ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Ada banyak aliran dalam filsafat pendidikan, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresifisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruktifisme. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran. Penulis kemukakan “sekurang-kurangnya”, karena tidak semua aliran yang hendak penulis bahas. Kesemua aliran itu merupakan suatu dialektik dari berbagai pandangan filsafat pendidikan.
1. Aliran Filsafat Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah
Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran
ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli
yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara
jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan ideal.
Keberadaan idea tidak tampak
dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa
murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab
posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat
murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak,
tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan
dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak
bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat
beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk
masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap
orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai
keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat
menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari
atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada
pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah
bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan
sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan
cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi,
dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia
ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide
adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja
yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala
sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah
pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang
arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut
Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh
jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang
beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang
kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan
alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak
yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini
seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian
seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan
sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai
yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih
tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme
mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea
merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti
yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan
tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat
kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche,
sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran
ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi
dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya
dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut
sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan
secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa
gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat
yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi
individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang
akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila
kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang
pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan
terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut
dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai
sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas
yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma
merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak
mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme
mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya
adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata
sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada
dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang
lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat
menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat
atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip
pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini
adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia
nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan
dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran
studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui
teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata
seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum
tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar
membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato.
Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang
hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan
hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu
bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah
pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat
bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel
berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato
adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan
dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang
merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan
menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga,
pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah
pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu
pengetahuan (Ali, 1990:28).
Idealisme dan Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat idealisme
terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup
berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah
tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat.
Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti
tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946).
Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme
lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael
Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek
khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul
pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah
filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan
studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni
Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar
dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat
idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu
sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan
sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental
terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses
pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan
alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan
tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas
spiritual.
Para murid yang menikmati
pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan,
memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah
pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah
lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik
merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang
menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman
pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat
idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam
kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa
adanya spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham
filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai
saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan
yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat,
melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk
individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki
kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna,
hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan
seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan
tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang
berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem
pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1.
Guru adalah personifikasi dari kenyataan si
anak didik;
2. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu
pengetahuan dari siswa;
3. Guru haruslah menguasai teknik mengajar
secara baik;
4. Guru haruslah menjadi pribadi terbaik,
sehingga disegani oleh para murid;
5.
Guru menjadi teman dari para muridnya;
6.
Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar;
7.
Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
8. Guru harus rajib beribadah, sehingga
menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan
para siswanya;
9. Guru
harus menjadi pribadi yang komunikatif;
10.
Guru harus mampu mengapresiasi terhadap
subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
11. Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar
sebagaimana para siswa belajar;
12. Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya
berhasil;
13.
Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
14.
Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam
pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.
Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
2. Filsafat Pendidikan Materialisme
Aliran
ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan spiritual, atau
super natural. Demokritos ( 460-360 SM ) merupakan pelopor pandangan
meterialisme klasik yang disebut juga “ atomisme “ Demokratis beserta para
pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil
yang tidak dapat dibagi-bagi lagi ( yang disebut atom-atom ). Atom merupakan
bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.
Atom-atom ini bergerak, sehingga dengan demikian membentuk realitas pada panca
indra kita.
Karakteristik
umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa
realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan
gerak dalam ruang, asuksi tersebut menunjukkan bahwa :
· Semua sains
biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lain ditinjau
dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal ( sebab akibat ).
Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.
· Yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya (
berfikir, memahami ) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak,
sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.
· Yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan
hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama
atau semboyan.
Materialisme
Dialektik
1. Monisme
dan Dualisme:
Monisme
adalah suatu sistem pandangan filsafat yang bertitik tolak dari satu dasar
pandangan, yaitu dari materi atau dari ide. Sedangkan Dualisme adalah suatu
sistem pandangan filsafat yang bertitik tolak dari dua dasar pandangan, yaitu
dari materi dan ide sekaligus.
Dengan
begitu, filsafat materialisme dan idealisme walau pandangannya bertitik tolak
dari dasar yang bertentangan, tapi sistem pandangannya itu sama, yaitu monisme.
Jadi sistem pandangan filsafat materialisme dan idealisme adalah sama-sama
monois. Artinya, pandangannya sama-sama bertitik tolak dari hanya satu dasar,
yaitu dari dasar materi atau dari dasar ide. Bedanya, dari sistem pandangan
monoisme filsafat materialisme bertitik tolak dari dasar materi. Sebaliknya,
sistem pandangan monoisme filsafat idealisme bertitik tolak dari dasar ide.
2.
Materialisme, idealisme dan
dualisme:
Materialisme
Materialisme
adalah satu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi.
Materialisme memandang bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide
ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu,
kemudian baru ide. Pandangan materialisme itu berdasarkan atas kenyataan
menurut proses waktu dan zat. Artinya :
·
Menurut proses waktu: Lama sebelum manusia yang bisa
mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam atau materi ini sudah
ada lebih dahulu.
·
Menurut proses zat: Manusia ini tidak bisa berpikir atau
tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai otak. Dan otak itu
adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi atau benda yang
berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru kemudian bisa timbul
ide atau pikiran pada kepala manusia.
Idealisme
Idealisme
adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari ide
(gagasan). Idealisme memandang ide itu primer kedudukannya, sedang materei
sekunder. Ide itu timbul atau ada lebih dahulu, baru kemudian materi. Segala
sesuatu yang ada ini timbul sebagai hasil yang diciptakan oleh ide atau
pikiran, karena ide atau pikiran itu timbul lebih dahulu, baru kemudian sesuatu
itu ada. Terhadap adanya pandangan yang demikian itu, Lenin dengan tajam
mengkritik idealisme sebagai filsafat yang tanpa otak.
Dualisme
Dualisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya
bertitik tolak dari materi dan ide sekaligus. Dualisme memandang bahwa materi
dan ide itu sama-sama primernya. Tidak ada yang sekunder. Kedua-duanya timbul
dan ada persamaan. Materi itu ada karena ada ide atau pikiran. Juga sebaliknya,
ide atau pikiran itu ada karena ada materi. Tapi pada hakekatnya, pandangan
dualisme yang demikian itu juga idealis, karena pandangan seperti itu tidak
lain hanya pada ide, dan tidak ada dalam kenyataan.
Dengan
begitu, Filsafat materialisme adalah filsafat yang obyektif. Sebaliknya,
filsafat idealisme adalah filsafat yang subyektif karena pandangannya bertitik
tolak dari ide atau pikiran.
3. Aliran Materialisme dan idealisme:
Aliran Materialisme
Filsafat
materialisme mempunyai banyak macam aliran. Dari banyak macam aliran
materialisme itu terdapat tiga aliran yang besar dan pokok, yaitu materialisme
mekanik, materialisme metafisik dan materialisme dialektik. Ketiga asliran
filsafat itu mempunyai perbedaan-perbedaan antara yang satu dengan yang lain,
dan bahkan juga terdapat saling pertentangannya.
o Materialisme mekanik
Materialisme
mekanik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan
metodenya mekanis. Ajaran materialisme mekanik ialah bahwa materi itu selalu
dalam keadaan gerak atau berubah. Geraknya itu adalah gerak yang mekanis,
artinya gerak yang yang tetap begitu saja selamanya seperti yang telah terjadi,
atau gerak yang berulang-ulang seperti geraknya mesin yang tanpa perkembangan
atau peningkatan.
o Materialisme metafisik:
Materialisme
metafisik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan
metodenya metafisis. Ajaran materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu
selalu dalam keadaan diam, tetap, tidak berubah selamanya. Tapi seandainya
materi itu berubah, maka perubahan itu terjadi karena faktor luar atau karena
kekuatan dari luar. Gerak materi itu gerak ekstern atau disebut gerak luar.
Selanjutnya materi itu dalam keadaan yang terpisah-pisah, tidak mempunyai dan
tidak ada saling hubungan antara yang satu dengan yang lain.
o Materialisme dialektik:
Materialisme
dialektik adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya materialis, sedangkan
metodenya dialektis. Ajaran materialisme dialektik mengajarkan bahwa materi itu
selalu saling punya hubungan, saling mempengaruhi, dan saling bergantung antara
yang satu dengan yang lain. Bukannya saling terpisah-pisah atau berdiri
sendiri. Materi itu juga selalu dalam keadaan gerak, berubah dan berkembang.
Bukannya selalu diam, tetap atau tidak berubah.
Selanjutnya,
gerak materi itu merupakan gerak intern, yaitu gerak atau berubah karena dari
faktor dalamnya atau karena kekuatan dari dalamnya sendiri. Bukannya gerak
ekstern, yaitu gerak atau berubah karena faktor atau karena kekuatan dari luar.
Kemudian gerak materi itu secara dialektis, yaitu gerak atau berubah menuju ke
tingkatnya yang lebih tinggi dan lebih maju seperti spiral. Bukannya gerak mekanis.
Adapun yang disebut “diam”, itu hanya tampaknya atau bentuknya. Sebab, hakekat
dari gejala yang tampaknya atau bentuknya “diam” itu, isinya tetap gerak. Jadi,
“diam” itu juga satu bentuk gerak.
Aliran Idealisme
Filsafat idealisme mempunyai dua aliran, yaitu aliran
idealisme obyektif dan idealisme subjektif.
Idealisme
obyektif
Idealisme
obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan
idealismenya itu bertitik-tolak dari ide universil, ide di luar ide manusia.
Menurut idealisme obyektif, segala sesuatu yang timbul dan terjadi, baik dalam
alam maupun dalam masyarakat, adalah hasil atau karena diciptakan oleh ide
universil.
Idealisme
subjektif
Idealisme
subjektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan pandangan
idealismenya itu bertitik-tolak dari ide manusia atau idenya sendiri. Menurut
idealisme subjektif, segala sesuatu yang timbul dan terjadi –baik dalam alam
maupun dalam masyarakat– adalah karena hasil atau karena ciptaan oleh ide
manusia atau oleh idenya sendiri.
4.
Materi dan Ide
Materi
Materi
mempunyai arti yang berbeda, yaitu antara arti menurut pengertian filsafat dan
arti menurut pengertian ilmu alam. Arti materi menurut pengertian filsafat
adalah luas, sedangkan arti menurut pengertian ilmu alam adalah terbatas. Dalam
arti menurut filsafat, materi adalah segala sesuatu yang ada secara obyektif,
ada di luar ide atau di luar kemauan manusia. Materi adalah segala sesuatu yang
bisa disentuh dan bisa ditangkap oleh indera manusia, serta bisa menimbulkan
ide-ide tertentu. Adapun dalam arti menurut pengertian ilmu alam, materi adalah
segala sesuatu yang mempunyai susunan atau yang tersusun secara organis, atau
yang berarti disebut dengan benda.
Dengan
begitu, pengertian filsafat tentang materi berarti sudah mencakup pula dengan
pengertian materi menurut ilmu alam. Materi mempunyai peranan menentukan ide
dan perkembangannya. Materi bisa menimbulkan ide atau mendorong timbulnya ide.
Suatu ide timbul sesudah lebih dulu suatu materi timbul dan ditangkap oleh
indera. Adalah jelas, bahwa materi yang bernama otak yang “memproduksi” ide.
Ide (Gagasan)
Ide
(Gagasan) adalah cermin dari materi atau merupakan bentuk lain dari materi.
Tetapi, ide itu tidak mesti persis sama seperti matei yang dicerminkan. Ide
selalu berada di atas atau di depan materi. Ide bisa menjangkau jauh di depan
materi. Namun, ide tetap tidak bisa lepas dari materi.
Materi
dan ide adalah dua bentuk lain dari gejala yang satu dan sama. Materi
menentukan ide, sedangkan ide mempunyai pengaruh terhadap perkembangan materi.
Jadi ide juga mempunyai peranan aktif, tidak pasif seperti cermin biasa.
5.
Gerak
Gerak adalah suatu eksistensi dari adanya materi atau
suatu pernyataan dari adanya materi. Ini berarti bahwa sesuatu yang bergerak
adalah selalu materi. Tidak ada gerak tanpa materi, atau tidak ada gerak yang
bukan materi. Ini sama halnya bahwa tidak ada materi tanpa gerak.
Segala
sesuatu itu selalu bergerak, berubah dan berkembang. Tidak ada sesuatu yang
tetap, kecuali gerak itu sendiri. Artinya bahwa segala sesuatu itu tetap dalam
keadaan gerak. Bahwa gerak itu tetap berlangsung terus selamanya bagi segala
sesuatu. Gerak mempunyai dua bentuk utama, yaitu gerak mekanis dan gerak
dialektis.
o Gerak mekanis:
Gerak
mekanis adalah gerak atau perubahan yang bersifat berulang-ulang, yang tetap
dalam lingkungannya yang lama, dan tidak akan menuju atau mencapai perubahan
yang bersifat kualitatif atau yang bersifat lebih tinggi dan lebih maju. Gerak
mekanis adalah gerak yang bersifat kuantitatif, gerak yang begitu saja terus
menerus, berulang-ulang seperti bergeraknya sebuah mesin.
o Gerak dialektis:
Gerak
dialektis adalah gerak atau perubahan yang bersifat meningkat (progresif), dari
tingkatannya yang rendah menuju ke tingkatannya yang lebih tinggi sampai
mencapai kualitas yang baru. Gerak atau perubahan dialektis dari tingkatannya
yang rendah menuju ke tingkatannya yang tinggi sampai mencapai kualitas yang
baru, itu tampaknya juga seperti mengulangi dalam bentuknya pada tingkat yang
rendah. Tapi bentuk yang baru itu sudah dalam keadaan kualitas yang lebih
tinggi. Jadi tidak mengulangi kembali seperti semula dalam bentuk pada
tingkatannya yang lama. Arah gerak perubahan dialektis adalah seperti spiral.
o Diam
“Diam”
itu juga merupakan suatu bentuk gerak.. sifatnya sangat relatif atau sangat
sementara sekali. artinya bentuk “diam” itu hanya bersifat sangat sementara
karena di dalam yang “diam” itu juga terdapat proses gerak dari
kekuatan-kekuatan yang berkontradisi dan saling mendorong yang ketika itu
sedang bertemu pada suatu titik. kekuatan-kekuatan itu sama kuatnya sehingga
salah satunya tidak ada yang tergeserkan dari titik bertemunya. Keadaan itulah
yang menampakkan gejala seolah-olah sesuatu itu dalam keadaan “diam”.
Tapi
keadaan “diam” itu sangat relatif atau sangat sementara karena dua kekuatan
yang saling berkontradiksi dan saling mendorong itu pada saat dan akhirnya
pasti akan segera ada yang terdesak dan tergeser dari tempatnya. pada saat
terjadinya pergeseran itulah akan tampak dengan nyata gejala gerak atau
perubahan.
Kecuali
itu, keadaan yang tampaknya diam juga bisa terjadi karena proses perubahan
sesuatu belum sampai pada pengubahan kualitas atau pengubahan bentuknya yang
lama, masih bersifat pada pengubahan secara kuantitas sehingga belum mampu
menunjukkan gejala-gejala perubahannya.
Keadaan
yang itu pula yang menampakkan gejala seolah-olah sesuatu itu dalam keadaan
“diam”, tetapi sebenarnya di dalam sesuatu yang tampaknya “diam” itu terus
berlangsug proses gerak atau proses perubahan. Maka dalam waktu yang sangat
relatif atau sangat sementara bila proses gerak atau proses perubahan itu sudah
sampai pada pengubahan kualitas, gejala gerak atau perubahan sesuatu itu akan
tampak dengan jelas.
Gerak
atau perubahan itu sendiri karena dari adanya faktor internal atau karena adanya
kekuatan-kekuatan yang mendorongnya di dalamnya, di dalam materi itu sendiri.
Gerak materi adalah gerak intern. Faktor atau kekuatan intern dari materi itu
sendiri yang akan menentukan gerak atau perubahannya. Sedangkan faktor luar
atau kekuatan-kekuatan yang mendorong dari luar adalah faktor atau
kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengaruh terhadap keadaan intern suatu materi.
Peranan dari faktor atau kekuatan luar itu bisa menghambat atau mempercepat,
bahkan bisa juga menentukan gerak atau perubahan suatu materi. Tapi, bagaimana
pun juga pengaruh faktor luar atau kekuatan itu, pada akhirnya yang paling
menentukan adalah faktor intern dari materi itu sendiri.
6.
Materi, Ruang dan Waktu
Materi,
Ruang dan Waktu adalah merupakan hal yang selalu saling hubungan dan tidak
terpisahkan. Materi selalu berada dalam ruang dan berkembang menurut waktu.
Tidak ada materi tanpa atau berada di luar ruang, juga tidak ada materi
berkembang tanpa waktu. Materi di dalam ruang, menyebabkan materi mempunyai
saling hubungan antara yang satu dengan yang lain. Sedang materi di dalam
waktu, membuat materi itu bisa menjadi berkembang.
Ruang
adalah sesuatu yang mempunyai luas dan isi materi. Tidak ada ruang yang kosong
tanpa materi, dan ruang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Adapun sifat hubungan itu adalah horisontal atau mendatar. Karena itu ruang
dapat dicapai secara berulang dan lebih dari satu kali. Ruang menempatkan
materi yang ada di dalamnya untuk berkembang sesuai dengan luas ruang itu.
Waktu
adalah detik-detik yang terus bersambung tanpa ada berhentinya. Detik-detik
yang terus bersambung itu, hubunganny adalah bersifat vertikal atau bersusun.
Karena itu detik-detik atau waktu tidak bisa dicapai secara berulang-ulang lebih
dari satu kali. Sebab waktu terus berjalan maju, terus berlalu tanpa berhenti
dan tidak kembalai pada detik-detik yang telah lewat. Maka, waktu menempatkan
materi untuk berkembang mengikuti jalannya waktu yang terus maju. Waktu
terus-menerus mendorong materi untuk berkembang lebih maju secara historis,
bersusun tingkat demi tingkat, fase demi fase dalam proses yang terus
berlangsung.
Demikian
materi, ruang dan waktu mempunyai saling hubungan yang erat dan konden, yang
sama sekali tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain. Materi berada
dan berkembang dalam ruang dan waktu. Materi berkembang dalam ukuran luas ruang
dan maju menurut tingkatan waktu.
Dialektika
Materialis
Inti
dari permasalahan dialektika adalah masalah saling hubungan dari segala
sesuatu, serta masalah gerak atau masalah perubahan dan perkembangan segala
sesuatu itu. Dalam masalah gerak, Dialektika Materialis mempersoalkan dan
mempunyai tiga asas gerak, yaitu: Kontradiksi, Perubahan Kuantitatif ke Kualitatif,
dan Negasi dari Negasi.
Kontradiksi
Kontradiksi
adalah pertentangan atau perbedaan. Kontradiksi ini mempunyai sifat umum dan
khusus, atau mempunyai sifat keumuman dan kekhususan. Kontradiksi itu ada dimana-mana
dan dalam seluruh waktu. Terdapat di segala sesuatu, di mana pun dan kapan pun
selalu dan pasti mengandung kontradiksi. Kontradiksi itu terjadi dan
berlangsung terus menerus melalui proses awal dan akhir. Artinya, kontradiksi
itu pasti mempunyai awal dan juga mempunyai akhir. Ada awal kontradiksi dan ada
akhir kontradiksi. Dan sesudah kontradiksi itu berakhir, pasti disusul atau
timbul lagi kontradiksi baru yang juga mempunyai awal dan kemudian juga akan
berakhir pula.
Begitu terus menerus, kontradiksi itu tidak akan ada
putus-putusnya. Berakhir yang satu, berawal yang baru. Selesai yang satu,
timbul yang baru.
Kontradiksi itu berbeda-beda menurut adanya didalam
sesuatu hal yang berbeda-beda pula. Artinya, karena hal yang satu berbeda
dengan hal yang lain,maka hal yang ada atau yang dikandung didalam dalam hal
yang berbeda itu, juga berbeda. Kontradiksi itu tidak hanya berbeda menurut
halnya yang berbeda, tetapi juga berbeda-beda menurut tingkat-tingkat
perkembangan di dalam satu hal itu. Artinya karena tingkat-tingkat
perkembangandidalam satu hal itu berbeda-beda, maka kontradiksi yang
berlangsung pada tingkat perkembangan tertentu, juga berbeda dengan kontradiksi
pada tingkat perkembangannya yang lain.
Kontradiksi
yang ada di dalam sesuatu itu tidak hanya satu, tetapi lebih dari satu atau
banyak. Dan kontradiksi yang banyak itu tidak semua sama kedudukannya, juga
tidak semua sama peranannya, sifatnya dan wataknya. Ada tiga macam kontradiksi,
yaitu: Kontradiksi pokok, Kontradiksi dasar, dan Kontradiksi antagonis.
o Kontradiksi
pokok
Kontradiksi
pokok adalah kontradiksi yang menjadi poros, yang memimpin dan menentukan
adanya kontradiksi-kontradiksi yang lain yang tidak pokok. Kontradiksi pokok
itu di dalam penyelesaiannya harus diutamakan. Sedangkan kontradiksi tidak
pokok adalah kontradiksi yang muncul ditentukan oleh kontradiksi pokok, dan
perkembangannya dipimpin dan tunduk kepada kontradiksi pokok itu.
o Kontradiksi
dasar
Kontradiksi
dasar adalah kontradiksi yang kepentingannya sama sekali bertentangan antara
yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dikompromikan (baca: tidak bisa
didamaikan). Kontradiksi dasar juga merupakan kontradiksi yang menentukan
adanya sesuatu dan menentukan bentuk dari sesuatu itu.
o Kontradiksi
antagonis
Kontradiksi
antagonis mempunyai dua pengertian, yaitu antagonis dalam artian wataknya atau
disebut dengan kontradiksi yang berwatak antagonis dan antagonis dalam artian
bentuknya atau disebut dengan kontradiksi yang berbentuk antagonis. Kontradiksi
antagonis dalam artian wataknya atau kontradiksi yang berwatak antagonis adalah
kontradiksi yang kepentingannya sama sekali bertentangan antara yang satu
dengan yang lain dan tidak bisa didamaikan, serta mengandung saling
menghancurkan dengan unsur-unsur kekerasan dalam penyelesaiannya.
Kontradiksi
antagonis dalam artian bentuknya atau kontradiksi yang berbentuk antagonis
adalah kontradiksi yang penyelesaiannya mengambil bentuk kekerasan, walau watak
kontradiksinya sendiri tidak antagonistis.
Ketiga
macam kontradiksi itu mempunyai saling hubungan, meskipun tidak tentu satu
kontradiksi mengandung ketiga macam kontradiksi itu sekaligus. Artinya,
kontradiksi pokok tidak tentu kontradiksi dasar, dan juga tidak tentu kontradiksi
yang berwatak antagonis. Akan tetapi, kontradiksi dasar, salah satu tentu
menduduki dan menjadi sebagai kontradiksi pokoknya. Kontradiksi dasar itu
sendiri tidak tentu kontradiksi yang antagonis, baik antagonis dalam artian
wataknya maupun antagonis dalam artian bentuknya. Sedang kontradiksi yang
antagonis dalam artian wataknya yang antagonis, tentu saja mengandung
kontradiksi dasar. Dan kontradiksi yang berwatak antagonis itu tentu menduduki
serta menjadi sebagai kontradiksi pokok.
Setiap kontradiksi di dalam sesuatu hal, tentu mengandung
segi-segi yang berkontradiksi, atau di dalam setiap hal tentu mengandung
segi-segi yang berkontradiksi. Hakekat dari hukum kontradiksi adalah hukum
persatuan dan perjuangan dari segi-segi yang bertentangan, dan hakekat dari
belajar tentang dialektika adalah belajar tentang hukum kontradiksi tersebut.
Segi-segi yang berkontradiksi selalu mempunyai kedudukan
dan peranan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, yaitu sbb :
o Segi pokok dan segi tidak pokok
Segi
pokok adalah segi yang memimpin segi yang lain yang tidak pokok. Segi tidak
pokok tunduk kepada segi pokok. Sebab, segi pokok merupakan segi yang menuntut
bahwa permasalahannya segera untuk diselesaikan atau dipenuhi, dan merupakan
segi yang membawa arah jalannya segi yang lain yang tidak pokok.
o Segi
berdominasi dan segi tidak berdominasi
Segi
berdominasi adalah segi yang menentukan kualitas sesuatu. Di dalam masyarakat,
segi yang berdominasi berarti segi yang berkuasa, dan juga berarti segi yang
menentukan kualitas masyarakat itu. Sedangkan segi yang tidak berdominasi
adalah segi yang tidak menentukan kualitas. Di dalam masyarakat, segi yang
tidak berdominasi berarti segi yang tidak berkuasa atau segi yang dikuasai.
o Segi
berhari depan dan segi tidak berhari depan
Segi
berhari depan adalah segi yang akan atau yang sedang berkembang, segi yang
masih akan terus ada atau akan terus hidup di dalam perubahan atau di dalam
tingkat perkembangan kualitas yang baru dan kelanjutannya. Sedangkan segi tidak
berhari depan adalah segi yang akan layu atau yang sedang melayu, segi yang
adanya atau hidupnya hanya terbatas di dalam kualitas yang lama dan tidak akan
da lagi di dalam perubahan atau di dalam tingkat perkembangan kualitas yang
baru atau kelanjutannya.
o Segi
berhegemoni dan segi tidak berhegemoni
Segi
berhegemoni adalah segi di dalam gejala sosial atau di dalam masyarakat. Segi
berhegemoni hanya di dalam kategori revolusi. Dalam hal revolusi itu, segi
berhegemoni adalah segi yang memimpin, segi yang membawa dan menentukan arah
perkembangan revolusi. Segi berhegemoni mempunyai
syarat dan menampakkan ciri-cirinya, yaitu sbb:
- Mempunyai program perjuangan kelas
yang bisa diterima oleh seluruh nasion atau diterima secara nasional.
- Menjadi teladan di dalam melaksanakan
program-program perjuangan kelas-nya yang sudah diterima secara nasional oleh
seluruh nasion itu.
- Mempunyai kekuatan yang cukup
untuk melaksanakan kepemimpinannya.
- Mampu menggalang persatuan dan
kekuatan nasional (front atau aliansi).
Keempat
macam kedudukan dan peranan segi-segi yang berkontradiksi itu terdapat saling
hubungan, tapi tidak berarti bahwa satu segi kontradiksi tentu menempati atau
mempunyai empat kedudukan dan peranan itu secara sekaligus. Sebagaimana halnya
segi pokok tidak tentu secar sekaligus sebagai segi yang berdominasi maupun
segi yang berhari-depan. Di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala
sosial, segi pokok pada hakekatnya adalah segi yang berhegemoni.
Segi
berdominasi tidak tentu segi pokok dan juga tidak tentu segi berhari-depan. Di
dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berdominasi tidak
tentu segi yang berhegemoni. Segi berhari-depan tidak tentu segi pokok, dan
juga tidak tentu segi berdominasi. Di dalam kategori revolusi atau di dalam
gejala sosial, segi berhari-depan tidak tentu segi berhegemoni. Tapi segi
berhari-depan itu pada tingkat menjelang perubahan kualitas lama ke kualitas
baru, pasti menduduki atau menjadi segi pokok. Di dalam kategori revolusi atau
di dalam gejala sosial, segi berhari-depan itu pada tingkat menjelang
kemenangan revolusi dalam proses perubahan masyarakat lama ke masyarakat baru,
pasti menduduki atau menjadi segi berdominasi. Dan di dalam kategori revolusi
atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan di dalam masyarakat baru pasti
menduduki atau menjadi segi yang berkuasa.
Segi berhegemoni pasti segi pokok. Tapi segi berhegemoni
tidak tentu segi berhari-depan dan juga tidak tentu segi berdominasi atau segi
yang berkuasa. Hanya pada tingkat menjelang kepastian kemenangan revolusi,
dalam prose perubahan masyarakat lama ke masyarakat baru, segi yang berhegemoni
pasti juga sebagai segi berdominasi atau segi yang berkuasa.
Hukum Mutasi
Hukum mutasi atau hukum perpindahan adalah suatu hukum
yang berlaku di dalam proses kontradiksi. Artinya, kedudukan dan peranan satu
kontradiksi atau segi kontradiksi bisa bermutasi. Kontradiksi pokok bisa
berubah menjadi kontradiksi tidak pokok. Sebaliknya, kontradiksi tidak pokok
bisa berubah menjadi kontradiksi pokok. Kontradiksi berbentuk antagonis bisa
berubah menjadi kontradiksi tidak berbentuk antagonis, sebaliknya kontradiksi
tidak berbentuk antagonis bisa berubah menjadi kontradiksi berbentuk antagonis.
Tetapi, hukum mutasi itu tidak berlangsung pada
kontradiksi dasar dan pada kontradiksi yang berwatak antagonis. Artinya,
kontradiksi dasar dan kontradiksi yang berwatak antagonis akan tetap atau tidak
akan berubah. Kontradiksi dasar akan tetap sebagai kontradiksi dasar, dan tidak
akan berubah menjadi kontradiksi tidak dasar. Sebaliknya, kontradiksi tidak
dasar juga akan tetap dan tidak akan berubah menjadi sebagai kontradiksi dasar.
Selanjutnya, kontradiksi yang berwatak antagonis akan tetap, tidak akan berubah
menjadi kontradiksi yang tidak berwatak antagonis. Begitu sebalinya,
kontradiksi yang tidak berwatak antagonis juga akan tetap tidak berubah menjadi
kontradiksi berwatak antagonis. Kedua kontradiksi itu, yaitu kontradiksi dasar
dan kontradiksi berwatak antagonis yang akan tetap pada kedudukannya, tidak
akan berubah, namun dalam proses perkembangan akhirnya tentu akan hancur salah
satunya. Kehancuran itu terjadi pada menjelang dan menyebabkan berubahnya suatu
kualitas atau masyarakat, serta berarti timbulnya kualitas baru atau lahirnya
masyarakat baru.
Hukum mutasi itu juga berjalan pada segi-segi yang
berkontradiksi, yaitu segi pokok bisa berubah menjadi segi tidak pokok.
Sebaliknya, segi tidak pokok bisa berubah menjadi segi pokok. Segi berdominasi
bisa berubah menjadi segi tidak berdominasi. Sebaliknya, segi yang tidak
berdominasi bisa berubah menjadi segi yang berdominasi. Di dalam masyarakat,
segi yang berkuasa bisa berubah menjadi segi yang tidak berkuasa. Sebaliknya,
segi yang tidak berkuasa bisa berubah menjadi segi yang berkuasa. Segi
berhegemoni bisa berubah menjadi segi yang tidak berhegemoni. Sebaliknya, segi
yang tidak berhegemoni bisa berubah menjadi segi yang berhegemoni.
Tetapi hukum mutasi tidak akan berlangsung pada segi
berhari-depan. Segi berhari-depan akan tetap sebagai segi berhari-depan, tidak
akan mengalami perpindahan atau akan berubah menjadi segi tidak berhari-depan
selama dalam periode kualitas lama atau dalam periode masyarakat lama. Walau
mungkin, sesudah dalam kualitas baru atau dalam masyarakat baru, segi
berhari-depan dari kualitas lama atau masyarakat lama itu bisa bermutasi atau
berubah menjadi segi tidak berhari-depan. Tetapi, mutasi atau perubahan itu
baru terjadi sesudah dalam kualitas baru atau dalam masyarakat baru, dan tidak
akan terjadi selama dalam satu periode kualitas lama atau masyarakat lama.
Epistemologi
Materialis
Epistemologi
adalah teori tentang pengetahuan, yakni tentang asal dan lahirnya pengetahuan
serta peranan dan perkembangan pengetahuan.
1. Asal dan Lahirnya Pengetahuan
Asal Pengetahuan
Pengetahuan adalah berasal dari praktek, baik praktek
langsung maupun praktek tidak langsung. Praktek langsung adalah praktek atau
pengalaman sendiri. sedangkan praktek tidak langsung adalah praktek atau
pengalaman orang lain. Praktek langsung menimbulkan pengetahuan langsung,
sedang praktek tidak langsung, menimbulkan pengetahuan yang tidak langsung.
Dengan begitu, baik pengetahuan langsung maupun pengetahuan tidak langsung
kedua-duanya berasal dari praktek.
Dari kedua pengetahuan itu, pengetahuan langsung lebih
penting dari pengetahuan tidak langsung. Maka, praktek atau pengalaman langsung
juga lebih penting dari pada ptraktek atau pengalaman tidak langsung.
Pengetahuan langsung itu bersifat terbatas katrena
praktek langsung atau pengalaman sendiri juga terbatas. Sebaliknya, pengetahuan
tidak lansung bersifat luas karena praktek tidak langsung atau pengalaman orang
lain luas.
Lahirnya
Pengetahuan
Pengetahuan lahir melalui dua tingkat, yakni tingkat
sensasi dan rasio. Pengetahuan tingkat sensasi, atau sensasional adalah
pengetahuan yang langsung yang ditangkap secara apa adanya dari praktek. Pengetahuan
sensional bersifat kuantitatif dan sepotong-potong serta menyiuapkan
pengetahuan rasional. Karena itu, pengetahuan sensasional akan menjadi kurang
ada gunanya bagi ilmu pengetahuan atau tidak bisa menjadi ilmu pengetahuan bila
tidak ditingkatkan menjadi pengetahuan rasional. Pengetahuan sensasional yang
tidak ditingkatkan menjadi pengetahuan yang tidak rasional hanya akan menjadi
pengetahuan biasa, pengetahuan tingkat rendah yang sederhana yang bersifat
kuantitatif (kennis).
Adapun pengetahuan rasional adalah pengetahuan hasil
penangkapan, hasil penelitian dan penangkapan, serta merupakan penyimpulan dari
pengetahuan sensasional Dengan begitu, pengetahuan rasional adalah pengetahuan
yang tidak langsung dari praktek, pengetahuan tingkat kedua sebagai peningkatan
dan kelanjutan dari pengetahuan sensasional. Pengetahuan rasional bersifat luas
dan kualitatif. Lengkap, tidak sepotong-potong. Bersifat kombinatif dan
konklusif dari sejumlah pengetahuan sensasional yang sepotong-potong.
Pengetahuan rasional merupakan perubahan kualitatif dari pengetahuan
sensasioanl dan menjadi ilmu pengetahuan (wetenschap).
Tentang pengetahuan sensional dan pengetahuan rasional
itu ada pandangan yang ekstrim dan salah dari kaum sensasionalis dan kaum
rasionalis. Kaum sensasionalis memandang pengetahuan sensasional itu sebagai
pengetahuan obyektif dan benar karena pengetahuan sensasional adalah
pengetahuan yang lansung berasal dari praktek. Dengan begitu, pandangan kaum
sensasionalis adalah pandangan yang sepotong-potong. Kaum sensasionalis tidak
memandang sifat-sifat yang sempit, terbatas dan sepotong-potong dari
pengetahuan sensasional. Mereka seperti tidak memandang bahwa segala sesuatu
itu tidak hanya terdiri dari yang sepotong.
Karena itu keobyektifan dan kebenaran sesuatu tidak bisa
di pandang dari hanya sepotong itu. Sesuai dengan pandangannya, kaum
sensasionalis memandang pengetahuan rasional sebagai pengetahuan yang tidak
obyektif dan tidak benar, atau diragukan keobyektifan dan kebenarannya karena
pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang tidak langsung berasal dari
praktek. Dan karena rasio itu bisa salah salah dalam menyimpulkan, maka
penghetahuan rasional sebagai pengetahuan hasil penyimpulan itu pun bisa
salah.
Pengertian Aliran Esensialisme Dan Sejarahnya
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat
yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka
beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan
untuk umat manusia. Yang mereka maksud dengan kebudayaan lama itu adalah yang
telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama-tama dahulu. Akan tetapi yang
paling mereka pedomani adalah peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang
tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman
Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan
kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama
dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa
tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan
bertindak dalam semua cabang dari aktivitas manusia. Sumber utama dari
kebudayaan itu terletak dalam ajaran para ahli filsafat, ahli-ahli pengetahuan
yang telah mewariskan kepada umat manusia segala macam ilmu pengetahuan yang
telah mampu menembus lipatan qurun dan waktu dan yang telah banyak menimbulkan
kreasi-kreasi bermanfaat sepanjang sejarah umat manusia.
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari
gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/
sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus-ratus tahun, dan didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu.
Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”,
Pendidikan Sebagai Pemelihara Kebudayaan. Karena ini maka aliran Esensialisme
dianggap para ahli “Conservative Road to Culture” yakni aliran ini ingin
kembali kekebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan
kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme percaya bahwa
pendidikan itu harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia.
Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama sehinga
memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Ciri-Ciri Utama Aliran Esensialisme
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance
mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan
kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas,
serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu,
toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme
ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas
dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya
pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan
telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari
kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini,
dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya
pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah
pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang
membentuk corak Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini
bersifat eklektik, artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung
Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan
sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen
esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik;
sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya
bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah
sama dengan substansi gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada
jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat
mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme
yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1.
Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar
awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri
siswa.
2.
Pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam
masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies
manusia.
3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus
menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat
tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme)
memberikan sebuah teori yang lemah.
Pola Dasar Pendidikan Essensialisme
Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang
pola dasar pendidikan aliran esensialisme yang didasari oleh pandangan
humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniaan,
serba ilmiah dan materialistik.
Untuk mendapatkan pemahaman pola dasar yang lebih rinci
kita harus mengenal dari referensi pendidikan esensialisme. Imam Barnadib
(1985)11) mengemukakan beberapa tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran
aliran essensialisme dan sekaligus memberikan pola dasar pemikiran mereka.
1. Desidarius
Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke15 dan permulaan
abad ke 16, adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yanag berbijak
pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis
dan bersifat internasional, sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan
aristokrat.
2. Johann Amos Comeniuc
(1592-1670), tokoh Reinaissance yang pertama yang berusaha mensistematiskan
proses pengajaran. Ia memiliki pandangan realis yang dogmatis, dan karena dunia
ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikaan adalah membentuk
anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3. John Lock (1632-1704),
tokoh dari inggris dan populer sebagai “pemikir dunia” mengatakan bahwa
pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4. Johann Henrich
Pestalozzi (1746-1827), mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu
tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan
wajarnya. Selain itu ia percaya kepada hal-hal yang transendental, dan manusia
mempunyai hubungan transendental langsung dengan Tuhan.
5. Johann Frederich Frobel
(1782-1852), seorang tokoh transendental pula yang corak pandangannya bersifat
kosmissintetis, dan manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian
dari alam ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuan dari
hukum-hukum alam. Terhadap pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang
berekspresi kreatif, dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah
kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
6. Johann Fiedrich Herbart
(1776-1841), salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Ia
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebajikan dari Yang Mutlak, berarti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan,
dan ini pula yang disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian
pendidikan.
7. Tokoh terakhir dari
Amerika Serikat, William T. Harris (1835-1909)-pengikut Hegel, berusaha
menerapkan Idealisme Obyektif pada pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas
pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang
pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai
lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi
penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat
Beberapa Pandangan Dalam Esensialisme
Sebagai reaksi dalam tuntutan zaman yang ditandai oleh
suasana hidup yang menjurus kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang mulai terasa sejak abad ke15, realisme dan idealisme perlu
menyusun pandangan-pandangan yang modern. Untuk itu perlu disusun kepercayaan
yang dapat menjadi penuntun bagi manusia agar dapat jadi penuntun bagi manusia
agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan itu. Kepercayaan yang
dimaksud diusahakan tahan lama, kaya akan isinya dan mempunyai dasar-dasar yang
kuat.
Dasar-dasar yang telah diketemukan, yang akhirnya
dirangkum menjadi konsep filsafat pendidikan esensialisme ini, tamapk
manifestasinya dalam sejarah dari zaman Renaisans sampai timbulnya
Progresivisme.
a. Pandangan
Mengenai Realita
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah
suatu konsepsi bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula, ini berarti bagaimanapun
bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata
tersebut. Dibawah ini adalah uraian mengenai penjabarannya menurut realisme dan
idealisme.
Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme obyektif karena
mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tempat manusia didalamnya.
Terutama sekali ada dua golongan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi realisme
ini.
Dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat
dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisik ini dapat dipahami berdasarkan
adanya tata yang jelas khusus. Ini berarti bahwa suatu kejadian yang
sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, seperti misalnya daya
tarik bumi.
Idealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis
dibandingkan dengan realisme obyektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa
pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala
sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada
hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa
segala sesuatu yang ada ini nyata. Ajaran-ajaran Hegel memperjelas pandangan
tersebut diatas.
b. Pandangan
Mengenai Nilai
Nilai, seperti halnya pengetahuan berakar pada dan
diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung
dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme. Kedua aliran ini
menyangkutkan masalah nilai dengan semua aspek peri kehidupan manusia yang
berarti meliputi pendidikan. Pandangan dari dua aliran ini, yang mengenai nilai
pada umumnya dan nilai keindahan pada khususnya akan dipaparkan berikut ini.
Untuk hal yang pertama, dapatlah ditunjukan bahwa nilai
mempunyai pembawaan atas dasar komposisi yang ada. Misalnya, kombinasi warna
akan menimbulkan kesan baik, bila penempatan dan fungsinya disesuaikan dengan
pembawaan dari komponen-komponen yang ada.
Untuk hal yang kedua, dapatlah diutarakan bahwa sikap,
tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik
dan buruk.
c. Pandangan
Mengenai Pendidikan
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini
bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat
memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Disamping
itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai faham esensialistis
yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai
perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf
pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan. Usaha ini diisi dengan
pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang mengarah kepada
keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman
Renaisans.
Tokoh yang perlu dibicarakan dalam rangka menyingkap
sejarah esensialisme ini adalah William T. Harris (1835-1909). Sebagai tokoh
Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme
obyektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah
mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan (pasti)
bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara
nilai-nilai yang telah turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang
kepada masyarakat.
Oleh karena terasaskan adanya saingan dari
progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930 timbul organisasi yang bernama Esentialist
Comittee for the Advancement of Education. Dengan timbulnya Komite ini
pandangan-pandangan esensialisme (menurut tafsiran abad xx), mulai
diketengahkan dalam dunia pendidikan.
d. Pandangan
Mengenai Pengetahuan
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia
adalah sasaran pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang
mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai
pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang
adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara
makrokosmos dan mikrokosmos.
e. Pandangan
Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya
mengenai pribadi individual dengan menitikberatkan pada aku, menurut idealisme,
seseorang belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus
bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju
kemakrokosmos.
Sebagai contoh, dengan landasan pandangan diatas,
dapatlah dikemukakan pandangan Immanuel Kant (1724-1804). Dijelaskan bahwa
segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan unsur a
priori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
f. Pandangan
Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu
hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber
atas pandangan ini, kegiatan-kegiatan pendidikan dilakukan. Pandangan dari dua
tokoh dipaparkan dibawah ini.
Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This
New Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas
fundamental tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat
yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada
yang serba baik tersebut. Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa kegiatan atau
keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen
itu.
Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School,
mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya
kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan
yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai
empat bagian, ialah :
a. Universum.
Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya
dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat
yang diperluas.
b. Sivilisasi. Karya
yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi
manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan,
hidup aman dan sejahtera.
c. Kebudayaan.
Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan,
agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d. Kepribadian.
Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak
bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk
pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang
bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam
sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola
kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan
sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan
prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar