggotanya.
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan
satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik. Dan bahwa Bangsa adalah
sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki
hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib,
cita-cita, dan tujuan.
Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi yang meletakkan kecintaan,
kesetiaan dan komitmen tertinggi pada negara kebangsaan. Unsur utama
yang terkandung dalam konsep nasionalisme itu adalah keinginan untuk
hidup bersama sebagai suatu komunitas bangsa yang memiliki tujuan dan
cita-cita yang hendak diraih bersama. Dengan demikian pemikiran dan
tingkah laku seorang nasionalis senantiasa didasarkan pada kesadaran
menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa dan berorientasi pada
pencapaian tujuan bersama sebagai bangsa.
Nasionalisme dewasa ini, seperti disinggung di atas, dalam sejumlah
kasus, tumbuh berbarengan dengan peningkatan etnisitas. Di Perbatasan
Badau misalnya komunitas mayoritasnya adalah Etnis Dayak yang
nasionalismenya juga di dasarkan pada nasionalisme kuktural (budaya).
Mereka hidup dan bertahan di Indonesia karena etnisnya, sukunya, dan
kelompoknya. Nasionalisme yang di fahami oleh masyarakat perbatasan
tidak hanya nasionalisme politik yang amat kental, dengan pemerintah.
Akan tetapi nasionalisme yang mereka fahami adalah nasionalisme
kultural. Nasionalisme di perbatasan adalah murni datang dari masyarakat
setempat bukan hanya atas dasar muatan politik, ekonomi semata,
melainkan nasionalisme tumbuh dan berkembang di masyarakat Perbatasan
khusunya masyarakat Badau atas dasar kecintaan pada kelompok,
solidaritas yang tinggi atas etnis dan budaya masyarakat. Namun pada
dasarnya nasionalisme juga mengandung muatan politik karena dengan
politiklah bangsa bisa bersatu atas dasar deomkrasi.
Dalam kesempatan lain nasionalisme tersebut mempunya dua sisi sayap,
nasionalisme ibarat satu koin yang mempunyai dua sisi. Sisi pertama
adalah politik, dan sisi lainnya adalah etnik. Tidak ada nasionalisme
tanpa elemen politik; tetapi substansinya tak bisa lain kecuali sentimen
etnik. Hubungan elemen ini ibarat jiwa politik yang mengambil tubuhnya
dalam etnisitas. Namun pada masyarakat perbatasan nasionalisme
berpangkal pada etnis dan budaya yang mereka pahami bersama, meski
tujuannya adalah politik untuk bangsa namun pondasi nasionalisme yang
ada di perbatasan adalah nasionalisme kultural.
Persoalannya adalah setelah Indonesia merdeka, masih perlukah
nasionalisme itu dimiliki oleh bangsa Indonesia, untuk kepentingan apa,
dan dalam bentuk yang bagaimana. Indonesia sebagai negara merdeka
berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan daerah
bekas koloni Belanda memiliki wilayah yang sangat luas yaitu sekitar
587.000 km2,.
Wilayah itu merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
dari sekitar 17.508 pulau besar dan kecil yang dihuni oleh ratusan suku
bangsa.14 Dengan kondisi objektif yang demikian itu, agar Indonesia
tetap eksis sebagai negara yang merdeka dan berdaulat tentu mutlak tetap
diperlukan nasionalisme, meskipun dalam bentuk yang fleksibel
kontekstual sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pada jamannya.
Persoalan nasionalisme tentu tidak berahir sampai pada kemerdeakaan
saja, namun, sampai saat ini nasionalisme masih menjadi perbincangan
hangat, teruatama di masayarakat perbatasan plosok Desa di Kalimantan
Barat hususnya di Nanga Badau yang secara geografis berbatasan langsung
dengan Negara Malaysia di Serawak.
Kesadaran nasionalisme masyarakat perbatasan di Badau tentu tidak
selesai di perbincangkan di kursi saja, namun harus membentuk kesadaran
kolektif yang mengikat terhadap sebauh bangsa berdasarkan pada kekuatan
ssolidarista masyarakat, karena hanya dengan rasa sepenanngungan, rasa
cinta kebersamaan, dan tanggung jawab bersamalah masyarakat akan merasa
bersatu dan berdaulat didalam negaranya. Untuk itu nasionalisme
masyarakat perbatasan dan beserta bentuk kesadaran nasionalismenya harus
bangkit kembali eksis ditengah arus modernitas Rasa kebangsangsaan ini
belum menyentuh keseluruh masyarakat perbatasan, mungkin karena tindakan
refresif dan deskriminatif dari penguasa di negara Indonesia yang
berakar pada marjinalisasi ekonomi masyarakat perbatasan. Sehingga
masyarakat perbatasan merasa diri mereka harus berafiliasi ke Negara
Malayasia dalam penghasilan perekonomian, bahkan mereka akan sangat
tergantung pada negara Malaysia, dan bila di amati hal ini akan
menimbulkan pada efek apatis terhadap rasa nasionalisme kebangsaan, dan
cendrung akan memuji kepada negara Malaysia di bandingkan memuji kepada
bangsanya sendiri yakni bangsa Indonesia.
Persoalannya adalah bahwa saat ini nasionalisme, tampak sedikit sudah
tidak lagi menjadi jiwa kesadaran bagi masyarakat perbatasan. Apalagi
saat ini terjadi kemerosotan perasaan nasionalisme yang di tandai dengan
kasus-kasus perebutan wailayah, pulau, budaya, pelengseran patok (batas
wilayah) oleh Malaysia. Tentunya permasalahan-permasalahan ini yang
juga mengundang terhadap perasaan persaudaraan masyarakat perbatasan
untuk tetap berjiwa nasionalisme, rasa saling memiliki terhadap bangsa.
Kondisi tersebut tentunya juga menjadi pokok kajian pemerintah dan
perhatiannya pada nasib bangsa dan Negara. Dengan demikian penanaman
rasa nasionalisme dan patriotisme di semua kalangan sangat diperlukan,
teruatama di kalangan masyarakat perbatasan.
Bertitik tolak dari fakta aktual, bahwa kita sebagai bangsa berada dalam
kondisi krisis multidimensi, maka menjadi keharusan untuk menggelorakan
kembali nasionalisme terutama di kalangan masyarakat perbatasan Badau
yang merupakan golongan dinamis, dan juga para pemuda, mahasiswa pelajar
sebagai agen penerus pemimpin bangsa.
Dalam kehidupan ekonomi, secara nyata kita sebagai anak bangsa kurang
memiliki kemandirian apalagi kedaulatan, sehingga krisis ekonomi, krisis
kebangsaan yang tersu berlangsung dalam demensi ruang dan waktu.
Dari krisis ekonomi, moral, dan peradaban ini pengokohan nasionalisme
keseluruh bangsa tentu sangat diperlukan, mengingat persoalan krusial
yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah semakin tergerusnya jiwa
dan semangat nasionalisme yang kemudian berimplikasi pada rapuhnya
sendi-sendi berbagai segi kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi politik
dan pertahanan keamanan.
Teori Solidaritas
Kerangka teoretik merupakan penjelasan dari teori yang digunakan
dalam sebuah penlitian. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan teori
solidaritas Emile durkhem. Sebagai alat untuk menganalisis permasalahan
dalam penelitian ini.
1. Teori Solidaritas Emile Durkheim
Emile Durkheim dalam Doyle Paul Johnson menjelaskan solidaritas adalah
rasa persaudaraan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara
individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama.
Emile Durkeim membagi teori solidaritas menjadi dua macam yakni:
solidaritas mikanik dan solidaritas organik. Berikut adalah penjelasan
tentang maksud dari kedua solidaritas tersebut
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas mekanik merupakan solidaritas yang terbangun antara sesama
manusia yang didasari akar-akar humanisme serta besarnya tanggung jawab
dalam kehidupan sesama. Solidaritas tersebut mempunyai kekuatan sangat
besar dalam membangun kehidupan harmonis antara sesama.
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas
itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam
kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas serupa itu
hanya mungkin kalau pembagian kerja sangat umum.
Bagi masyarakat perbatasan homogenitas antar kelompok sangat penting dan
harus dijiwa secara sungguh-sungguh. Apalagi di perbatasan Kalimantan
Barat yang ada di Badau dengan Malaysia mayoritas masyarakatnya adalah
masyarakat yang etnisitasnya tinggi.
Rasa persaudaraan yang hidup bagi masyarakat perbatasan sangat kuat.
Dayak adalah salah satu contoh masyarakat yang mendiami perbatasan yang
ada di Badau. Ikatan solidariast masyarakat perbatasan Badau lebih
mendasar daripada hubungan yang oleh emile durkhem disebut dengan
hubungan “kontraktual” persetujuan yang dibuat atas persetujuan
rasional, karena hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya
satu tingkat atau derajat consensus terhadap prinsip-prinsip moral.
Oleh sebab itu, solidaritas mekanik biasanya terdapat dalam masyarakat
pedesaan. Dalam ini adalah masyarakat perbatasan di Badau yang pola
kehidupan masyarakatnya memiliki ciri yang sangat heterogen, saling
membantu satu sama lain, gotong royong, saling tegur sapa. Dengan ikatan
emosinal yang sama, budaya yang sama, etnis dan agama yang sama
sehingga antara satu dengan lainnya mempunya rasa senasib dan
sepenangunan dan kesetian kepada kelompoknya atau komunitas. Pada
umumnya masyarakat perbatasan memiliki mata pencaharian yang sama, yakni
dalam bidang pertanian dan perdagangan.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik merupakan sebuah ikatan berasama yang dibangun atas
dasar perbedaan. Solidaritas organik biasanya terdapat dalam masyarakat
perkotaan yang heterogen. Dalam solidaritas organik, bentuk hubungan
antarsesama selalu dilandaskan pada hubungan sebab akibat (kausalitas),
bukan pada kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Hubungan yang
terjalin lebih bersifat fungsional sehingga lebih temporer sifatnya.
Pada tataran lebih luas, bisa saja solidaritas yang terbangun di
dalamnya didasarkan pada kacamata niaga, yang di dalamnya berlaku hukum
untung rugi. Ikatan yang dibangun dalam solidaritas organik adalah
ikatan atas dasar untung rugi yang ada dalam dunia kerja. Karena menjadi
suatu patokan dari dulu hingga sekarang di Negara manapun.
Solidaritas mekanik merupakan ikatan bersama yang dibangun atas dasar
persamaan sedangkan solidaritas organik merupakan sebuah ikatan berasama
yang dibangun atas dasar perbedaan. Emile Durkheim berasumsi bahwa
solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Nasionalisme bukan saja merupakan ideologi bangsa, namun ia adalah
sekumpulan pandangan hidup masyarakat yang dibangun bersama, di huni
bersama dan di perjuangkan bersama oleh Negara dan bangsa. Dengan
demikian menurut Durkhem “dengan kondisi apapun masyarakat jika masih di
ikat oleh dua kekuatan yang bernama solidaritas mekanik dan organik,
maka kesetian dan saling tangung jawab keduanya tidak akan luntur begitu
saja. Dari sini maka teori “solidaritas” menjadi penting dan sangat di
perlukan bagi masyarakat perbatasan guna menjaga eksistensi kesetian dan
loyalitas masyarakat kepada negara dan kesetiaan pada kelompok tetap
terjaga.
Solidaritas mekanik adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu
kesadaran kolektif bersama yang menunjuk pada totalitas
kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada
pada warga masyarakat yang sama. Ikatan kebersamaan itu dibentuk karena
adanya kepedulian diantara sesama.
Solidaritas makanik terdapat dalam masyarakat yang homogen terutama
dalam hal ini adalah masyarakat Badau mayarakat yang tinggal di daerah
Pedesaan di Perbasatan. Rasa persaudaraan dan kepedulian diantara
masyarak desa di perbatasan Badau biasanya lebih kuat daripada
masyarakat perkotaan. Yang ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama,
cita-cita, dan komitmen moral. Dalam bukunya yang berjudul The Division
of Labor in Society Durkheim menyimpulkan bahwa masyarakat “primitif
dipersatukan terutama oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya oleh
kuatanya ikatan moralitas bersama atau apa yang ia sebut sebagai
kesadaran kolektif yang kuat.”
Sedangkan solidaritas organik merupakan ikatan yang muncul karena
ketergantungan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang
lainnya akibat spesialisasi jabatan (pembagian kerja). Solidaritas
organic terdapat dalam masyarakat yang heterogen. Hubungan atau ikatan
yang dibangun bisanya didasarkan atas kebutuhan materi atau hubungan
kerja dalam sebuah perusahaan.
Pembagian kerja yang mencolok terdapat dalam masyarakat perkotaan yang
sebagian besar masyarakatnya bekerja dalam bernbagai macamsektor
perkonomian. Tingkat solidaritas organik muncul karena pembagian kerja
yang bertambah besar.
Masyarakat modern memiliki pembagian kerja yang sangat kompleks
menghasilkan solidaritas organik. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam
bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang
mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi
seluruh kebutuhan mereka sendiri.
Dalam masyarakat perbatasan misalnya, yang di ikat oleh kesaman para
petani gurem. Mereka hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan
terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama.
Masyarakat modern yang organik, memperoleh gaji dan harus mengandalkan
orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu seperti
bahan makanan, pakaian, dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit maka kesadaran individual
berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif seringkali
malah berbenturan dengan kesadaran kolektif. Sehingga kepedulian dantara
sesama menjadi luntur dan berkurang dalam sebuah masyarakat.
Penelitian Dahulu Yang Relevan
Setiap penelitian sosial selalu ada bagiannya yang sudah di teliti, baik
di teliti secara individu maupun secara kelompok, dengan demikian, maka
alangkah baikknya jika dalam penulisan ini peneliti ingin mencantumkan
penelitin terdahulu yang relevan, dengan tujuan menjelaskan dengan
perspektif yang berbeda dengan penelitian yang dahulu. Tidak ada
pelagiasi kecuali dalam penulisan ini tercantum daftar pustaka dan
catatan kaki.
Penelitian terdahulu ini dimaksudkan untuk memberi tambahan pengetahuan
pada khazanah ilmu-ilmu sosial sebagai bahan kajian oleh peneliti.
Selain penelitian terdahulu dapat menjadi rujukan dalam penelitian. Dari
beberapa penelitian atau buku yang menjadi sumber rujukan adalah sebagi
berikut: Nasionalisme Etnik yang di tulis oleh Edwin M.B. Tambunan
Semarang. 2004
Dalam buku yang di tulis oleh Edwin ini dijelaskan bahwa nasionalisme
bukan suatu progres, ataupun turun seketika dari langit. Ia ada dan
diadakan. Setidaknya ini yang akan di buktikan penulis buku ini.
Nasionalisme tak hanya bisa dipandang dari kacamata primordial,
konstektual, dan konstruktif, tapi juga teropong internasional. Pun,
berlaku pada nasionalisme etnik yang menjadi pijakan penulisannya.
Kenyataan membuktikan bahwa nasionalisme tidak hanya tumbuh di
lingkungan negara-negara berkembang, otoriter, atau demokrasinya belum
mantap, seperti yang di alami sekarang ini. Tapi tak menutup kemungkinan
juga muncul di negara yang ekonominya maju dan demokrasinya mantap.
Nasionlisme ternyata menjadi fenomena penting sebagai bagian dari
peradaban dunia yang terus bergerak yang layaknya kita pahami.
Penelitian dalam buku ini mencoba untuk mengungkapkan banyak kasus,
seringkali gerakan nasionalisme-etnik terjebak untuk memakai kekerasan
sebagai cara untuk memberikan gelora semangat. Kasus Quebec contohnya.
Kasus Quebec mempresentasikan nasionalisme etnik di negara maju dengan
sistem politik demokrasi. Buku ini menjadi acuan penelitian yang penulis
lakukan untuk menulis skripsi ini. Masyarakatnya Desa Badau yang
penulis teliti di huni oleh salah satu etnis Dayak yang merupakan
komunitas terbesar di desa ini. Semangat yang menginspirasi penulis
adalah ingin melihat bagaimana nasionalisme masyarakat perbatasan,
sebagai salah satu masyarkat yang mengalami deskriminasi, ketidakadilan
di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Bentuk ketidakadilan ini antara
lain dapat dilihat dari pengabaian, ekploitasi, dominasi, kolonialisasi
internal, refresi deskriminasi, dan aneksasi. Tujuan rujuakan peneltian
dahulu yang relevan adalah sebagai: rujuakan yang bisa memberikan warna
refrensi dan gambaran penjelasan tentang penelitian sehingga dalam
pengambilan penelitian yang dahulu bisa memberikan karangka yang berbeda
dengan perspektif yang berbeda pula.
Selain buku yang menjadi rujukan pengambilan penelitian yang relevan
untuk mendukung skiripsi ini, maka peneliti juga melihat skripsi yang
berjudul Judul : “Analisis Semiotik Makna Nasionalisme Pada Film “Naga
Bonar Jadi Dua” Karya Deddy Mizwar. Penulis: Elviras Mahasiswa Jurusan
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Malang 2008.
Skripsi ini menjelaskan tentang nilai-nili sejarah nasionalisme pada
pahlawan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia melawan penjajahan
belanda. Penelitin ini dengan mengunakan jenis penelitian kualitatif
yang bersifat interpretatif dengan analisis secara semiotik.
Selain skripsi Elviras yang di pilih sebagai penelitian yang relevan,
penulis juga memilih skripsi yang berjudul: “Nasionalisme Dalam
Pandangan Politik Partai Keadilan Sejahtra” Penulis: Muhammad Ihsan
Mahasiswa pada Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kali
Jaga 2009.
Dalam penelitian ini dijelaskan tentang konsep Negara dalam dalam islam
khsusny para penegak Khilafah. Penelitian ini berjenis penelitian
pustaka dengan pendekatan deskriptif normatif untuk menganalisis wacana
nasionalisme di partai Politik Islam.
Selain penelitian nasionalisme pada Film Naga Bonar peneliti juga
memilih buku Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme yang ditulis Ir.
Soekarno Kreasi Wacana Bantul, 2012
Buku ini di tulis oleh Bung Karno, yang menjelaskan tentang
nasionalisme, islamisme, dan maxisme. Buku ini mendeskripsikan
nasionalisme yang terjaring dalam islamisme dan maxisme. Alasan utama
memilih buku tersebut adalah karena peneliti anggap sesuai serta
medukung tema yang akan peneliti angkat sebagai judul skripsi.
Nasionalisme Masyarakat Perbatasan”
Pada buku buku menjelaskan perjuangan bangsa indonesia merbut bangsa nya
dari klonealisme dan imprealisme yang mejajahnya berabad-abad lamanya.
Paham kebangsaan menurut buku ini adalah sebuah perjuangan “bangsa” itu
menurut pujangga Ernest Renan, adalah nyawa. Suatu azaz akal yang
terjadi dari dua hal .
- Pertama rakayat itu dulunya harus bersama-sama menjalani suatu riwayat.
- Kedua, rakyat harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukan jenis (ras), bukanya bahasa, agama, bukanya persamaan butuh, bukanya pula batas-batas negeri yang menjadikan bangsa itu.
Penelitian-penelitian ini berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan terutama dalam hal nasionalisme di Perbatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar