Senin, 09 Januari 2017


1.   Manusia Dan Ilmu Pengetahuan
Masih ada upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara memahami macam-macam pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain-Nya dimuka bumi ini. Hali ini disebabkan manusia memiliki akal dan fikiran (rasio), sehingga ia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudaya. Kemampuan mengembangkan diri itu dilakukan manusia melalui interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Filsafat adalah salah satu jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan filsafat. Akan tetapi apa itu pengetahuan? Pengetahuan ialah keadaan tahu atau pengetahuan ialah semua yang diketahui. Pernyataan ini bukan definisi pengetahuan, tetapi sekedar menunjukan apa kira-kira pengetahuan. Manusia ingin tahu, lantas ia akan mencari dan memperoleh pengetahuan. Nah, yang diperolehnya itulah yang bisa dikatakan dengan pengetahuan. Pengetahuan ialah semua yang diketahui. Sebagai contoh, seseorang ingin mengetahui jika jeruk ditanam, apa buahnya. Kemudian ia menanam bibit jeruk. Ia dapat melihat buahnya adalah jeruk. Jadi tahulah dia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pada dasarnya, pengetahuan jenis inilah yang disebut dengan pengetahuan sains. Sebenarnya pengetahuan sains tidak sesederhana itu. Pengetahuan sains harus menggunakan logika juga. Pengetahuan sains ialah pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris (bukti nyata). Dalam bentuknya yang telah baku, pengetahuan sains itu memiliki pradigma dan  metode tertentu. Pradigmanya bisa disebut pradigma positif dan metodenya bisa disebut metode ilmiah. Formula utama dalam pengetahuan sains ialah buktikan bahwa itu logis dan tunjukan bukti empirisnya. Adakalanya kita menyaksikan ada bukti-bukti empiris, tetapi tidak logis. Yang seperti ini bukan pengetahuan sains (pengetahuan ilmiah). Misalnya, bila ada gerhana pukullah kentongan, maka gerhana itu akan segera menghilang. Itu suatu pengetahuan dan dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila ada gerhana pukullah kentongan maka lama kelamaan gerhana itu akan hilang. Terbukti. Akan tetapi, itu bukan pengetahuan ilmiah sebab tidak ada bukti logis yang dapat menghubungkan berhentinya gerhana dengan kentongan yang dipukul. Pengetahuan begini mungkin bisa disebut dengan pengetahuan takhayul. Dari sini dapat juga kita ketahui bahwa objek yang dapat diteliti oleh pengetahuan sains hanyalah objek empiris sebab ia harus menghasilkan bukti empiris.
Mari kita kembali pada contoh tadi; jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini sudah berguna bagi kehidupan. Berguna bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh manusia. Akan tetapi, ada orang yang ingin mengetahui lebih. Misalnya, untuk menjawab pertanyaan ini peneliti tidak dapat lagi dilakukan pada objek yang empiris karena objek tersebut tidak ada pada bibit atau pohon  jeruk. Akan tetapi jika kita ingin tahu jawabannnya, kita harus berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Yang dipikirkan memang jeruk, tetapi bukan jeruk yang empiris. Jika dipikir secara serius, maka muncullah jawaban: jeruk berbuah jeruk karena ada aturan atau hokum yang mengatur agar jeruk berbuah jeruk. Para ahli menyebutnya hokum gene. Hukum ini tidak kelihatan, tidak empiris, tetapi akal mengatakan bahwa hukum itu ada. Jeruk berbuah jeruk karena ada aturan yang mengaturnya demikian. Ini adalah pengetahuan filsafat. Kebenarannya hanya bisa dipertanggung jawabkan secara logis, tidak secara empiris. Pradigmanya logis, metodenya fikir. Pengetahuan filsafat masih dapat maju selangkah lagi. siapa yang membuat hokum itu tadi? Pikiran masih dapat menjawab, yang membuat hokum itu pasti yang mahapintar, orang menyebutnya tuhan, dan pengetahuan ini masih pengetahuan filsafat.
Ada segelintir orang yang nekat, masih ingin tahu siapa tuhan itu, bahkan ingin melihatnya. Bagian ini sudah tidak bisa lagi dijangkau dengan menggunakan akal logis, apalagi dengan menggunakan indera empiris. Bagian ini mungkin masih bisa diketahui dengan menggunakan rasa. Bergson mengatakan bahwa rasa itu intuisi; Kant mengatakan bahwa rasa itu moral;  Orang Sufi dalam islam menyebutnya dzauq, qalb, dan kadang-kadang dlamir. Pengetahuan jenis ini memang aneh, pradigmanya bisa disebut pradigma mistis dan metodenya bisa disebut metode latihan. Pengetahuan ini bisa disebut pengetahuan mistik, yaitu sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak juga secara logis. Orang-orang syiah senang menyebutnya dengan nana pengetahuan irfan, dari sinilah istilah ma’rifah itu diambil. Nah, sekarang kita dapat mengenali tiga macam pengetahuan yang dimiliki manusia. Masing-masing jelas pradigmanya, metodenya dan objeknya. Jadi jelas bedanya dan jelas kaplingnya. Kalau begitu, filsafat ialah sejenis pengetahuan yang diperoleh dengan cara berfikir logis.
2.   Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli
Socrates
Menurut Socrates, tujuan pendidikan adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang tetrus menerus dan standar moral yang tinggi. Dengan berfikir, manusia akan mampu menertibkan, meningkatkan, dan mengubah dirinya sehingga orang sungguh-sungguh mengetahui dan mengerti apa yang benar dan dapat menyadari konsekuensi-konsekuensi akan perbuatan yang benar. Dalam pendidikan, Socrates menggunakan sistem atau cara berfikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan hal khusus.
Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan menurut Socrates adalah metode dialektis yang digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seorang belajar berfikir secara cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru tidak memaksa wibawanya atau memaksa gagasan-gagasan atau pengetahuan kepada  seorang siswa, yang mana seorang siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berfikir secara kritis, ini adalah suatu metode untuk meneruskan inteleknya dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaannya dan kekuatan mentalnya.
Cara mengajar Socrates pada dasarnya disebut dialekta, yang disebabkan dalam pengajaran itu dialog yang memegang peranan penting. Socrates tidak seperti plato, ia tidak membangun suatu sistem filsafat yang luas, tidak pernah menggali secara mendalam bidang psikologi, emosi, motivasi, kebiasaan dan aspek-aspek dari proses pengetahuan tersebut. Namun demikian ia telah membuat suatu permulaan yang besar dalam membangun konsepsi-konsepsi dan metode-metode yang lebih luas, lebih sungguh-sungguh dan lebih efektif. Dalam pendidikan Socrates mengemukakan sistem atau cara berfikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus.
Plato
Bagi plato, pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan Negara dan perorangan, pendidikan itu memberikan kesempatan kepadanya untuk penampilan kesanggupan diri pribadinya. Bagi Negara dia bertanggung jawab untuk memberikan perkebangan kepada warga negaranya, dapat berlatih, terdidik dan merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya untuk melaksanakan kehidupan kemasyarakatan.
Menurut plato di dalam Negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang harus diselenggarakan oleh Negara.
Dengan demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa mengantarnya ke idea yang tinggi yaitu kebijakan, kebaikan, dan keadilan.
Tujuan pendidikan menurut plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan menjadi seorang warga Negara yang baik dalam suatu masyarakat yang harmonis, melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota kelasnya.
Aristoteles
Menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup baik, maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah akal semata-mata, akan tetapi soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarah kepada akal, sehingga dapat dipakai akal guna mengatur nafsu-nafsu. Aristoteles juga menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan rendah, sebagaimana pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral. Menurut Aristoteles untuk memperoleh pengetahuan manusia harus lebih dari binatang-binatang lain berdasarkan kekuatannya untuk berfikir, harus mengamati dan secara hati0hati menganalisa struktur-struktur, fungsi organisme itu, dan segala yang ada di alam.
Dalam rangka yang lebih tinggi, ia Nampak setuju dengan plato tentang nilai-nilai matematika, fisika, astronomi, dan filsafat. Ia menyatakan bahwa putra-putri semua warga Negara sebaiknya diajar sesuai dengan kemampuan mereka, sesuatu pandangan mereka yang sama dengan doktrin plato tentang keberadaan individual. Disiplin merupakan hal yang esensial untuk mengajarkan para pemuda dan kaum laki-laki muda untuk mengetahui perintah dan mengendalikan gerakan hati mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar