Senin, 09 Januari 2017



1. Pandangan Filsafat Tentang Hakikat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini akan dibahas empat aliran. Pertama, aliran serba zat yaitu aliran yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam adalah zat atau materi dan manusia adalah unsure dari alam. Maka dari itu, manusia adalah zat atau materi.
Kedua, aliran serba roh yaitu aliran yang berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah roh. Hakikat manusia juga adalah roh. Sementara zat adalah manifestasi dari roh. Dasar pemikiran aliran ini adalah bahwa roh lebih berharga dan lebih tinggi nilainya daripada materi. Dengan demikian, aliran ini menganggap roh itu ialah hakikat, sedangkan badan adalah penjelmaan atau bayangan.
Ketiga, aliran dualism yaitu aliran yang menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya merupakan suatu unsure asal, yang adanya tidak bergantung pada satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dair roh dan roh tidak berasal dari badan.
Keempat, aliran eksistensialisme yaitu aliran filsafat modern yang berpandangan bahwa hakikat nausea merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Di sini, manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba roh atau serba dualism, tetapi dari segi eksistensi manusia di dunia ini.
2. Sistem nilai dalam kehidupan manusia
Sistem adalah suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Terkait dengan itu, nilai yang merupakan suatu norma tertentu  mengatur ketertiban kehidupan sosial. Karena manusia, sebagai makhluk budaya dan makhluk sosial, yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, manusia dalam proses interaksinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras.
Manusia merupakan subjek dan objek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik. Namun demikian, berhasil tidaknya usaha tersebut banyak tergantung pada jelas tidaknya tujuan.karena itu, pendidikan di Indonesia memiliki tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu pancasial yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga, masyarakat, sekolah, dan perguruan tinggi.
3. Hubungan filsafat dan filsafat pendidikan
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat kita ketahui, bahwa filsafat akan menelaah suatu realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan harus dapat menjawab empat pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu:
1) Apakah pendidikan itu?
2) Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan?
3) Apakah yang seharusnya dicapai oleh pendidikan?
4) Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang tersirat dapat dicapai?
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan.
 Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut:
a.  Filsafat pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap sebagai pendidikan terbaik secara mutlak.
b.  Filsafat pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi.
c.  Filsafat pendidikan dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan pendidikan.
d.  Filsafat pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan ulang rasional.
e.  Filsafat pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran.
Terdapat suatu hubungan yang kuat antara perilaku seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran danpembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui. Terlepas di mana seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran tersebut, guru harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa yang ia sangat yakini dan kenapa ia meyakininya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa peranan guru yang strategis, karena di tangannya terletak nasib generasi penerus, mengharuskan para guru memahami hakikat nilai, etika, estetika, sains, teologi, alam (kosmos), pendidikan, dan hakikat anak didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat memberikan panduan dan dapat menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan yang diembannya sehingga tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan lebih bermanfaat bagi peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar