Karakteristik Nilai Sosial Yang Perlu Dikembangkan
Sosial emosional anak usia TK berada dalam tahap kerja keras lawan
rendah diri yang mana tahap ini peserta didik akan terus belajar untuk
mengatur emosi dan interaksi sosial mereka.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional positip pada mereka adalah:
· Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk ikut serta
secara fisik dan mental dalam aktivitas yang mencakup permasalahan dan
aktivitas sosial dengan orang lain.
Contoh: menyanyi di depan kelas, menceritakan kembali isi buku yang
telah dibacakan, di depan temannya,mengikuti lomba lari estafet, menjadi
pemimpin dalam upacara bendera,
· Ajarkan dan contohkan cara berteman dan menjada pertemanan
Contoh: saling meminjamkan mainan, mengacak tempat duduk anak setiap
hari. Dan mamber maaf jika melakukan kesalahan, mau berbagi dengan
temannya
· Contohkan respon sosial dan emosi positip. Bacakan cerita
dan bahas perasaan-perasaan seperti marah, bahagia, dan bangga.
Contoh: bermain peran,dapat memuji hasil karya teman, mengajak bermain dan saling berbagi
· Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi pimpinan dalam proyek dan aktivitas
Contoh: menjadi ketua kelas, menjadi mayoret drumband, meronce dalam satu kelompok,
· Berikan harapan anda tentang sikap yang baik dan bahasa dengan peserta didik.
Contoh: memberi motivasi dan hadiah (bintang) terhadap anak
Sebagian besar anak, terutama mereka yang telah mengikuti prasekolah,
sangat percaya diri , ingin ikut serta dan dapat menerima
tangggaungjawab. Mereka senang mengunjungi tempat-tempat dan melakukan
banyak hal, melakukan percobaan mengenai banyak hal dan bekerjasama
daengan orang lain.
Selanjutnya, Gottman (dalam Casmini) menambahkan beberapa strategi
tambahan agar emosi anak dapat berkembang dengan baik antara lain:
- Hindari kritik berlebihan, karena akan menyebabkan yang bersangkutahn mengalami sindroma “takun salah” dalam setiap akan melakukan sesuatu.
- Gunakan pujian, ketika anak dapat mengenal dan mengekpresikan emosinya dengan benar sesuai batas yang dapat diterima oleh masyarakat.
- Jangan “berpihak pada musuh”, jika anak sendiri yang selalu disalahkan, acap kali menimbulkan persepsi pada anak bahwa orangbua berpihak pada musuh dan ia merasa tidak mendapatkan dukungan dan perlindungan. Sebenarnya masalah utamanya bukanlah berkaitan dengan keberpihakan tapi soal empati orangtua terhadap perasaan anak
- Memerikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan sendiri permasalahannya
- Memberi pilihan, hormati keinginan-keinginannya karena hal ini akan mendorong anak memiliki rasa percaya diri yang cukup untuk berani mengambil keputusan
- Jujur pada anak, yang akan mendorong mereka untuk melaksanakan hal yang sama
- Membaca buku bersama anak, untuk menjaga keakraban antara orangtua dan anak
- Sabar dengan proses. Mengembangkan emosi anak adalah proses panjang yang memerlukan kesabaran orangtua
- Berhusnudzon pada kodrat Allah, menghindari pada kekhawatiran yang berlebihan.
Karakteristik dan nilai perkembangan emosi dipengaruhi oleh kematangan
dan belajar, baik dari lingkungan keluarga maupun pergaulan dengan
sesamanya. Maka, hal ini menyebabkan adanya perbedaan antara reaksi
emosi anak dan orang dewasa. Adapun karakteristik reaksi emosi anak
adalah sebagai berikut:
- Reaksi anak sangat kuat: mereka akan memprelihatkan reaksi emosi yang sama kuatnya dalam menghadapi setiap peristiwa, baik yang sderhana sifatnya meupun yang berrat, karena bagi mereka semua peristiwa dianggap menarik dan menakjubkan, tidak ada peristiwa yang dianggap sederhana, semua peristiwa memiliki niliai yang sangat berarti. Dalam hal kekuatan makin bertambah matangnya emosi anak, maka akan semakin terampil dalam memilah dan memilih kadar keterlibatan emosionalnya.
- Reaksi emosi sering kali muncul pada setiap peristiwa dengan cara yang diinginkan. Kita sering melihat anak-anak tiba-tiba manangis ataru merajuk dengan sebab yang tidak jelas. Mereka melakukan itu karena memang menginginkannya, sekalipun tidak ada penctusnya, misalnya: anak tiba-tiba menangis karena merasa bosan. Untuk anak yang lebih muda usianya, hal ini masih bisa ditoleransinsi, namun bagi anak usia 4-5 tahun, hal ini tidak dapat diterima oleh lingkungannya. Mereka akan belajar mengontrol diri dan memperlihatkan reaksi emosi dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan.
- Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya. Bagi anak sangat mungkin saat ini ia manangis dengan keras, namun ketika ibunya mengalihkan perhatiannya pada benda-benda yang disukainya, ia dapat langsung berhenti manangis dan melupakan kejadian yang baru saja membuatnya marah dan kecewa.
- Reaksi emosi bersifat individual. Artinya, sekalipun peristiwa pencetus emosi adalah sama, namun reaksi setiap orang akan berbeda dalam menyikapinya, hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang diperoleh berbebeda pada setiap individu.
- Keadaan emosi anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang ditampilkan. Pada dasarnya semua anak lebih mudah mengekspresikan emosinya melalui sikap dan perilaku, dibandingkan mengungkapkannya secara verbal. Hal ini juga tampak pada anak yang mengalami hambatan dalam mengekspresikan kehidupan emosinya secara terbuka. Mereka biasanya memperlihatkan gejala tingkah laku : melamun, gelisah, menghisap jari, menggigit kuku, kesulitan bicara
Beberapa bentuk reaksi emosi anak sebenarnya hampir sama dengan orang
dewasa, perbedaannya hanya saja penyebab pencetusnya reaksi emosi dan
cara mengekspresikannya, yang berkaitan erat dengan tingkat usia dan
kemampuan anak sesuai dengan perkembangan jasmani dan ruhaninya.
Beberapa bentuk emosi yang pada umumnya terjadi pada awal masa kanak-kanak menurut Hurlock adalah sebagai birikut,
1. Amarah: yang sering kalimuncul sebagai reaksi terhadap frustasi,
sakit hati, dan merasa terancam. Frustasi yang disebabkan karena
keinginannya tidak terpenuhi, merupakan hal yang paling sering
menimbullkan kemarahan pada tiap tingkatan usia dan pada usia anak-anak
amarah ini terkadang dapat dijadikan senjata sehingga keinginannya
terpenuhi.
Secara umum hal-hal yang menimbulkan rasa marah, apabila anak terhambat
melakukan sesuatu baik yang disebabkan oleh dirinya sendiri maupun dari
orang lain, misalnya adanya berbagai batasan terhadap gerak yang
diinginkan atau direncanakan anak, seerta kejengkelan yang menumpuk.
Anak usia Batita, biasanya karena secara fisik ia merasa tidak nyaman,
dihambat untuk bergerak, dimandikan atau dipakaikan baju. Kadang-kadang
ketidakmampuan anak untuk menyatakan suatu secara verbal saat awal
belajar bicara dan kurang mndapat perhatian juga bisa membuat mereka
marah. Sedangkan saat usia pra sekolah dengan pengalaman sosial yang
lebih banyak, maka permasalahan anak yang membuat mereka marah adalah
ketika permainannya direbut atau diambil anak yang lain.
Perkembangan-perkembangan emosi di atas perlu mendapat perhatian dan
bimbingan dari pendidik agar mereka mampu berkomunikasi dengan baik dan
memiliki toleransi, rasa sosial dan mampu mengelola emosi tanpa ada
paksaan yang berarti pada anak.
Reaksi marah dapat dibedakan menjadi dua :
a. Marah yang impulsif, biasanya disebut juga agresi. Marah jenis
ini ditunjukkan langsung pada orang lain, binatang atau objek, bisa
dalam bentuk rekasi fisik maupun verbal, bisa ringan atau intens. Amukan
atau tempertantrum adalah hal yang biasa dijumpai pada anak-anak.
biasanya anak-anak juga tidak ragu-ragu untuk menyakiti orang/anak lain
dengan cara seperti: menggigit, memukul, meludah, menendang ataupun
mendorong dan terkadang dilanjutkan dengan tambahan kata-kata kasar
ataupun ejekan-ejekan.
b. Marah yang terhambat adalah marah yang tidak dicetuskan karena
dikendalikan atau di tahan. Biasanya anak-anak beraksi menarik diri,
melarikan diri dari anak/orang lain. Gejalanya kemudian anak akan
bersikap lesu, masa bodoh atau tidak berani. Oleh karenanya, anak yang
marah dengan dara inisering merasa sia-sia atau tidak berguna. Inilah
cara mereka untuk menerima frustrasi dan mereka menganggap menahan marah
adalah lebih bik daripada mengekspresikannya karena mereka terbebas
dari resiko penolakan sosial.
2. Takut , reaksi rasa takut pada bayi dan anak-anak berupa rasa
tak berdaa yang tampak pada ekspres wajah yang khas, tangisan yang
merupakan perminta/an tolong, menyembunyikan muka/wajah dan sejauh
mungkin menghindari orang/objek yang ditakuti atau bersembunyi di balik
kursi.
Ekspresi rasa takut ini akan berubah seiring dengan bertambahnya usia
anak, selain mereka menghindari dari objek yang ditakuti, gejala rasa
takut ini juga diperlihatkan dengan gejala fisik diantaranya mata
membelalak, diam tak bergerak, menangis, bersembunyi atau memegang orang
lain. Gray (1971) mengemukakan beberapa bentuk penyebab rasa takut
pada anak dapat diakibatkan oleh adanya rangsangan berupa suaa keras,
pengalaman menghadapi tempat atau orang asing, tempat tinggi, kamar
gelap, berada seorang diri, rasa sakit atau interaksi sosial, terancam
atau marah dengan orang lain.
Pada periode awal anak, rasa takut timbul disaat dirinya merasa
terancam oleh benda-benda yang ditemuinya. Strangernxiety di sini anak
belum mengenal/mampu memahami bahwa bukan dirinya yang terancam oleh
benda tersebut. Reaksi yang ditampilkan adalah anak melakukan gerakan
motorik, misalnya berlari, bersembunyi, memegang orang lain serta
memengang orang yang dikenalnya.
Pada periode akhir anak-anak, rasa takut timbul akibat fantasi yang
dibentuk oleh itu sendiri yang menyebabkan harga rinya terancam oleh
lingkungannya, misalnya takut gagal, berbeda dengan orang lain, status
dsb. Keadaan ini disebabkan anak telah mengalami perkembangan kemampuan
berpikir sehingga mampu membentuk fantasi dan menilai dirinya sendiri.
Reaksi yang aksi yang ditampilkan dapat langsung, misalnya:
sembuembunyi, berlari, menangis ataupun marah. Reaksi ini dapat pula
secara langsung, misalnya sakit perutberlari, menangis ataupun marah.
Reaksi ini dapat pula secara langsung, misalnya sakit perut, badan
panas, badan panas, badan panas, pusing dls.
Berkenaan dengan rasa takut ini Hurlock (1991) mengemukakan adanya
reaksi emosi yang berdekatan dengan reaksi takut, yaitu shynees atau
rasa malu. Emmbarassment atau merasa kesulitan, khawatir dan anxiety
atau cemas, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Shnees atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan rasa
segan, berjumpa dengan orang yang dianggap asing. Sejak usia enam bulan
anak sudah mengalami perkembangan intelektual, sehingga mereka mulai
mampu membedakan antara orang yang sudah dikenalnya dan yang tidak,
namun mereka belum matang untuk bisa memahami bahwa orang yang tidak
dikenalnya tidak mengancam dirinya. Jika anak sudah mampu
merangkak,biasanya bersembunyi atau mengintip. Pada periode awal dan
akhir anak, reaksi ini timbul bila mereka memiliki perasaan tidak
mengnal perlakuan orang lain kepadanya. Perasaan ini timbul tidak
terbatas pada orang yang tak dikenalnya, tetapi jugyang dikenalnya,
misalnya bertemu dengan tamu baru, guru baru atau orang tuanya yang
menonton ia menyanyi/menari. Reaksi ini timbul karena adanya perasaan
tidak pasti akan reaksi orang lain pada dirinya, takut orang lain
menertawakan dirinya.
b. Embarrassment ( merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan
sesuatu) merupakan reaksi takut akan penilaian orang lain pada dirinya.
Timbulnya reaksi diperoleh dari lingkungan sosialnya. Reaksi ini
berhubungan dengan kesadaran akan dirinya yang terancam. Persaaan ini
belum dimiliki oleh anak-anak di bawah usia 5-6 tahun karena pada usia
ini reaksi embarr udiassment belum muncul.
c. Khawatir timul disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh
pikiran anak sendiri, biasanya mengenai hal-hal khususu, misalnya takut
sekolah, takut t
d. Unxty atau lemas, merupakan perasaan takut sesuatu yang tidak
jelas dan dirasakan oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif.
Kadangkala merekapun tidak dapat menggambarkan secara jelas apa yang
membuatnya takut . perasaan cemas ini kadang ditanai dengan perubahan
secara fisiologis, seperti berkeringat, muka pucat tega.
3. cemburu,adalah reaksi normal terhadap hilangnya kasih sayang,
yang nyata maupun sekedar dugaan. perasaan ini muncul karena anak takut
kehilangan atau merasa tersaingi dalam mamperoleh perhatian dan kasih
sayang dari orang yang dicintai . cemburu adalah bentuk lain dari
amarah, yang menimbulkan rasa kesal atau benci terhadap orang yang
disayang maupun terhadap saingannya. Rasa cemburu biasanya bercampur
dengan marah dan takut, yang membuat anak tidak nyaman.
Reaksi cemburu dapat langsung ataupun ditekan. Reaksi cemburu yang
lansung dapat berwujud perlawanan agresif, menggigit, menendang, memukul
dll. Sedangkan yang tidak langsung bersifat lebih halung sehingga lebih
sukar untuk dikendalikan, meliputi pengunduran diri ke arah perilaku
infantile seperti mengompol, mengisap jempol, makan makanan yang aneh2,
perilaku merusak dan melampiaskan perasaan kepada binatang atau mainan.
Tiga penyebab perasan cemburu yang terjadi pada anak –anak adalah:
a. biasanya berasal dari kondisi di rumah, misalnya kehadiran adik baru yang menyita lebih banyak waktu sang ibu.
b. Situasi sosial di sekolah, juga bisa menyebabkan seorang anak
memiliki rasa cemburu. Anak memiliki rasa posesif (ingin memiliki
sendiri perhatian) terhadap guru atau teman tertentu. Dan anak akam
menjadi kesal dan marah jika guru atau temannya memberikan perhatian
kepada yang lain
c. Cemburu jika saudaranya atau temannya yang lain mempunyai barang atau mainan yang lebih dari miliknya
4. Rasa ingin Tahu, yang melibatkan emosi kegembiraan dalam diri
anak, terutama jika mereka dihadapkan pada aktivitas atau benda-benda
baru. Rasa ingin tahu ini sangat efektif dalam membantu proses
pembelajaran
5. Iri hati. Rasa ini muncul pada saat anak merasa tidak
memperoleh perhatian yang diharapkan sebagaimana yang diperoleh teman
atau saudaranya. Hal ini muncul lebih bersifat emosi negatif, ia timbul
karena anak kurang memiliki rasa aman dan kepercayaan terhadap dirinya
sendiri.
6. Senang/gembira. Adalah emosi yang menyenangkan. Rasa ini
ditimulkan bila seorang anak mendapatkan apa yang ia inginkan. Rasa ini
dapat berbentuk kepuasan dalam hati, s bisa pula lebih ekspresif, yaitu
tersenyum, tertawa, sampai tertawa terbahak-bahak. Pada saat ini
terjadilah relaksasi tubuh secara menyeluruh . anak-anak mengekspresikan
rasa gembira ini dengan cara dan intensitas yang bervariasi. Semakin
bertambah usia, semakin bervariasi pula hal-hal yang bisa menimbulkan
kegembiraannya. Dengan bertambahnya usia, anak juga akan belajar
mengekspresikan kegembiaanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar