LATAR BELAKANG FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Manusia Dan Ilmu Pengetahuan
Masih ada
upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara memahami
macam-macam pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan
tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan
lain-Nya dimuka bumi ini. Hali ini disebabkan manusia memiliki akal dan fikiran
(rasio), sehingga ia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
berbudaya. Kemampuan mengembangkan diri itu dilakukan manusia melalui interaksi
dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Filsafat
adalah salah satu jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan filsafat. Akan
tetapi apa itu pengetahuan? Pengetahuan ialah keadaan tahu atau pengetahuan
ialah semua yang diketahui. Pernyataan ini bukan definisi pengetahuan, tetapi
sekedar menunjukan apa kira-kira pengetahuan. Manusia ingin tahu, lantas ia
akan mencari dan memperoleh pengetahuan. Nah, yang diperolehnya itulah yang
bisa dikatakan dengan pengetahuan. Pengetahuan ialah semua yang diketahui.
Sebagai contoh, seseorang ingin mengetahui jika jeruk ditanam, apa buahnya.
Kemudian ia menanam bibit jeruk. Ia dapat melihat buahnya adalah jeruk. Jadi
tahulah dia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pada dasarnya, pengetahuan jenis inilah
yang disebut dengan pengetahuan sains. Sebenarnya pengetahuan sains tidak
sesederhana itu. Pengetahuan sains harus menggunakan logika juga. Pengetahuan
sains ialah pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris (bukti
nyata). Dalam bentuknya yang telah baku, pengetahuan sains itu memiliki pradigma dan metode tertentu. Pradigmanya
bisa disebut pradigma positif dan metodenya bisa disebut metode ilmiah. Formula
utama dalam pengetahuan sains ialah buktikan bahwa itu logis dan tunjukan bukti
empirisnya. Adakalanya kita menyaksikan ada bukti-bukti empiris, tetapi tidak
logis. Yang seperti ini bukan pengetahuan sains (pengetahuan ilmiah). Misalnya,
bila ada gerhana pukullah kentongan, maka gerhana itu akan segera menghilang.
Itu suatu pengetahuan dan dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila ada
gerhana pukullah kentongan maka lama kelamaan gerhana itu akan hilang.
Terbukti. Akan tetapi, itu bukan pengetahuan ilmiah sebab tidak ada bukti logis
yang dapat menghubungkan berhentinya gerhana dengan kentongan yang dipukul.
Pengetahuan begini mungkin bisa disebut dengan pengetahuan takhayul. Dari sini
dapat juga kita ketahui bahwa objek yang dapat diteliti oleh pengetahuan sains
hanyalah objek empiris sebab ia harus menghasilkan bukti empiris.
Mari kita
kembali pada contoh tadi; jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini sudah berguna bagi
kehidupan. Berguna bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh
manusia. Akan tetapi, ada orang yang ingin mengetahui lebih. Misalnya, untuk
menjawab pertanyaan ini peneliti tidak dapat lagi dilakukan pada objek yang
empiris karena objek tersebut tidak ada pada bibit atau pohon jeruk. Akan tetapi jika kita ingin tahu
jawabannnya, kita harus berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Yang
dipikirkan memang jeruk, tetapi bukan jeruk yang empiris. Jika dipikir secara
serius, maka muncullah jawaban: jeruk berbuah jeruk karena ada aturan atau
hokum yang mengatur agar jeruk berbuah jeruk. Para ahli menyebutnya hokum gene. Hukum ini tidak kelihatan, tidak
empiris, tetapi akal mengatakan bahwa hukum itu ada. Jeruk berbuah jeruk karena
ada aturan yang mengaturnya demikian. Ini adalah pengetahuan filsafat.
Kebenarannya hanya bisa dipertanggung jawabkan secara logis, tidak secara
empiris. Pradigmanya logis, metodenya fikir. Pengetahuan filsafat masih dapat
maju selangkah lagi. siapa yang membuat hokum itu tadi? Pikiran masih dapat
menjawab, yang membuat hokum itu pasti yang mahapintar, orang menyebutnya
tuhan, dan pengetahuan ini masih pengetahuan filsafat.
Ada
segelintir orang yang nekat, masih ingin tahu siapa tuhan itu, bahkan ingin
melihatnya. Bagian ini sudah tidak bisa lagi dijangkau dengan menggunakan akal
logis, apalagi dengan menggunakan indera empiris. Bagian ini mungkin masih bisa
diketahui dengan menggunakan rasa. Bergson mengatakan bahwa rasa itu
intuisi; Kant mengatakan bahwa rasa itu moral; Orang Sufi dalam islam menyebutnya
dzauq, qalb, dan kadang-kadang dlamir. Pengetahuan jenis ini memang aneh,
pradigmanya bisa disebut pradigma mistis dan metodenya bisa disebut metode
latihan. Pengetahuan ini bisa disebut pengetahuan mistik, yaitu sejenis
pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak juga secara
logis. Orang-orang syiah senang menyebutnya dengan nana pengetahuan irfan, dari
sinilah istilah ma’rifah itu diambil.
Nah, sekarang kita dapat mengenali tiga macam pengetahuan yang dimiliki
manusia. Masing-masing jelas pradigmanya, metodenya dan objeknya. Jadi jelas
bedanya dan jelas kaplingnya. Kalau begitu, filsafat ialah sejenis pengetahuan
yang diperoleh dengan cara berfikir logis.
2. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para
Ahli
Socrates
Menurut
Socrates, tujuan pendidikan adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan
disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang tetrus
menerus dan standar moral yang tinggi. Dengan berfikir, manusia akan mampu
menertibkan, meningkatkan, dan mengubah dirinya sehingga orang sungguh-sungguh
mengetahui dan mengerti apa yang benar dan dapat menyadari
konsekuensi-konsekuensi akan perbuatan yang benar. Dalam pendidikan, Socrates
menggunakan sistem atau cara berfikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan
pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan hal
khusus.
Adapun
prinsip-prinsip dasar pendidikan menurut Socrates adalah metode dialektis yang
digunakan oleh Socrates yang mana telah menjadi dasar teknis pendidikan yang
direncanakan untuk mendorong seorang belajar berfikir secara cermat, untuk
menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru
tidak memaksa wibawanya atau memaksa gagasan-gagasan atau pengetahuan
kepada seorang siswa, yang mana seorang
siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berfikir secara
kritis, ini adalah suatu metode untuk meneruskan inteleknya dan mengembangkan
kebiasaan-kebiasaannya dan kekuatan mentalnya.
Cara mengajar
Socrates pada dasarnya disebut dialekta, yang disebabkan dalam pengajaran itu
dialog yang memegang peranan penting. Socrates tidak seperti plato, ia tidak
membangun suatu sistem filsafat yang luas, tidak pernah menggali secara
mendalam bidang psikologi, emosi, motivasi, kebiasaan dan aspek-aspek dari
proses pengetahuan tersebut. Namun demikian ia telah membuat suatu permulaan
yang besar dalam membangun konsepsi-konsepsi dan metode-metode yang lebih luas,
lebih sungguh-sungguh dan lebih efektif. Dalam pendidikan Socrates mengemukakan
sistem atau cara berfikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan
yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal
khusus.
Plato
Bagi
plato, pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan
untuk kepentingan Negara dan perorangan, pendidikan itu memberikan kesempatan
kepadanya untuk penampilan kesanggupan diri pribadinya. Bagi Negara dia
bertanggung jawab untuk memberikan perkebangan kepada warga negaranya, dapat berlatih,
terdidik dan merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya untuk melaksanakan
kehidupan kemasyarakatan.
Menurut
plato di dalam Negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang paling utama
dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang harus
diselenggarakan oleh Negara.
Dengan
demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia
adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan
membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan
dan moralitas jiwa mengantarnya ke idea yang tinggi yaitu kebijakan, kebaikan,
dan keadilan.
Tujuan
pendidikan menurut plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah
setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan menjadi seorang warga Negara
yang baik dalam suatu masyarakat yang harmonis, melaksanakan tugas-tugasnya
secara efesien sebagai seorang anggota kelasnya.
Aristoteles
Menurut
Aristoteles, agar orang dapat hidup baik, maka ia harus mendapatkan pendidikan.
Pendidikan bukanlah akal semata-mata, akan tetapi soal memberi bimbingan kepada
perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarah kepada akal, sehingga
dapat dipakai akal guna mengatur nafsu-nafsu. Aristoteles juga menganggap
penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan rendah, sebagaimana
pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan
moral. Menurut Aristoteles untuk memperoleh pengetahuan manusia harus lebih
dari binatang-binatang lain berdasarkan kekuatannya untuk berfikir, harus
mengamati dan secara hati0hati menganalisa struktur-struktur, fungsi organisme
itu, dan segala yang ada di alam.
Dalam
rangka yang lebih tinggi, ia Nampak setuju dengan plato tentang nilai-nilai
matematika, fisika, astronomi, dan filsafat. Ia menyatakan bahwa putra-putri
semua warga Negara sebaiknya diajar sesuai dengan kemampuan mereka, sesuatu
pandangan mereka yang sama dengan doktrin plato tentang keberadaan individual.
Disiplin merupakan hal yang esensial untuk mengajarkan para pemuda dan kaum
laki-laki muda untuk mengetahui perintah dan mengendalikan gerakan hati mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar