Selasa, 10 Januari 2017

SOAL FILSAFAT PENDIDIKAN







Nama : Hendra S Manullang

NIM : 2225131603

manullangmargana.blogspot.co.id

SOAL

1. Sebutkan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa pakar!

2. Uraikan pengertian filsafat secara etimologi dan terminologi!

3. Jelaskan latar belakang munculnya istilah Philosophia!

4. Uraikan persamaan dan perbedaan antara filsafat dan ilmu!

5. Sebutkan manfaat mempelajari filsafat pendidikan!

6. Apakah Filsafat itu dan bagaimana hubungannya dengan pendidikan?

7. Apakah berfikir rasionalitas sangatlah berguna bagi seseorang yang mencari solusi dari sebuah masalah?

8. Mengapa filsafat disebut sebagai ibu dari ilmu pengetahuan? Jelaskan!

9. Apa alasan yang melatarbelakangi munculnya/lahirnya aliran filsafat eksistensialisme?

10. Jelaskanlah hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan pancasila !



JAWABAN

1. Pengertian filsafat menurut beberapa para pakar adalah:

· Al- Farabi mengemukakan bahwa Filsafat ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

· Immanuel Kant mengatakan bahwa filsafat itu adalah ilmu dasar segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu apakah yang dapat diketahui, apakah yang boleh kita kerjakan, sampai dimanakah pengharapan kita, sampai dimanakah pengharapan kita, apakah yang dinamakan manusia.

· Sultan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan inshaf, yang dimaksud dengan inshaf adalah berfikir dengan teliti menurut aturan yang pasti.

· Dalam pandanga Sidi Gazalba filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.



2. Pengertian filsafat secara etimologi :

Filsafat dapat diartikan sebagai suatu dorongan terus menerus, suatu dambaan untuk mengejar kebijaksanaan, Jelas juga bahwa filsafat adalah sebuah upaya, sebuah proses, sebuah pencarian, sebuah perburuan, sebuah quest. Cinta dalam Philosophia tidak dipahami sebagai kata benda yang statis, yang given melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses.

Kata filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani yakni philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). philosophia juga diserap ke dalam berbagai bahasa sehingga akhirnya melahirkan beragam kata, diantaranya: filosofi dalam bahasa Belanda, bangsa Jerman dan Perancis mengenalnya dengan kata philosophic, dan philosophy dalam bahasa Inggris. Secara harfiah, filsafat berarti seorang pencinta kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Artinya filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 SM) dan para filsuf lainnya.

Pengertian secara terminologi :

Pengertian filsafat secara terminologi sangatlah beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.





3. latar belakang munculnya istilah Philosophia :

Menurut sejarah, istilah philosophia digunakan oleh Pythagoras disekitar abad ke- 6 SM. Ketika diajukan pertanyaan kepadanya “ Apakah anda termasuk orang yang bijaksana?” Dengan rendah hati ia menjawab: “saya adalah seorang Philosophos atau pencinta kebijaksanaan”.

Filsafat pertama kali muncul di Yunani, Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta. Filosof-filosof Yunani yang terbesar yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Israel atau Mesir. Jawabannya di Yunani tidak seperti di daerah lain-lainya tidak ada kasta pendeta sehingga orang lebih bebas.

Munculnya filsafat ditandai dengan runtuhnya mitos-mitos dan dongeng-dongeng yang selama itu menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam. Manusia pada waktu itu melalui mitos-mitos mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian yang berlangsung di dalamnya.

Ada dua bentuk mitos yang berkembang pada waktu itu, yaitu mitos kosmogonis yaitu mitos yang mencari tentang asal usul alam semesta, dan mitos, kosmologis yaitu mitos yang berusaha mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian di alam semesta. Meskipun memberikan jawaban-jawaban tersebut diberikan dalam bentuk mitos yang lolos dari control akal (rasio).



4. Persamaan antara filsafat dan ilmu adalah :

· Keduanya mencari rumusan yang sebaik- baiknya menyelidiki objek selengkap- lengkapnya sampai keakar-akarnya,

· Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian- kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab- sebabnya

· Keduanya hendak memberikan sintesis yaitu suatu pandangan yang bergandengan

· Keduanya mempunyai metode dan sistem

· Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia ( objektivitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.

Perbedaan antara filsafat dan ilmu adalah :

· Objek material ( lapangan) filsafat itu bersifat universal ( umum) yaitu segala sesuatu yang ada ( realita) sedangkan objek material ilmu ( pengetahuan) bersifat khusus. Artinya ilmu hany terfokus pada disiplin bidang masing- masing secara kaku dan terkotak- kotak dalam disiplin tertentu

· Objek formal filsafat itu bersifat non fragmentaris karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Disamping itu objek formal ilmu itu bersifat tekhnik yang berarti bahwa cara ide- ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita,

· Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis sedang kegunaan filsafat timbul dari nilainya.

· Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari- hari sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.

· Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak dan mendalam sampai mendasar sedangkan ilmu menunjukkan sebab- sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat yang sekunder.



5. Adapun manfaat mempelajari filsafat adalah :

Ø membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri, siswa kita, dan komponen yang ada didalamnya

Ø membuat kita lebih kritis

Ø membedakan argumen yang baik dan yang buruk

Ø melihat sesuatu melalui kacamata yang lebih luas

Ø melihat dan mempertimbangkan pendapat dan pandangan yang berbeda

Ø dapat memberi bekal dan kemampulan pada kita untuk memperhatikan cara pandangan kita sendiri dan pandangan orang lain dengan kritis

Ø Membantu kita dalam memahami karakter orang



6. Filsafat dan Penddikan

Filsafat adalah suatu ilmu yang mempersoalkan segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dalam alam semesta ini secara universal (menyeluruh), sistematis (teratur), dan radikal (mendalam) untuk menemukan kebenaran yang hakiki atau hakikat kebenarannya. Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: Pertama, filsafat dilihat dari segi hasil pengetahuan. Kedua, filsafat dilihat dari segi aktivitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filsafat adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada. Dilihat dari segi aktivitas budi manusia, filsafat adalah metode atau cara yang radikal hendak mencari keterangan yang terdalam tentang segala sesuatu yang ada.

Hubungan antara filsafat dan pendidikan terkait dengan persoalan logika, yaitu logika formal yang dibangun atas prinsip koherensi, dan logika dialektis yang dibangun atas prinsip menerima dan membolehkan kontradiksi. Hubungan interakif antara filsafat dan pendidikan berlangsung dalam lingkaran kultural dan pada akhirnya menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat pendidikan.



7. Apakah berfikir rasionalitas sangatlah berguna bagi seseorang yang mencari solusi dari sebuah masalah?

Berpikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang mencari solusi dari sebuah masalah, sehingga orang tersebut akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti Keladai yang jatuh lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama. Berpikir rasionalitas selalu menempatkan diri pada solusi permasalahan, bukan selalu mempermasalahkan masalah. Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga memperaktekkan dan dalam kehidupannya.



8. Mengapa filsafat disebut sebagai ibu dari ilmu pengetahuan? Jelaskan!

Filsafat disebut sebagai ibu dari ilmu pengetahuan karena pada masa Yunani kuno filsafat merupakan penjelasan rasional terhadap segala hal atau masalah. Objeknya sangat luas, dan ketika itu belum ada pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan. Dahulu, kajian seperti ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial juga ilmu-ilmu lain seperti etika, estetika dan metafisika, dikaji dalam filsafat. Pemisahan terhadap ilmu-ilmu pengetahuan baru dilakukan pada masa modern (abad ke 19), ketika muncul tuntutan agar ilmu pengetahuan dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris (tuntutan metodologis). Dengan kata lain, ilmu pengetahuan (seperti misalnya ilmu alam dan ilmu sosial) merupakan anak dari filsafat, mereka memisahkan diri dan berdiri secara atonom atas fokus objek kajian masing-masing.



9. Apa alasan yang melatarbelakangi munculnya/lahirnya aliran filsafat eksistensialisme?

Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena latar belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga Modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik, dan jauh dari kehidupan. Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena sadarnya beberapa golongan filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, lahirlah aliran filsafat Eksistensialisme yang merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya, sehingga manusia menyadari cara beradanya di dunia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi yang lain. Cara beradanya manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama dan komunikasi serta dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda meteri lainnya keberadaannya berdasarkan ketidak sadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya.



10. hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan pancasila :

Pandangan filsafat pendidikan sama pernaannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat, pendidikan, dan pancasila terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Formula tentang hakekat dan martabat manusa serta masyarakat erutama di Indonesia dilandasi oleh filsafat yagn dianut bangsa Indonesia dilandasi oleh fislafat yagn dianut bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari egama sumber yang menadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dan pembelajaran.

Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ø Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja

Ø Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam

Ø Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya

Ø Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan

Pandangan Filsafat Tentang Pendidikan

Filsafatmempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan manusis berkembang, maka hal semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dituangkan dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum itu sistem pengajaranya dapat terarah, lebih dapat mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan peserta didik.
Untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan terdapat beberapa unsur yang akan menjadi tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, yaitu antara lain :

Dasar dan Tujuan Pendidikan

Dasar pendidikan yaitu suatu aktifitas untuk mengembangkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kepribadian, tentunya pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Sebab dengan adanya dasar juga dapat berfungsi sebagai semua sumber peraturan yang akan dicitakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan dan langkah jalur yang menentukan. Tujuan pendidikan dapat diuraikan menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut:
  1. Tujuan Pendidikan Nasional – mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).
  2. TujuanInstitusional Adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
  3. Tujuan Kurikuler Adalah perumusan pola perilaku dan pola kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
  4. Tujuan Instruksional Adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta didik sesudah ia menyelesaikan kegiatan instruksional yang bersangkutan.

Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Prof. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi mengemukakan bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.

Pengertian Filsafat dan Filsafat Pendidikan

Pengertian Filsafat

Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani, dari kata philos, yang berarti cinta, senang, suka, dan kata sophia, yang berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan.
Menurut Hasan Shadini dalam Jalaludin (1997:9), filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
Menurut Imam Barnadib dalam Jalaludin (1997:9), filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis.
Jadi filsafat dapat diartikan sebagai cara berfikir atau pandangan yang sistematis, menyeluruh, dan mendasar tentang suatu kebenaran.

Pengertian Filsafat Pendidikan

Pengertian Filsafat Pendidikan menurut Al Syaibani dalam Jalaludin (1997:13), filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai cara untuk mengatur, dan menyelaraskan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut John Dewey dalam Jalaludin (1997:13 ), filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intekektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia, maka filsafat dapat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
Pengertian Filsafat Pendidikan
 Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat pendidikan. Metode yang dilakukan adalah dengan menganalisa secara kritis struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan.Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu yang sering dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuk aspek pengalaman. Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek pendidikan yang lain.
 Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra).

HISTORY OF LOGIC



Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya. Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Pada masa itu digunakan buku-buku logika seperti Isagoge dari Porphirius, Fonts Scientie dari John Damascenus, buku-buku komentar logika dari Bothius, dan sistematika logika dari Thomas Aquinas. Semua berangkat dan mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat berbeda dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika modern. Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran - kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern. Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.
Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
  • Petrus Hispanus 1210 - 1278)
  • Roger Bacon 1214-1292
  • Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
  • William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concrning Human Understanding. Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.
Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
·      Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
·      George Boole (1815-1864)
·      John Venn (1834-1923)
·      Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

PHILOSOPHY OF LOGIC


Filsafat adalah kegiatan/hasil pemikiran/permenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna dibalik kenyataan atau teori yang ada untuk disusun dalam sebuah sistem pengetahuan rasional.
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
Logika sebagai cabang filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.
Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
          Logika sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :        
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, yakni keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini ada sejak manusia dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.

PENTINGNYA ILMU BERFILSAFAT



Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti akan diturunkan kesimpulan.

Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat. Selain hubungannya erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis (logical methods) yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu, misal metode yang umumnya pertama dipakai oleh suatu ilmu.
Selain itu logika modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai pengertian yang cermat, lambang yang abstrak dan aturan-aturan yang diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan ternyata juga mempunyai penerapan. Misalnya dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik, yang tidak bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari aturan-aturan berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari bagaimana sistematika atau aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti ilmu logika adalah definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya dikembangkan dalam bentuk silogisme.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegunaan logika adalah sebagai berikut:
·       Membantu setiap orang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis, dan koheren atau untuk menjaga kita supaya selalu berpikir benar.
·        Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
·   Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
·       Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis.
·    Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir kekeliruan serta kesesatan.
·        Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
·       Sebagai ilmu alat dalam mempelajari ilmu apapun, termasuk filsafat.
Karena yang dipelajari dalam ilmu logika hanyalah berupa aturan-aturan berpikir benar maka tidak otomatis seseorang yang belajar logika akan menjadi orang yang selalu benar dalam berpikir. Itu semua tergantung seperti apa dia menerapkan aturan-aturan berpikir itu, disiplin atau tidak dalam menggunakan aturan-aturan itu, sering berlatih, dan tentu saja punya tekad dalam kebenaran.
Kegunaan dari kita belajar logika adalah daya analisis kita semakin bertambah dan dimana apabila ada suatu masalah, kita dapat mengambil keputusan dengan benar. Disamping itu belajar logika juga sangat bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga logika merupakan dasar ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya dengan belajar logika kemampuan berpikir dan daya analisis kita semakin berkembang.

TOKOH PENCETUS METODE KERAGUAN

Tokoh satu ini dikenal sebagai salah satu tokoh yang mempunyai peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia, yaitu Rene Descartes. Rene Descartes lahir di desa La Haye-lah tahun 1596. Ia adalah filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor. Ayahnya adalah seorang pengacara yang aktif berpolitik sementara ibunya telah meninggal pada saat usia Descartes masih 1 tahun. Descartes dimasukkan ke sekolah La Fleche pada usia 8 tahun , disana dia belajar ilmu-ilmu alam dan filsafat skolastik lalu kemudian pada tahun 1613 melanjutkan study-nya di Poitier, bukan memperdalam filsafat melainkan belajar ilmu hukum. Begitu umur dua puluh dia dapat gelar ahli hukum dari Universitas Poitiers walau tidak pernah mempraktekkan ilmunya samasekali. Meskipun Descartes peroleh pendidikan baik, tetapi dia yakin betul tak ada ilmu apa pun yang bisa dipercaya tanpa matematik. Karena itu, bukannya dia meneruskan pendidikan formalnya, melainkan ambil keputusan kelana keliling Eropa dan melihat dunia dengan mata kepala sendiri. Berkat dasarnya berasal dari keluarga berada, mungkinlah dia mengembara kian kemari dengan leluasa dan longgar. Tak ada persoalan duit. Dari tahun 1616 hingga 1628, Descartes betul-betul melompat ke sana kemari, dari satu negeri ke negeri lain. Dia masuk tiga dinas ketentaraan yang berbeda-beda (Belanda, Bavaria dan Honggaria), walaupun tampaknya dia tidak pernah ikut bertempur samasekali. Dikunjungi pula Italia, Polandia, Denmark dan negeri-negeri lainnya.
Dalam tahun-tahun 1616 hingga 1628, dia menghimpun apa saja yang dianggapnya merupakan metode umum untuk menemukan kebenaran.  Ketika umurnya tiga puluh dua tahun, Descartes memutuskan menggunakan metodenya dalam suatu percobaan membangun gambaran dunia yang sesungguhnya. Dia lantas menetap di Negeri Belanda dan tinggal di sana selama tidak kurang dari dua puluh satu tahun. (Dipilihnya Negeri Belanda karena negeri itu dianggapnya menyediakan kebebasan intelektual yang lebih besar ketimbang lain-lain negeri, dan karena dia ingin menjauhkan diri dari Paris yang kehidupan sosialnya tidak memberikan ketenangan cukup).
Sekitar tahun 1629 ditulisnya Rules for the Direction of the Mind buku yang memberikan garis-garis besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplit dan tampaknya ia tidak berniat menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima puluh tahun sesudah Descartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Descartes menggunakan metodenya dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam tentang anatomi dan fisiologi, dia melakukan penjajagan secara terpisah-pisah. Dia bergumul dalam bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti optik, meteorologi, matematik dan pelbagai cabang ilmu lainnya.
Menjadi keinginan Descartes sendiri mempersembahkan hasil-hasil penyelidikan ilmiahnya dalam buku yang disebut Le Monde (Dunia). Tetapi, di tahun 1633, tatkala buku itu hampir rampung, dia dengan penguasa gereja di Italia mengutuk Galileo karena menyokong teori Copernicus bahwa dunia ini sebenarnya bulat, bukannya datar, dan bumi itu berputar mengitari matahari, bukan sebaliknya. Meskipun di Negeri Belanda dia tidak berada di bawah kekuasaan gereja Katolik, toh dia berkeputusan berhati-hati untuk tidak menerbitkan bukunya walau dia pun sebenarnya sepakat dengan teori Copernicus. Sebagai gantinya, di tahun 1637 dia menerbitkan bukunya yang masyhur Discourse on the Method for Properly Guiding the Reason and Finding Truth in the Sciences (biasanya diringkas saja Discourse on Method).
Discourse ditulis dalam bahasa Perancis dan bukan Latin sehingga semua kalangan intelegensia dapat membacanya, termasuk mereka yang tak peroleh pendidikan klasik. Sebagai tambahan Discourse ada tiga esai.
Didalamnya Descartes menyuguhkan contoh-contoh penemuan-penemuan yang telah dilakukannya dengan menggunakan metode itu. Tambahan pertamanya Optics, Descartes menjelaskan hukum pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord Snell). Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik, melukiskan fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan teori cahaya yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan dirumuskan oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan ihwal meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap pendapat bahwa panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan tepat dia menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern. (Tetapi, pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan orang-orang lain).
Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang paling penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang geometri analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika, dan menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus.
Mungkin, bagian paling menarik dari filosofi Descartes adalah caranya dia memulai sesuatu. Meneliti sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru yang umumnya sudah disepakati orang, Descartes berkesimpulan untuk mencari kebenaran sejati dia mesti mulai melakukan langkah yang polos dan jernih. Untuk itu, dia mulai dengan cara meragukan apa saja, apa saja yang dikatakan gurunya. Meragukan kepercayaan meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam di luar dunia, bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Pokoknya, meragukan segala-galanya.

COGITO ERGO SUM



Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul baru didalam berfilsafat yang kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode ini, berfilsafat menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk kemudian menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana pastinya jawaban didalam matematika.
Untuk menentukan titik kepastian tersebut Descartes memulainya dengan meragukan semua persoalan yang telah diketahuinya. Misalnya, dia mulai meragukan apakah asas-asas metafisik dan matematika yang diketahuinya selama ini bukan hanya sekedar ilusi belaka. Jangan-jangan apa yang diketahuinya selama ini hanyalah tipuan dari khayalan belaka, jika demikian adanya maka apakah yang bisa menjadi pegangan untuk menentukan titik kepastian?
Menurut Descartes, setidak-tidaknya “aku yang meragukan” semua persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan sebuah kepastian. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu maka semakin pastilah bahwa kita yang meragukan itu adalah ada dan bahkan semakin mengada (exist).
Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keraguan justru akan membuktikan keberadaan kita semakin nyata dan pasti. Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa keraguan itu adalah ada, karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada terlebih dahulu. Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian mengatakan cogito ergo sum atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah aku berpikir maka aku ada.
Dengan metode keraguan ini, Descartes ingin mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu “cogito” atau kesadaran diri. Cogito adalah sebuah kebenaran dan kepastian yang sudah tidak tergoyahkan lagi karena dipahami sebagai hal yang sudah jelas dan terpilah-pilah (claire et distincte). Cogito tidak ditemukan didalam metode deduksi ataupun intuisi, melainkan ditemukan didalam pikiran itu sendiri, yaitu sesuatu yang dikenali melalui dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci, pendapat orang lain, prasangka ataupun dongeng dan lain-lain yang sejenisnya. Karena ini sifatnya hanyalah sebuah metode maka tidak berarti Descartes menjadi seorang skeptis, melainkan sebaliknya Descartes ingin menunjukkan kepastian akan kebenaran yang kokoh jelas dan terpilah melalui metode yang diperkenalkannya ini.
Metode keraguan yang diperkenalkan Descartes telah menemukan cogito, yaitu kesadaran, pikiran atau subjektivas. Descartes menyebut pikiran tersebut sebagai ide bawaan yang sudah melekat sejak kita lahir kedunia ini atau dalam istilahnya disebut sebagai “res cogians”. Descartes melanjutkan, bahwa dalam kenyataannya aku ini bukan hanya pikiran saja, melainkan bisa juga dilihat dan diraba, kejasmanianku ini bisa saja merupakan tipuan atau kesan yang telah menipu saya sejak lahir, namun demikian bukankah sudah sejak lahir itu pula kesan itu ada yang mana berarti kejasmanianku ini juga merupakan ide bawaan karena sudah terbawa sejak lahir. Untuk menjelaskan maksudnya ini Descartes kemudian menyebutnya dengan istilah “res extensa” atau keluasan.
Merangkai cerita kejasmanian tersebut lalu kemudian Descartes menunjuk kepada dirinya sendiri dan mengatakan bahwa aku juga mempunyai ide tentang yang sempurna dan ide itu sudah ada didalam diriku dan sudah menjadi bawaanku. Kemudian tentang Tuhan, Tuhan juga merupakan ide bawaan. Dalam masalah ide bawaan ini, Descartes secara ringkas mengatakan bahwa terdapat 3 buah ide bawaan, yaitu:
1.      Ide tentang pikiran
2.      Ide tentang keluasan (res extensa)
3.      Ide tentang Tuhan
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah ketiga ide itu hanya ada didalam pikiran kita saja atau adanya berada diluar pikiran? Mengenai yang pertama, tentang ide pikiran Descartes mengatakan bahwa cogito erfo sum atau aku berpikir maka aku ada, yang artinya berpikir adalah merupakan suatu substansi atau suatu kenyataan yang berdiri sendiri atau dengan kata lain berpikir itu adalah jiwa itu sendiri. Mengenai yang kedua, tentang keluasaan Descartes mengatakan, tidak mungkin Tuhan yang maha sempurna itu menipu kita tentang adanya kejasmanian, karenanya bisa dikatakan bahwa kematerian adalah juga merupakan sebuah substansi. Mengenai yang ketiga, tentang Tuhan Descartes mengatakan ketika kita memiliki ide tentang Tuhan, maka Tuhan itu ada dan karena Tuhan ada maka adanya itu sendiri haruslah merupakan substansi ontologis. Dalam hal ini nampaknya Descartes sejalan dengan Anselmus.

BERANGKAT DARI KERAGUAN



Pada masa setelah Socrates, telah muncul seorang tokoh skeptisme yang bernama Pyrho. Berikutnya pada abad pertengahan sampai abad modern ini telah banyak pula bermuculan tokoh-tokoh skeptis lainnya. Tokoh yang muncul belakangan tersebut ada yang tetap teguh berpendirian skeptis, seperti pyrho dari awal hingga akhir, tetapi ada juga yang bermula dari skeptis lalu kemudian menemukan kebenaran dan berubah menjadi seseorang yang mempercayai kepastian akan kebenaran. Kita akan melihat bagaimana mereka yang tadinya berangkat dari keragu-raguan kemudian akhirnya bersimpuh didalam kebenaran dan menemukan kebenaran itu sebagai suatu kepastian.
Diceritakan bahwa ditengah-tengah kesibukannya sebagai seorang filsuf besar, Descartes tiba kepada suatu permasalahan epistemologi yang sangat penting yaitu, apakah sesuatu yang telah didapat selama ini adalah merupakan suatu hal yang sudah pasti ataukah semuanya tidak mempunyai suatu kepastian.
Ia mencoba untuk memeriksa keyakinan terhadap agama yang dia anut selama ini. Ia mulai meneliti keyakinan agamanya dengan modal pengetahuan yang dia miliki, meneliti dengan filsafat dan berbagai ilmu lainnya, mungkinkah apa-apa yang telah dia ketahui selama ini adalah betul-betul sudah dia ketahui atau semua itu sebenarnya masih dalam tahap pengembangan yang tidak ada akhir dan kepastiannya?
Descartes kemudian mengatakan, “Dengan dasar apa saya mengatakan bahwa alam ini ada, manusia ada, masyarakat ada, dan Tuhan juga ada. Dengan dalil seperti apa saya akan mengatakan bahwa kota ini ada, alam semesta ini adalah demikian, agama yang dibawa oleh Yesus adalah begini dan begitu?”
Sebagaimana Pyrho, Descartes juga kemudian menelusuri apa yang bisa diperbuat oleh pancaindra dan rasio. Descartes melihat bahwa apa saja yang bisa didapat, dilihat, dan didengarnya dengan mengunakan pancaindra dan rasio semuanya masih sangat lemah dan masih bisa diperdebatkan lagi. Menurut Descartes, indra adalah alat yang terlemah yang dimiliki oleh manusia, dan karenanya dia mencoba bersandar kepada kemampuan rasio. Namun demikian sebagaimana Pyrho, Descartespun menemukan bahwa tidak sedikit kesalahan yang telah pernah diperbuatnya selama didalam penelitian dengan menggunakan rasio. Melihat kenyataan ini, Descartes sang filsuf ternama itupun kemudian hampir-hampir kehilangan kepercayaan dan keyakinan, ia mulai meragukan segalanya dan sampai tak tersisa sedikitpun lagi keyakinan didalam dirinya.
Didalam keraguan dan kebimbangan yang dalam tersebut tiba-tiba dia tersentak dan berkata, “Sekalipun saya ragu terhadap semua yang telah saya dapat selama ini, sekalipun saya ragu terhadap segala sesuatu yang ada didepan mata saya, namun satu hal yang TIDAK SAYA RAGUKAN adalah bahwa saya TIDAK RAGU kalau saya sedang ragu”
Nampaknya Descartes telah mendapatkan satu kepastian tentang kemungkinan untuk mengetahui secara pasti. Ia sekarang tahu bahwa dia PASTI sedang ragu. Dikabarkan, Descartes kemudian berdiri diatas batu besar dialam terbuka dan mengatakan, “Saya telah menemukan sesuatu ; dikala saya meragukan segala sesuatu, dikala saya meragukan panca indra saya, dikala saya meragukan rasio saya, meragukan apakah dunia ini ada, kota paris itu ada, manusia itu ada, Tuhan itu ada dan apakah saya sendiri ada? semua keraguan saya itu adalah betul adanya. Namun satu hal yang tidak mungkin bisa saya ragukan, yaitu bahwa saya sekarang tengah merasa ragu. Bahkan sekalipun saya meragu kan tentang keraguan saya ini, apakah saya ini ragu atau tidak, tetapi saya tetap merasa yakin dan tahu secara pasti bahwa saya sekarang sedang ragu. Dan saya yang sedang ragu ini adalah betul-betul ada.
Begitulah, akhirnya Descartes berjalan di tengah hamparan bumi yang luas dan telah menemukan sebuah kepastian tentang pengetahuan, sambil berjalan dia bergumam, “Saya sekarang sedang ragu, dan karena saya yang sedang merasakan keraguan ini adalah ada, maka saya adalah ada”, dia terus berjalan sambil mengulang-ulang kata tersebut dan kemudian meyakini bahwa kepastian akan pengetahuan itu adalah ada. Setidak-tidaknya dia tahu pasti tentang keraguan yang dia miliki.

HUBUNGAN JIWA DAN BADAN MENURUT DESCARTES



Descartes mengatakan bahwa aku itu terdiri dari dua substansi, yakni substansi jiwa dan substansi jasmani atau materi. Descartes selanjutnya membedakan antara substansi manusia dan hewan pada rasio atau jiwanya. Descartes mengatakan, manusia memiliki kebebasan yang mana tidak dimiliki oleh hewan. Hewan dalam prilakunya selalu terbentuk secara otomatis, bukan dengan kebebasan karena hewan tidak memiliki jiwa sebagai dasar kemandirian substansi.
Adapun kesamaan antara hewan dan manusia adalah pada jasmani atau tubuhnya, karena itu bisa dikatakan bahwa sesungguhnya tubuh manusiapun sebenarnya berjalan secara otomatis dan tunduk kepada hukum-hukum alam. Descartes selanjutnya menyebut tubuh adalah sebagai L`homme machine atau mesin yang bisa berjalan secara otomatis (berjalan sendiri). Badan bisa bergerak, bernafas, mengedarkan darah, dan seterusnya tanpa campur tangan pikiran atau jiwa. Perbedaannya adalah kalau pada manusia mesin ini diatur atau dikontrol oleh jiwa, sementara pada hewan mesin ini berjalan secara alami atau otomatis.
Bagaimana jiwa mengatur atau mengontrol tubuh (mesin), Descartes menjelaskannya dengan menunjukkan sebuah kelenjar kecil (glandula pinealis) yang ada di otak sebagai semacam jembatan. Dengan adanya kelenjar kecil yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ini maka tubuh bisa merepleksikan aktifitas-aktifitas unik seperti gembira, bersedih, tertawa, murung, dan lain-lain.

Dalam hal etika, Descartes mempunyai pandangan dualitas dimana disatu sisi dikatakan manusia bebas dan independen dan disisi lainnya dikatakan bahwa kebebasan tersebut tidak independen melainkan dituntun oleh Tuhan.
Descartes mengatakan, untuk mencapai jiwa yang bebas dan independen maka kita harus mengendalikan hasrat-hasrat yang ada didalam diri kita sehingga jiwa bisa menguasai tingkah laku kita sepenuhnya. Dengan menguasai atau mengontrol hasrat dan tingkah laku, manusia bisa memiliki kebebasan spiritual. Hal ini bisa terjadi karena hasrat dan nafsu seperti: cinta, kebencian, kekaguman, kegembiraan, kesedihan, dan gairah dianggap sebagai keadaan pasif dari jiwa dan jika manusia mampu menaklukkan nafsu-nafsu ini maka dia akan bebas dan independen. Akan tetapi kata Descartes, yang disebut bebas dan independen dalam pengertian otonomi tersebut bukanlah bebas mutlak, melainkan bebas berdasarkan penyelenggaraan Ilahi.

PROBLEM DAN PENGARUH FILSAFAT DESCARTES



Pandangan Filsafat Descartes terutama tentang dasar filsafat cogitonya, selanjutnya dipercaya sebagai tonggak dimulainya filsafat rasionalis. Dengan cogito, Descartes mengandaikan bahwa pikiran atau kesadaran akan melukiskan kenyataan diluar pikiran kita, dengan kata lain keadaan diluar pikiran atau kenyataan yang kita temui diluar pikiran adalah bersumber dari pikiran atau kesadaran diri kita.  Dengan cara menyadari kesadaran diri kita sendiri maka kita akan mengenal dunia diluar diri kita.
Pandangan Descartes tersebut dikemudian hari malah menimbulkan problem yang sangat mendasar, jika dikatakan bahwa pikiranlah yang melukiskan kenyataan diluar pikiran, namun pada kenyataan tidak semua lukisan akan menampilkan kenyataan.
Dengan kata lain, Descartes hanya berpijak kepada salah satu alat, sementara alat yang lainnya (kenyataan material) diabaikan. Descartes beranggapan bahwa hanya dengan rasio atau kesadaran (cogito) maka kita akan mengenali diri dan pikiran kita, sementara kenyataannya kita masih melihat adanya ada lain di alam kenyataan

2 ALAT EPISTEMOLOGI UNTUK MENGENALI ALAM SEKITAR



Bagi kelompok peragu (skeptism), jawaban “Saya Tidak Tahu” dianggap sudah menjadi ketentuan pengetahuan dan nasib manusia. Menurut mereka, manusia tidak mungkin dapat mengetahui sesuatu dengan pasti
Misalnya Pyrho, Ia mempertanyakan permasalahan ini dengan memberikan beberapa argumen ‘rasional’ pada masanya. Dia mengatakan “Jika manusia ingin mengetahui dan memahami sesuatu, bukankah manusia hanya memiliki 2 alat epistemologi untuk mengetahui dan mengenali alam disekitarnya, yaitu panca indra dan rasio." Sekarang saya bertanya kepada Anda, “Apakah panca indra dapat berbuat kesalahan atau tidak?”, saya yakin anda akan mengatakan bahwa pancaindra dapat membuat kesalahan, saya bahkan mampu menunjukkan lebih dari 100 macam kesalahan yang telah pernah diperbuat oleh panca indra.
Bahkan boleh jadi kita sudah tak mampu menghitung jumlah kesalahan yang pernah diperbuat oleh alat penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba kita. Pyrho kemudian mengatakan, bagaimana mungkin kita bisa bersandar atau berpegangan kepada susuatu yang bisa berbuat salah dan menjadi salah sebagai dasar pengetahuan. Ketika Anda melihat tongkat yang lurus menjadi seolah-olah bengkok ketika dimasukkan ke dalam kolam, maka pastilah penglihatan anda terhadap fenomena bayangan di kolam tadi adalah salah. Pertanyaannya adalah bagaimana Anda mau berpegangan kepada sesuatu yang salah? Bagaimana kita bisa mempercayai bahwa penglihatan kita terhadap yang lain juga tidak salah?
Demikian dengan alat yang kedua, yaitu rasio. Rasio bahkan telah melakukan kesalahan lebih banyak dari pada kesalahan yang telah diperbuat oleh panca indra. Pada beberapa percobaan dan argumen, ilmuwan justru telah banyak melakukan kesalahan. Suatu hari dikatakan yang yang terkecil adalah atom, hari lainnya dikatakan netron. Suatu hari dikatakan matahari yang mengelilingi bumi, hari lainnya dikatakan bumilah yang mengelilingi matahari. Suatu hari dikatakan bumi ini datar, dilain hari dikatakan bumi ini bulat dan seterusnya.
Dengan demikian jelaslah sudah, bahwa panca indra dan rasio adalah 2 alat yang tidak bisa terlepas dari salah sementara kita tidak memiliki alat yang lain selain dari kedua hal tersebut. Oleh karena itu, apapun yang kita lihat dan apapun yang kita pikirkan dengan menggunakan pancaindra dan rasio, maka ke semua itu tidak akan terlepas dari salah satunya. Jadi kesimpulannya, kita tidak bisa mempercayai panca indra dan rasio untuk dijadikan sandaran pengetahuan. Karena kita tidak mempunyai sandaran, maka secara otomatis kita sebagai manusia tidak mungkin bisa mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti. Sehingga “SAYA TIDAK TAHU” adalah sudah menjadi ketentuan nasib manusia.