Nasionalisme Pendidikan Dalam Lintasan Sejarah
1. Pengertian Nasionalisme
Asal kata nasionalisme adalah nation yang berarti bangsa. Dalam
pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu persekutuan
hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup
tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan
adat-istiadat.
Sedangkan dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah
yang sama, dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu
kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
Sedangkan mengenai nasionalisme sendiri banyak rumusan, diantaranya:
a. Hans Kohn
“Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan”.
b. Lothrop Stoddard
“Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa, suatu kepercayaan yang
dianut oleh sejumlah besar manusia sehingga mereka membentuk suatu
kebangsaan dalam bentuk kebersamaan”.
c. Nazaruddin Sjamsuddin
“Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada negara”.
d. Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia
Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan
nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu
bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu
kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai,
memelihara dan mengabdi identitas, persatuan, kemakmuran, dan kekuatan
atau kekuasaan negara bangsa yang bersangkutan.
Sementara menurut Sartono Kartodirjo, bahwa nasionalisme memuattentang
kesatuan (unity), kebebasan (liberty), kesamaan (quality), demokrasi,
kepribadian nasional serta prestasi kolektif. Jadi nasionalisme ialah
suatu paham kesadaran untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa karena
adanya kebersamaan kepentingan, rasa senasib sepenanggungan dalam
menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan, harapan dan
tujuan dalam merumuskan cita-cita masa depan bangsa. Untuk mewujudkan
kesadaran tersebut dibutuhkan semangat patriot dan perikemanusiaan yang
tinggi, serta demokratisasi dan kebebasan berfikir sehingga akan mampu
menumbuhkan semangat persatuan dalam masyarakat yang pluralis.
Sebagai paham kebangsaan, nasionalisme mengandung prinsip dan nilai-nilai pendidikan sebagai berikut:
a. Persatuan
Cinta tanah air berimplikasi pada setiap orang berkewajiban menjaga dan
memelihara semua yang ada di atas tanah airnya, sehingga muncul
kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan
inilah yang menurut Bung Hatta sebagai prinsip nasionalisme yang
pertama. Kemudian prinsip ini pula yang memotivasi bangsa Indonesia
untuk bersatu padu dan berlomba-lomba memajukan Indonesia melalui
nilai-nilai pendidikan.
b. Pembebasan
Nasionalisme merupakan pengakuan kemerdekaan perseorangan dari kekuasaan
atau pembebasan manusia dari penindasan perbudakan. Nasionalisme dalam
konteks inilah yang akan membangun segenap keadaan realitas manusia
tertindas menuju manusia yang utuh.
Ketertindasan yang berawal dari rendahnya daya pikir dan wawasan yang
bermuara pada rendahnya kualitas pendidikan, hingga mudah dipecundangi
oleh bangsa asing.
c. Patriotisme
Patriotisme ialah semangat cinta tanah air; sikap seseorang yang
bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah
airnya. Sehingga nasionalisme meliputi patriotisme.
Watak nasionalisme adalah “watak pemerdekaan, pembebasan, pertolongan
dan mengangkat kaum kecil dan miskin ke harkat-martabat kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Dengan sendirinya posisi nasionalisme sangat
strategis, yaitu sebagai pendorong dalam rangka membebaskan dari segala
belenggu penindasan dan membangkitkan kasih yang senasib dan
seperjuangan, menumbuhkan keberanian dan perasaan ingin melindungi
terhadap sesama serta mampu memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Bangsa dan negara merupakan kesatuan komunitas masyarakat pluralis yang
di dalamnya terdapat berbagai macam unsur yang saling melengkapi yang
diatur dalam sebuah sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama. Nasionalisme tidak dibatasi oleh suku, bahasa,
agama, daerah dan strata sosial. Nasionalisme memberi tempat segenap
sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup. Kemajemukan
masyarakat bukanlah penghalang untuk mewujudkan suatu tujuan dan
cita-cita dalam hidup bernegara ketika nasionalisme dijadikan sebagai
landasan dalam kehidupan yang pluralis. Dengan nasionalismelah
masyarakat yang serba pluralis dapat bersatu padu dalam bingkai
persamaan hak dan demokratisasi.
Atau dalam bahasanya Ruslan Abdul Gani adalah Nasionalisme yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, ber-Perikemanusiaan yang berorientasi
Internasionalisme, ber-Persatuan Indonesia yang patriotik,
ber-Kerakyatan atau Demokrasi serta berkeadilan sosial untuk seluruh
rakyat.
2. Latar Belakang Munculnya Nasionalisme
Nasionalisme muncul dan berkembang menjadi sebuah paham (isme) yang
dijadikan sebagai landasan hidup bernegara, bermasyarakat dan berbudaya
dipengaruhi oleh kondisi histori dan dinamika sosio kultural yang ada di
masing-masing negara.
Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme itu terdiri atas
persamaan-persamaan darah (keturunan), suku bangsa, daerah tempat
tinggal, kepercayaan agama, bahasa dan kebudayaan. Nasionalisme akan
muncul ketika suatu kelompok suku yang hidup di suatu wilayah tertentu
dan masih bersifat primordial berhadapan dengan manusia-manusia yang
berasal dari luar wilayah kehidupan mereka. Lambat laun ada unsur
tambahan, yaitu dengan adanya persamaan hak bagi setiap orang untuk
memegang peranan dalam kelompok atau masyarakat (demokrasi politik dan
demokrasi sosial) serta adanya persamaan kepentingan ekonomi. Inilah
yang kemudian dikenal dengan istilah nasionalisme modern. Dilihat dari
sejarah perkembangannya, nasionalisme mula-mula muncul menjadi kekuatan
penggerak di Eropa Barat dan Amerika Latin pada abad ke-18. Di Amerika
Utara misalnya, bahwa nasionalisme lahir karena perluasan dibidang
perdagangan kira-kira pada 1000. Ada pula yang berpendapat bahwa
manifestasi nasionalisme muncul pertama kali di Inggris pada abad ke-17,
ketika terjadi revolusi Puritan.
Namun dari beberapa pendapat tersebut dapat dijadikan asumsi bahwa
munculnya nasionalisme berawal dari Barat (yang diistilahkan oleh
Soekarno sebagai nasionalisme Barat) yang kemudian menyebar ke
daerah-daerah jajahan. Dengan kalimat lain bahwa, “As a historical
symptom, nationalism emerged as the response to a political, economic,
social, and cultural context, particularly the one brought on by
colonialism”. Yaitu sebagai gejala historis, munculnya nasionalisme
merupakan respon terhadap suasana politik, ekonomi, sosial dan budaya,
terutama respon terhadap penjajahan.
Di Indonesia, gerakan nasionalisme mulai bangkit pada tahun 1908 yang
ditandai dengan berdirinya organisasi “Boedi Oetomo”. Hal ini serupa
dengan yang ditulis oleh Charles Wolf. Jr., yaitu: The formal
nationalist movement in the Indies began in Java in 1908 with the
organization of the Boedi Oetomo… Namun bentuk nasionalisme yang
berkembang pada saat itu kebanyakan masih bersifat kedaerahan kelompok,
belum pada tataran kenegaraan.
Seperti halnya Indonesia yang merupakan negara bekas jajahan wilayah
Timur menurut pandangan Partha Chatterjee bahwa dalam hal pemikiran
maupun gagasan kaum nasionalis tetap mengadopsi pemikiran Barat dalam
usaha menemukan ideologi pasca kemerdekaan, yaitu nasionalisme yang
bersifat antikolonialisme. Nasionalisme antikolonialisme memisahkan
dunia materi dan dunia spirit yang membentuk institusi dan praktik
sosial masyarakat pascakolonial. Dunia materi adalah "dunia luar"
meliputi ekonomi, tata negara, serta sains dan teknologi. Dalam domain
ini superioritas Barat harus diakui dan mau tidak mau harus dipelajari
dan direplikasi oleh Timur. Dunia spirit, pada sisi lain, adalah sebuah
"dunia dalam" yang membawa tanda esensial dari identitas budaya. Semakin
besar kemampuan Timur mengimitasi kemampuan Barat dalam dunia materi,
semakin besar pula keharusan melestarikan perbedaan budaya spiritnya. Di
domain spiritual inilah nasionalisme masyarakat pascakolonial mengklaim
kedaulatan sepenuhnya terhadap pengaruh-pengaruh dari Barat.
Kendati demikian, Chatterjee menambahkan bahwa dunia spirit tidaklah
statis, melainkan terus mengalami transformasi karena lewat media ini
masyarakat pascakolonial dengan kreatif menghasilkan imajinasi tentang
diri mereka yang berbeda dengan apa yang telah dibentuk oleh modernitas
terhadap masyarakat Barat. Hasil dari pendaulatan dunia spiritual ini
membentuk sebuah kombinasi unik antara spiritualitas Timur dengan
materialitas Barat yang mendorong masyarakat pascakolonial
memproklamasikan budaya "modern" mereka yang berbeda dari Barat.
Dikotomi antara dunia spirit dan dunia material seperti yang dijelaskan
Chatterjee pada satu sisi mengikuti paradigma Cartesian tentang
terpisahnyaraga dan jiwa. Namun, di sisi lain ia menunjukkan bahwa
penekanan dunia spirit dalam masyarakat pascakolonial adalah bentuk
respons mereka terhadap penganaktirian dunia spirit oleh peradaban
Barat. Karena itu, masyarakat pascakolonial mencoba mengambil peluang
tersebut untuk membangun sebuah jati diri yang autentik dan berakar pada
apa yang telah mereka miliki jauh sebelumnya. Hasilnya berupa bangunan
materi modernitas yang dibungkus oleh semangat spiritualitas Timur.
Implikasi strategi ini dalam bangunan nasionalisme pascakolonial dapat
dilihat dari upaya-upaya kaum elite nasionalis membangun sebuah ideologi
nasionalisme yang memiliki kandungan spiritual yang tinggi sebagai
representasi kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh peradaban Barat.
Orientasi spiritualitas Timur mengilhami lahirnya konsep Pancasila yang
dilontarkan oleh Soekarno kali pertama dalam rapat BPUPKI tanggal 1 Juni
1945. Dalam pidatonya, Soekarno mengklaim bahwa Pancasila bukan hasil
kreasi dirinya, melainkan sebuah konsep yang berakar pada budaya
masyarakat Indonesia yang terkubur selama 350 tahun masa penjajahan.
Bagi Soekarno, tugasnya hanya menggali Pancasila dari bumi pertiwi dan
mempersembahkannya untuk masyarakat Indonesia. Argumen tersebut
menunjukkan bahwa nasionalisme Indonesia sebagai sebuah model
nasionalisme masyarakat pascakolonial jauh lebih kompleks dan ambivalen
baik dari kategorisasi. Artinya, domain spiritual dalam nasionalisme
Indonesia bagaimanapun diisi oleh elemen-elemen yang melekat erat pada
dan lahir dari proses dialektis dengan kolonialisme. Mengklaim bahwa
nasionalisme Indonesia berakar secara "alami" pada budaya lokal masih
belum sepenuhnya tepat memiliki landasan historis.
Selain itu, menurut kacamata keagamaan, Indonesia yang merupoakan Negara
dengan penduduk mayoritas beragama Islam memiliki cara pandang
tersendiri. Sebagaimana kaum nasionalis muslim yang bergerak dan bersatu
dalam ruang organisasi keislaman berupa Sarekat Islam yang dipimpin
oleh Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto. Pada dasarnya, pemikiran
maupun pergerakan mereka adalah mencoba mengapilkasikan pemikiran yang
bersumber pada Islam yaitu Alquran dan Hadits yang notabene menyeru pada
persatuan dan anti bercerai berai antar umat manusia. Dalam Islam,
kebangsaan atau cinta tanah air adalah merupakan sebagian dari Iman,
sebagaimana doktrin hubbul wathan minal iman (cinta tanah air merupakan
bagian dari iman). Sebagai kepercayaan, Islam menentang semangat
memusuhi bangsa lain, dan sikap yang demikian ini merupakan ciri
nasionalisme. Bukan tanpa alasan mengapa Tjokroaminoto maupun nasionalis
muslim lain berkeyakinan dan berprinsip demikian, karena jauh sebelum
nasionalisme menggapai bumi Indonesia, di beberapa negara Islam
nasionalisme sudah terlebih dulu diterapkan.
Di beberapa negara Islam, gerakan nasionalisme terjadi pada penghujung
abad ke – 19, dimana sebagian besar wilayah Islam sudah di bawah
kekuasaan Barat Kristen, baik di bidang ekonomi, militer maupun politik
yang mengakibatkan runtuhnya susunan politik Islam yang tradisional yang
kemudian terjadilah perlawanan untuk menentang intervensi Kolonialis
tersebut. Diantaranya adalah munculnya para tokoh gerakan Islam seperti
Jamaluddin al-Afghani, dengan seruanya menentang imperialisme dan
mengusahakan kebebasan, meningkatkan kesadaran intelektual yang berakar
pada sikap kembali kepada Islam . Dalam perkembangannya, nasionalisme
yang muncul di berbagai negara tersebut secara tidak langsung mengilhami
bentuk-bentuk ideologi sekaligus dijadikan sebagai falsafah kenegaraan.
Sehingga cinta tanah air tidak hanya sebatas merebut dan mempertahankan
kemerdekaan melainkan juga mempunyai banyak nilai-nilai luhur yang
bernilai pendidikan. Dengan adanya akar nasionalisme sebagai rasa cinta
tanah air, maka disitu pula akan tumbuh sikap patriotisme, rasa
kebersamaan, kebebasan, kemanusiaan dan sebagainya. Karena nasionalisme
dibangun oleh kesadaran sejarah, cinta tanah air, dan cita-cita politik.
Nasionalisme menjadi faktor penentu yang mengikat semangat serta
loyalitas untuk mewujudkan cita-cita setiap negara.
3. Nasionalisme Pendidikan
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme telah melahirkan banyak negara dan
bangsa merdeka di seluruh dunia. Hal ini antara lain, disebabkan
karena nasionalisme telah memainkan peranan yang sangat penting dan
positif didalam menopang tumbuhnya persatuan dan kesatuan, serta
nilai-nilai demokrasi, yang oleh karena itu negara bangsa yang
bersangkutan dapat melaksanakan pembangunan nasional sebagai upaya
peningkatan kemakmuran dan peningkatan kualitas pendidikan rakyat.
Menyinggung masalah pendidikan, bahwa kualitas pendidikan sangatlah
berpengaruh pada proses hidup dan kehidupan manusia. Seperti ungkapan
pepatah bahwa sepanjang hidup adalah pendidikan ( life long education).
Maka kehidupan manusia adalah persoalan pendidikan untuk menjadi manusia
seutuhnya.
Sampai detik ini, masalah pendidikan tetap menjadi persoalan manusia dan
bangsa manapun. Jika pendidikan sedang mengalami krisis, berarti semua
orang atau bangsa di dunia ini juga mengalami krisis kependidikan yang
nantinya berimbas pada terjadinya krisis multidimensi. Secara filosofis,
jika ada seseorang yang menderita kemiskinan, sementara manusia lainnya
mengalami kemakmuran, maka dapat dipastikan bahwa pihak pertama
merupakan akibat dan pihak kedua berposisi sebagai penyebab. Padahal
pada dasarnya manusia adalah mahluk yang dibekali dengan kecerdasan
spiritual, intelektual maupun moral hingga berpotensi untuk menjadi
mahluk yang sempurna. Sehingga harus ada keseimbanagan antar manusia
yang tersusun dalam satu rangkaian system fungsional yang organic
mekanistik.
Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pembelajaran penanaman nilai –
nilai luhur untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hal itu dilakukan secara
kesinambungan demi mengembangkan kecerdasan manusia sebagai suatu
potensi mutlak dalam rangka mencapai keseimbangan hidup secara
individual, bermasyarakat maupun yang bersifat ketuhanan. Pertanyaan
selanjutnya adalah, bentuk atau wujud-wujud pendidikan ( pembelajaran
hidup) seperti apa yang layak untuk diketahui, dipahami hingga akhirnya
diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam arti luas, pendidikan dapat didentifikasikan karakteristiknya sebagai berikut:
- Pendidikan berlangsung sepanjang jaman ( life long education), artinya pendidikan berlangsung dari generasi ke generasi dan berlangsun tanpa henti.
- Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia, artinya pendidikan berproses disamping pada bidang pendidikan sendiri juga di bidang ekonomi, politik, hukum, keamanan, teknologi, perindustrian dan sebagainya. Di setiap bidang kehidupan pasti terkandung pendidikan, terlepas apakah persoalan itu sengaja diciptakan atau memang terjadi secara alami.
- Pendidikan berlangsung di segala tempat, segala waktu, artinya pendidikan berproses di setiap kegiatan kehidupan manusia.
- Obyek utama pendidikan adalah pembudayaan manusia dalam memanusiakan diri dan kehidupannya.
Dengan demikain, karena pendidikan berlangsung pada seluruh aspek
kehidupan manusia, baik disengaja ataupun alami, pendidikan selalu
berlangsung apapun yang menjadi tujuan hidup manusia adalah tujuan
pendidikan itu sendiri. Hal tersebut menasbihkan suatu ketetapan bahwa
antara kehidupan manusia dan pendidikan adalah bereksistensi layaknya
roh dan tubuh manusia. Bagi kehidupan manusia, pendidikan adalah mutlak
perlu. Menurut Francis Wahono, pendidikan di Indonesia semestinya harus
mendasarkan keseimbanmgan hidup manusia sebagai subyek utama dalam tiap
langkah penyelenggaraannya. Adapun kriteria pendidikan yang ideal
menurut Wahono adalah yang mengandung prinsip – prinsip sebagai berikut:
- Pendidikan harus humanis populis yaitu berorientasi pada pembebasan manusia untuk memperoleh kemerdekaan secara menyeluruh dalam seluruh bidang kehidupan.
- Pendidikan demokratis. Sementara menurut Mansoer Fakih, pendidikan sebagai proses yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam menyiapkan generasi penerusnya agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka anut, sesungguhnya merupakan salah satu tradisi umat manusia yang hamper setua sia manusia.
Pada tataran konsep maupun praksisnya, pendidikan memang muncul dalam
berbagai bentuk dan paham. Pendidikan banyak dipahami sebagai wahana
untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, alat pembentukan watak, alat
pelatihan ketrampilan, alat mengasah otak, serta media meningkatkan
ketrampilan kerja. Sementara bagi paham lain, pendidikan lebih diyakini
sebagai suatu media atauwahana untuk menananmkan nilai-nilai moral dan
ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan
taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status
social, alat menguasai teknologi serta media untuk menguak rahasia alam
raya dan manusia. Namun tak sedikit pula para praktisi dan pemikir
pendidikan yang menempatkan pendidikan justru sebagai wahana untuk
menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta
wahana untuk pembebasan manusia.
Sementara bagi kaum nasionalis, yang mendasarkan prinsip cinta tanah air
berdasar pada rasa cinta sesama manusia seperti halnya Jamaluddin Al
Afghani di Mesir dengan gerakan Pan Islamismenya. Misalnya juga Mahatma
Ghandi, tokoh spiritual dan nasionalis India. Kemudian dalam konteks
Indonesia sendiri terdapat RA. Kartini, Ki Hajar Dewantara dan Soekarno
selain tokoh pendidikan nasionalis lain.
Jamaluddin Al Afghani yang terkenal dengan seruanya menentang
imperialisme dan mengusahakan kebebasan, meningkatkan kesadaran
intelektual yaitu membangkitkan kualitas pengetahuan ( pendidikan) umat
islam yang tertinggal, yang berakar pada sikap kembali kepada Islam.
Sengan usahanya yang telah membangunkan dan menjunjung rakyat Islam di
seluruih benua asia dari kegelapan dan kemunduran. Al Afghani menanam
benih nasionalisme, hingga menjadi bapak nasionalisme Mesir dalam
segenap bagian- bagiannya.
Dengan prinsip rasa cinta sesama manusia, mahatma ghandi berupaya
membangkitkan semangat kemerdekaan bagsa India dari keterkungkungan
inggris dan koloninya. Dengan pemikiran-pemikiran bijaknya, Gandhi
mencoba mengetengahkan kondisi bangsa India yang jelata, terbelenggu
kemerdekaan raga dan fikirannya, takut berjuang, terlebih karena di
India terdapat banyak kepercayaan. Dengan semangat perjuangan yang
diprovokasikan Gandhi berdasar prinsip cinta sesama tersebut, akhirnya
secara perlahan India bisa memperoleh kemerdekaannya.
Dalam konteks keIndonesiaan terdapat beberapa tokoh yang mengilhami
terbentuknya UUD 1945 yang mengedepankan kualitas bangsa. seperti yang
termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yaitu bahwa tujuan adanya
negara-bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui
paradigma populis demokratis humanis sebagaimana juga sesuai dengan
kebijakan pendidikan pada Kabinet Indonesia Bersatu yakni pemerataan
pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan.
Selain itu, seperti yang tersirat dalam lima sila Pancasila yang
mengandung prinsip pendidikan nasionalisme. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain toleransi berbangsa dalam beragama Indonesia yang memiliki
lima agama dan banyak kepercayaan adat, hal ini tersurat pada sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip kedua pada sila kedua
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah adanya kesetaraan hak dan
kewajiban seluruh bangsa Indonesia sebagai manusia yang sama dimata
Tuhan dan dunia. Sila ketiga Persatuan Indonesia mengandung esensi
persatuan dan kesatuan seluruh bangsa yang plural terdiri dari beragam
suku, agama, ras maupun bahasa. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaa ( dalam permusyawaratan perwakilan, sila ini mengandung
makna demokrasi dalam tiap penyelenggaraan pemerintahan dengan
musyawarah sebagai proses pelaksanaannya. Sila terakhir adalah keadilan
sosial bagi seluruih rakyat Indonesia, sila ini ingin menegaskan bahwa
setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama di
mata hukum. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam tiap sila pancasila
merupakan representasi dari prinsip-prinsip nasionalisme yang digaungkan
Soekarno.
Jauh sebelum prinsip Nasionalisme lahir, telah terbit beberapa tokoh
yang mengilhami, menginspirasi maupun penggerak perubahan kualitas
pendiikan Indonesia, yang kesemuanya mendasarkan paa prinsip cinta tanah
air, cinta sesama dan bangsa ( nasionalisme).
a. RA. Kartini
Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 april 1879.33
Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi wanita, tokoh pendidikan yang
berlatar cinta tanah air dan sesama. Pada zaman kartini belum lahir,
kedudukan kaum wanita Indonesia masih sangat terbelakang. Keadaan
semacam ini disebabkan oleh adanya susunan dan pandangan masyarakat yang
masih kolot. Menurut susunan dan pandangan masyarakat, kaum wanita di
Indonesia hanya mempunyai kewajiban dan tanpa hak apapun .
Setiap hari mereka hanya bekerja untuk rumah tangga dan mengasuh
anak-anaknya. Selain itu, yang mereka tahu hanya bagaimana harus
berbakti dan taat pada suaminya. Para wanita Indonesia tidak
diperkenankan melakukan kegiatan lain selain yang sudah ditentukan oleh
suami maupun adat. Dan realitanya, para wanita menerima semua itu dengan
legawa karena menganggap semua itu sudah ketentuan tradisi dari nenek
moyangnya. Sehingga para wanita Indonesia cenderung kurang berpendidikan
bahkan buta huruf karena mereka tidak diberi hak untuk bersekolah.
Kenyataan inilah yang menjadi titik awal motivasi perjuangan kartini.
Berprinsip pada cinta sesama, sesama bangsa terlebih sesama kauma
wanita, Kartini melakukan beragam pemikiran dan pergerakan.
Dalam hal pendidikan di sekolah, Kartini menganjurkan agar anak- anak
diberi pendidikan modern. Hal ini bukan bermaksud mem-belandakan atau
men-eropa-kan orang Indonesia. Namun, berpendidikan modern dengan tetap
sebagai orang Indonesia yang cinta pada tanah airnya dan berjiwa
Indonesia. Dalam hal ini, Kartini bermaksud melakukan asimilasi, yakni
segi-segi pendidikan dari luar diambil kemudian dipadukan dengan
segi-segi pendidikan Indonesia pula. Diharapkan dari percampuran itu,
niscaya akan tercipta sesuatu yang lebih baik. Cita-cita dan pemikiran
Kartini tersebut ditulis dalam suratnya yang tertanggal 12 Juni 1902.
Dalam hal peradaban, Kartini juga sangat menganjurkan pendidikan budi
pekerti, hal ini dimaksudkan sebagai penyaring peradaban barat yang
dianggap kurang sesuai dengan jiwa ketimuran Indonesia. Tidak hanya
sebatas itu, pemikiran hebat Kartini juga menyoal pendidikan yang
diadakan oleh kolonial Belanda yang dirasa masih banyak kekurangan
hingga belum mampu mencerdaskan bangsa Indonesia. Para murid hanya
diajari membaca, menulis, bahasa daerah dan berhitung. Kartini
menginginkan adanya kesempurnaan pendidikan dengan pengadaan pelajaran
bahasa Indonesia, bahasa melayu dan bahasa Belanda. Karena menurutnya,
bahasa-bahasa tersaebut akan memudahkan murid untuk mempelajari
ilmu-ilmu yang berbahasa asing supaya pengetahuan lebih luas. Sementara
bagi Belanda, hal tersebut dikhawatirkan menjadi boomerang yang siap
menghancurkan kolonialisme. Kartini menuntut supaya pemerintah Hindia
Belanda segera mengubah politiknya dan mengadakan
pembaharuan-pembaharuan yang berguna bagi rakyat. Untuk itu, Kartini
juga berusaha mendirikan sekolah sendiri dan bertanggungjawab sebagai
guru. Tujuan Kartini waktu itu hanya satu, yaitu memperbaiki keadaan
pendidikan. Sekolah yang didirikan Kartini dikhususkan untuk perempuan
dengan memebri nama sekolahnya "Sekolah Gadis" . Perjuangan Kartini
berakhir seiring dengan wafatnya pada 17 septemer 1904.
b. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir pada tahun 1928 di Yogyakarta. Dia dikenal
luas sebagai seorang pendidik, budayawan maupun nasionalis pendidikan
yang hebat. Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai pejuang untuk memberi
jawaban atas pertanyaan" pendidikan apakah yang paling cocok untuk
anak-anak Indonesia. Jawaban yang paling tepat adalah pendidikan
nasional.
Usaha mewujudkan pendidikan nasional tersebut dimulai pada 3 juli 1922
dengan mendirikan perguruan kebangsaan Taman Siswa yang pertama di
Yogyakarta. Pada waktu itu nama yang dipakai adalah National Onderwijs
Instituut Taman Siswa ( Lembaga Pendidikan Sekolah Taman Siswa).
Melalui perguruan taman siswa, Ki Hajar Dewantara mencurahkan tenaga dan
pikirannya untuk kepentingan nusa dan bangsa. Taman siswa melaksanakan
kerja duta dan kerja membantu. Tugas yang pertama dimaksudkan untuk
mendidik rakyat agar berjiwa kebangsaan dan berjiwa merdeka, untuk
menjadi kader-kader yang mampu mengangkat derajat nusa dan bangsanya
hingga bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang merdeka. Tugas yang
kedua, kerja membantu dimaksudkan untuk membantu perluasan pendidikan
dan pengajaran yang pada saat itu sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
sedang sekolah yang disediakan oleh pemerintah Belanda sangatlah
terbatas.
Dalam penyelenggaraanya, Taman Siswa berjalan dengan kekuatan sendiri,
tidak menerima subsidi dari pemerintah kolonial. Sebagai konsekuensinya,
maka pejuang-pejuang Taman Siswa harus berani hidup sederhana penuh
pengabdian. Selain itu. Di Taman Siswa tidak hanya menghendaki
pembentukan intelek, tetapi juga dan terutama pendidikan dalam arti
pemeliharaan dan latihan susila dengan menggunakan cara kekeluargaan.
Dalam praksisnya, seorang guru atau pamong tidak hanya sekedar mengajar
melainkan juga mendidik.
Dalam melaksanakan tugasnya, mengajar dan mendidik, pamong harus memberi
tuntunan dan menyokong pada anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang
berdasarkan kekuatan sendiri( bersifat kemandirian). Metode ini disebut
metode Among dengan semboyan yang digunakan adalah Tut Wuri Handayani
yang artinya mendorong anak didik untuk membiasakan diri mencari dan
belajar sendiri. Sementara fungsi pamong dalam hal ini hanyalah
mengikuti di belakang bertugas mengamati dengan segala perhatian,
pertolongan diberikan hanya jika diperlukan.
c. Soekarno
Memasuki abad 20, tepatnya pada tanggal 6 juni 1901, telah lahir tokoh
berpengaruh, nasionalis, budayawan dan pemikir pendidikan Indonesia yang
berwajah modern. Secara universal yang bernama Soekarno. Sejak muda
sampai terpilih menjadi presiden pertama Indonesia, Soekarno dengan
radikal telah menunjukkan kedalaman berpikirnya dalam dunia pendidikan
selain politik dan budaya.
Dalam pemikirannya, soekarno sedikit banyak telah mengadopsi pola
pendidikan kolonial Belanda yang dianggap terbuka, egaliter, dan
menanamkan kedalaman berpikir dengan cara membiasakan seseorang
mempelajari berbagai pemikiran dari sumbernya. Meski hal tersebut hanya
berlaku bagi kalangan pelajar tertentu saja. Berangkat dari kenyataan
bangsa Indonesia yang masih jauh tertinggal dalam hal kualitas
pendidikan dari negara-negara barat, soekarno termotivasi untuk
melakukan perbaikan dan pembaharuan. Bagi soekarno, kualitas pendidikan
sangatlah punya andil dalam pembentukan karakter suatu bangsa hingga
dimana hal tersebut akan bermuara pada peradaban dan kesejahteraan
bangsa yang tinggi. Soekarno ingin menegaskan bahwa hanya dengan
pendidikan sajalah yang akan menjadi proses untuk meningkatkan daya
gerak bangsa menuju kemajuan, yang salah satu prasyarat materiil
kemajuan adalah tenaga produktif yang bernama IPTEK (Ilmu Pengetahuan
Dan Teknologi).37Tanpa itu, Indonesia selamanya akan menjadi kuli dan
hanya bergantung pada IPTEK negara lain.
Sejak muda, soekarno dengan gagah beraninya melakukan gerakan-gerakan
radikal yang menggemparkan dunia terjajah, Indonesia. Dalam upaya
memerdekakan bangsanya yang tertindas, Soekarno senantiasa membuka mata,
telinga, pikiran dan indra keenamnya( naluri) untuk dengan sigap
melakukan manuver-manuver. Berasas pada cinta sesama sebagai suatu
bangsa yang menghirup udara dan meneguk air yang sama di bumi Indonesia,
Soekarno gemar melakukan propaganda baik malaui media tulis (surat
kabar), pidato maupun tulisan-tulisan lain sebagai karya fenomenalnya
yang kemudian dibukukan. Satu hal yang ingin ditegaskan oleh Soekarno
pada tiap pemikiran dan pergerakannya adalah ahwa bangsa Indonesia harus
bangun dari kemapanan dan keterbuaian kolonial yang dianggap mematikan.
Menurut Soekarno, kondisi bangsa sudah sangatlah memprihatinkan.
Kapitalisme dan imperialisme yang dikukuhkan penjajah semakin membuat
anggota marhaen ( kaum jelata) kian hari kian bertambah. Hal mendasar
yang disoroti Soekarno sebagai faktor terjeratnya bangsa Indonesia
kondisi tersebut adalah karena begitu tertinggalnya bangsa Indonesia
dalam hal pendidikan, pengetahuan yang bersumber pada mandegnya nilai-
nilai mencari kebenaran baru. Hal ini menjadikan bangsa Indonesia mudah
dibodohi dan diadu domba. Semua itu tidak lepas dari adanya
doktrin-doktrin agama yang semakin menyudutkan bangsa pada level
kemunduran. Sehingga menurut Soekarno, sudah saatnya bangsa Indonesia
bangun dan mengejar ketertinggalan, bahkan jika untuk itu harus berani
mengadopsi ilmu dan pengetahuan dari barat yang notabene dalam pergaulan
dan nasionalismenya sangat ditentang oleh Soekarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar