Sabtu, 07 November 2015

Demokrasi atau Democrazy?

Demokrasi atau Democrazy?

Demokrasi selalu menjadi hal yang sangat menarik diperbincangkan, kehadirannya diidam-idamkan meskipun wujudnya terkadang menjadi kontroversi. Semua orang tentu sangat sepakat bahwa demokrasi adalah paham atau sistem pemerintahan yang terbaik dibandingkan paham atau sistem pemerintahan yang lainnya. Karena dalam demokrasi, rakyat berdaulat (memegang kekuasaan tertinggi). Jika pemerintahan yang diselenggarakan ternyata sewenang-wenang, korup dan tidak memihak kepada rakyat, rakyat berhak menggugat, dengan catatan “harus sesuai dengan perundang-undangan (aturan) yang berlaku.”
Secara teoritis, demokrasi terkandung nilai-nilai seperti adanya transparansi pemerintahan, adanya kesetaraan, rational choice, akuntabilitas dan pertanggung jawaban. Nilai-nilai demokrasi tersebut saking baiknya, tidak salah jika negara kita, Indonesia, menganut demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dipakai. Meskipun dalam implementasinya di Indonesia demokrasi berjalan secara pasang surut. Artinya nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam demokrasi tersebut, tidak selalu melekat dalam praktek pemerintahan negara kita.  Misal dalam kasus keputusan DPR kala itu, yang sepakat untuk menaikan harga BBM (dengan syarat). Padahal rakyat jelas-jelas sangat menolaknya. Dimanakah letak demokrasi itu, jika wakil rakyat sebagai representasi keinginan rakyat ternyata tidak menyuarakan isi hati rakyatnya. Demokrasi bukankah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Jika sudah demikian, apa ini namanya Democrazy? Entahlah,,,

Perbedaan Teori Politik dengan Filsafat Politik

Perbedaan Teori Politik dengan Filsafat Politik

Pusat perhatian ilmu politik yaitu terhadap realitas atau peristiwa politik seperti perebutan kekuasaan, kecenderungan memilih, hubungan antara kelas sosial dalam masyarakat dengan partai politik dan teori yang menjelaskan realitas dari berbagai peristiwa politik. Ilmu politik sebagai pengetahuan yang deskriptif tidak berkepentingan dalam mempertanyakan tentang nilai yaitu pertanyaan benar dan salah dalam pengertian etis, jadi nilai dianggap sebagai sesuatu yang dapat diabaikan atau setidaknya hanya dilihat sebagai gagasan ideal. Namun, karena pertanyaan tentang nilai harus dipertimbangkan, maka diperlukan disiplin ilmu yang menangani pertanyaan ini. Untuk itulah teori politik dan filsafat politik muncul sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang dianggap relevan menangani pertanyaan tentang nilai, meskipun ada perbedaan diantara keduanya. Apa perbedaannya?
Teori politik merupakan kumpulan doktrin-doktrin  tentang organisasi masyarakat politik yang diinginkan, seperti liberalisme, sosialisme atau anarkisme. Doktrin teori politik adalah deskripsi tentang kemungkinan bentuk masyarakat yang dianggap baik dan tepat dan didalamnya juga terkandung berbagai rencana dan program politik, dan karena itu sering diistilahkan sebagai ideologi.
Filsafat politik juga menaruh perhatian terhadap doktrin-doktrin politik, namun berbeda dengan teori politik, filsafat politik berkepentingan untuk memberikan landasan kefilsafatan terhadap doktrin-doktrin normatif tersebut.
Asumsinya adalah bahwa teori politik (dan sebenarnya juga teori-teori ekonomi dan sosial) bisa saja tidak memiliki justifikasi rasional, atau hanya merupakan bentuk rasionalisasi praktek politik, ekonomi dan sosial yang dikembangkan berdasarkan kepercayaan semata melalui otoritas tertentu seperti agama.
Karena itu, perhatian filsafat politik diarahkan pada usaha memberikan kritik atau justifikasi terhadap doktrin-doktrin atau teori-teori itu. Jadi, minat filsafat politik dapat dibedakan dari teori politik dalam hal bahwa ada kebutuhan untuk memberikan landasan rasional atas nilai-nilai, ideal-ideal dan prinsip-prinsip yang memberikan bentuk pada teori atau doktrin itu

PEMIKIRAN POLITIK DAN FILSAFAT POLITIK

PEMIKIRAN POLITIK DAN FILSAFAT POLITIK


A.    PENGERTIAN PEMIKIRAN POLITIK
Menurut buku Schmandt J. Henry  dan sumber Wikipedia yang kami baca pengertian pemikiran politik adalah merupakan bagian dari ilmu politik yang mengkhususkan diri dalam penyelidikan tentang pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam bidang politik. Perkembangan pemikiran politik sudah cukup lama yaitu sejak zaman Yunani kuno, yaitu munculnya para filsuf pemikir konsep politik, Negara, individu, masyarakat dsb. Di era modern saat ini pemikiran politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya,seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi. Pemikiran  mengenai politik  itu biasanya sangat normative artinya apa ? Artinya dari segi objek kajian dan ruang lingkupnya  pemikiran politik itu banyak memberikan upaya/ cara/ tujuan untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti cara kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasinilai, impelementasi konsep, pembuatan aturan dan sebagainya.
 Jadi secara global, pemikiran politik itu juga berbicara mengenai yang pertama ajaran bagaimana kehidupan bermasyarakat dan bernegara itu sebaiknya dijalankan seperti ajaran shidarta Gautama, lautsu, dsb. Dan yang pemikiran politik menurut kelompok kami adalah suatu pandangan hidup atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat dalam hal berpolitik. Contohya tentang bagaimana mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik,mengatur tingkah laku bersama, paham yang di transferisasikan ke masyarakat atau biasa kita sebut sebagai ideologi. Sekedar  pemahaman dalam hal keilmuan , dikenal dua pengertian mengenai ideologi dalam ilmu-ilmu sosial yaitu ideologi secara fungsional dan ideologi secara struktural.Adapun ideologi-ideologi politik antara  lain ; 1.Ideologi Liberalisme dan Kapitalisme, 2. Ideologi Konservatisme, 3. Ideologi Sosialisme dan Komunisme, 4.Ideologi Fasisme. Ideologi ini yang melatarbelakangi hasil dari pemikiran politik. Memang dalam lapangannya ideologi itu bersifat fleksibel ada yang dominan ada yang tidak. ini, tetapi ada satu yang dominan dalam ideologi dunia.


Sehingga dari sini, kita paham bahwa ajaran yang ada hingga jaman ini itu merupakan ajaran yang dihasilkan oleh para pemikir politik dulu. Pun sama dengan ideology, ideology adalah suatu karya yang dihasilkan oleh pemikiran politik. Kedua hal tersebut bersifat fleksibel, artinya bisa mengikuti konteks dan bisa tidak mengikuti konteks. Artinya ajaran yang dulu ditemukan oleh para pemikir politik bisa jadi sampai sekarang dipakai, bisa jadi tidak dipakai karena kondisi perubahan zaman, yang mengakibatkan kebutuhan munculnya ajaran baru, pun sama dengan ideology. Jadi kalau dalam hal keilmuan kita mengenal yang namanya thesis, sintesis dan juga anthitesis.
Pemikiran politik merupakan konsep-konsep atau gambaran utuh yang terdapat dalam politik yang digunakan untuk menjalankan suatu tindakan politik dalam pencapaian tujuan politik itu sendiri. Yang memperkenalkan politik pertama kali yang kita ambil dari berbagai macam sumber adalah Aristoteles dan Plato Menurut pemikirannya, Aristoteles menjelaskan bahwa politik merupakan cara-cara yang dilakukan seseorang maupun kelompok untuk mencapai hakikat hidup yang tinggi yang diwujudkan melalui interaksi sosial. Menurutnya manusia akan hidup bahagia jika mengembangkan bakat, bergaul dengan akrab dan hidup dengan menggunakan moralitas yang tinggi.
Berikut kami akan memberikan referensi siapa saja tokoh-tokoh yang muncul dan mendeklarasikan diri menemukan pemikiran politik secukupnya agar penjelasan mengenai pemikiran politik ini bisa dipahami substansinya : Ada beberapa nama seperti Hegel, Confucius, Shidarta Gautama   ( Budha), Lao Tzu. Beberapa tokoh tersebut juga memberikan peran penting dalam mengimplementasikan pemikiran politik hingga sampai sekarang di terapkan. Berikut ini keterangan singkatnya dan pemikiran yang mereka ciptakan
Dalam situs web nternet yang kami baca Yang pertama ada Hegel. Hegel mempunyai pemikiraan politik kedudukan individu dalam sebuah Negara, Lebih tepatnya Hegel menyebut bahwa individu mempunyai hak dalam berpolitik . Apa itu kewajiban politik? kewajiban politik adalah bagaimana masyarakat mengabdikan dirinya bagi negara demi kebaikan hidup mereka sendiri. Jadi, disini tidak hanya berbicara mengenai peran negara  seperti mengatur masyarakat, ditambah dengan posisi rakyat yang berserah pada negara, serta fungsi untuk menerapkan hukumataupun aturan-aturan lainnya, tanpa harus  mengurangi hak-hak maupun kebebasan masyarakat(Hak Asasi Manusia). Negara dalam pemikiran Hegel merupakan penjelmaan ‘Roh Absolutartinya negara itu bersifat absolut yang dimensi kekuasaannya melampaui hak – hak transedental individu. Tetapi point penting lainnya disini adalah Hegel berpendapat bahwa negara bukanlah alat kekuasaan melainkan tujuan itu sendiri. Jadi secara substansi disini bukan negara yang harus mengabdi kepada rakyat melainkan rakyat lah yang harus mengabdi dan diabdikan demi negara ( Partisipasi individu dalam sebuah Negara).

Yang kedua adalah Confucius merupakan seorang tokoh yang sangat sentral yang berasal dari China yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan pemikiran politik timur. Confucius lahir pada abad ke-6 sebelum masehi dan pada abad itu bebarengan dengan  juga lahir ajaran Taoisme. Ajaran Confucianisme ini masih dianut hingga sekarang di China. Ajaran ini mengajarkan bagaimana menjalankan cara-cara hidup yang baik yang sesuai dengan tataran pribadi maupun social ( kedudukan manusia). Jadi ada 2 hal yang menjadi titik tekan disini, yaitu,bagaimana menyelaraskan antara peran personal (individu) dan juga dalam hal social ( bermasyarakat) . Kalau dalam hal ini istilah yang kami dapatkan adalah menyangkut etika politik.
 Selain itu ajaran Confucianisme juga mengajarkan bahwa manusia dapat mengatur kehidupannya sesuai dengan keinginannya artinya manusia mempunyai freewill ( kebebasan berkehendak). Sebagai catatan yang unik dari confucianisme ini adalah  Dia memberikan konsep yang bagus antara kedudukan manusia sebagai makhluk personal dan sosial, tetapi keadaan dirinya sendiri tidak sesuai dengan hasil pemikirannya. Karena sejarah mencatat bahwa ternyata Confucius dulu menghabiskan banyak waktu hidupnya tanpa memilih pekerjaan, bahkan Confucius selalu dalam keadaan kekurangan uang dan juga sebagai orang yang tidak memiliki tanah.
Bahkan dia menganggap dirinya sendiri orang yang gagal atau tidak berhasil dalam hidup dan kemudian mati dalam tidak bermakana. . Meskipun begitu ajarannya dipakai oleh seluruh masyarakat China dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada beberapa oknum yang ingin memusnakan ajaran Confucianisme dari pemikiran masyarakat China. Namun  sampai detik ini hal ini tidak berhasil sebab ketua rakyat China selalu menggunakan nasihat Confusius dalam memberikan nasihatnya kepada rakyatnya, sehingga ajaran ini tidak benar-benar punah. Sehingga ajaran Confucianisme tetap dijalankan di dalam masyarakat China, dan ajaran ini tetap ada karena diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ( tradisionalisme)
Yang ketiga adalah Siddhartha Gautama merupakan pelopor atau pendiri dari ajaran Buddhisme di India. Ajaran ini juga sangat memberikan sumbangan yang sangat besar bagi pemikiran politik timur. Ajaran ini sangat berkembang pesat di daerah timur khususnya Thailand, Singapura, Taiwan dan sebagainya. Ajaran Buddhisme ada sejak tahun ke-6 sebelum masehi. Siddhartha Gautama merupakan putra raja dari bagian Nepal. Proses pemikirannya berawal dari bagaimana manusia itu harus mempunyai i jati diri ataupun pencerahan, akhirnya  dalam kisahnya Siddhartha Gautama mendapatkan ilham dan menjadi Buddha setelah bermenung selama tujuh hari di bawah sebuah pohon kebijaksanaan. Siddhartha Gautama merupakan seorang guru spritual di suatu daerah di bagian India. Siddharta Gautama disebut sebagai Buddha oleh para pengikutnya karena dianggap telah mencapai penerangan yang sempurna. Buddha Gautama secara persis tahu apa sebenarnya hakikat hidup manusia di dunia, akan tetapi Buddha tidak pernah mengatakan bahwasanya dunia ini adalah asli atau palsu dan Buddha hanya mengatakan apa yang tampak di dunia ini seperti adanya. Ajaran Buddha mengajarkan agar setiap manusia selalu memelihara kebijaksanaan dan juga kepercayaan. Selain itu Buddha juga mengajarkan melalui perbuatan ( attitude) , selain melalui ucapan.
Secara substansi menurut hemat kami, Ajaran Buddhisme percaya bahwa untuk hidup seseorang memerlukan suatu moral yang tinggi. Tujuan hidupnya adalah untuk mencapai kehidupan yang bebas dari nafsu duniawi ( kebermaknaan hidup di dunia).  Sehingga ajaran ini dapat dikatakan sebagai ajaran bersifat rasional. Ajaran ini berkembang sangat pesat di dunia sebab ajaran ini mampu menyesuaikan dengan kebudayaan yang ada. Hingga akhirnya ajaran ini menjadi paham sebuah agama Budha yang pemikirannya berawal dari Shidarta Gautama atau banyak yang menyebutkan sebagai pembawa berita gembira seperti Nabi.
Yang keempat adalah  Lao Tzu merupakan termasuk pelopor pemikiran politik di China. Lao Tzu lahir sekitar tahun 570 sebelum masehi. Di dalam bukunya yang bernama Tao yang berarti jalan atau cara, dia menjelaskan pemikirannya mengenai bagaimana seharusnya manusia hidup. Dia mengajarkan bahwasanya manusia perlu bersikap rendah hati, harus menjaga kodrat asli kesederhanaan manusia ( lebih kepada menekankan aspek bagaimana manusia itu bersikap) selain itu dia juga menjelaskan bahaya suatu penggunaan kekuasaan yang berlebihan di dalam negara ataupun dimana saja. Akan membawa kepada kebinasaan. Bahkan di dalam bukunya yang sumbernya juga tidak dicantumkan dia juga mengajarkan suatu doktrin mengenai ketenanangan, kekuasaan dan kesombongan, bertindak pasif dan tidak campur tangan. Ajaran Lao Tzu disebut dengan ajaran Taoisme. Ajaran ini lebih mengarahkan pemikiran atau pandangan mengenai dunia, oleh karena itu bahan kajian dan arahnya mengarah kepada  alam dan kodratnya. Taoisme bukan hanya sekedar etika tetapi merupakan suatu cara memandang terhadap sesuatu. Ajaran ini juga lebih mengutamakan realitas dan memiliki prinsip yang konkret.


B.   PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK
Menurut sumber yang kami baca dalam buku “Pemikiran Politik Barat”  filsafat politik adalah Suatu upaya  untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti memberikan kritikanpemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik baik itu hubungan masyarakat dengan pemerintah, kebijakan politik, orientasi politik dsb.
Karena bidang politik juga  merupakan tempat menerapkan ide filsafat yang cukup koheren. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain. Jika kita hubungkan korelasi maknaberfilsafat itu sendiri berarti bergulat dengan masalah-masalah dasar manusia dan membantu manusia untuk memecahkannya. Kenyataan ini tentu membawa filsafat pada pertanyaan-pertanyaan tentang tatanan masyarakat secara keseluruhan yang nota bene adalah bidang politik tempat masyarakat bernaung.
Dan di situ filsafat muncul sebagai kritik/ saran/ proses pemecahan maslah dsb. Dalam proses upaya kritisnya tersebut, filsafat menuntut agar segala klaim para pelaku politik untuk menata masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dengan benar dan tidak membiarkan segala macam kekuasaan menjadi mapan begitu saja. Artinya disini selain berbicara tentang objek yang dikaji juga membahas tentang ( subjeknya) pelaku-pelaku politiknya, sehingga pelaku politiknya dituntut untuk sungguh-sungguh menjadi pengayom dan pelayan masyarakat banyak( abdi masyarakat). Dan bukan sebaliknya yaitu penindas masyarakat.
Contohnya Di negara-negara modern, penguasa punya tanggung jawab mensejahterakan rakyatnya. Rakyat sejahtera berarti tujuan kebijakan-kebijakan politiknya terlaksana dengan baik. Dengan kata lain, janji-janjinya kepada rakyat terpenuhi. Bahkan menurut yang kita baca buku teori Politiknya Meriam Budiardjo,  Menurut pakar politik sekaligus seorang filsuf yang pertama adalah Plato pernah menyebutkan bahwa filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep pemikiran itu. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki                  ( hubungan linear). Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.

Yang kedua, Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara. Lebih kesifat ( Nasionalis terhadap Negara).

Kesimpulan
Jadi, dari paparan diatas  kami  menyimpulkan bahwa filsafat politik adalah upaya atau cara untuk mengkaji misi pengaturan dari berbagai macam sektor/ sendi/ bidang dalam kehidupan sosial di dalam sebuah Negara.Yang dalam konteks ini adalah bidang politik, artinya secara substansi filsafat politik disini sebagai kritikan, masukan dan pemecahan masalah terhadap masalah-masalah politik, baik itu hubungan antara pemerintah dan masyarakat, konsep Negara, idelogi politik, masyarakat, kebijakan politik, aturan dan peraturan politik dsb, Yang yang semuanya itu di otaki/ dikoordinir oleh yang namanya sektor politik yang merupakan bidang dalam berfilsafat juga.


C.  PENGERTIAN ILMU POLITIK
Pengertian Ilmu politik dalam buku Miriam Budardjo merupakan ilmu yang mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Secara umum ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang hubungan kekuasaan, baik sesama warga Negara, antar warga Negara dan Negara, maupun hubungan sesama Negara. Yang menjadi pusat kajiannya adalah upaya untuk memperoleh kekuasaan,usaha mempertahankan kekuasaan, pengunaan kekuasaan tersebut dan juga bagaiman menghambat pengunan kekuasaan.
Ilmu politik khasnya mempelajari beberapa aspek, seperti , Ilmu politik dilihat dari aspek kenegaran adalah ilmu yang memperlajari Negara, tujuan Negara, dan lembaga-lembaga Negara serta hubungan Negara dengan warga nwgaranya dan hubungan antar Negara. Kemudian, Ilmu politik dilihat dari aspek kekuasaan adalah ilmu yang mempelajari ilmu kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hsil dari kekuasaan itu. Dan terakhir,  Ilmu politik dilihat dari aspek kelakuan politik yaitu ilmu yang mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan dan kebijakan.


Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good life(kehidupan yang baik).
Menurut Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.”Menurut J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
Kesimpulan
Dari definisi ilmu politik diatas , maka kami dapat menyebutkan bahwa ilmu politik secara substansi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekuasaan, kekuatan atau misi pengaturan dalam kehidupan bermasyarakat ( di berbagai macam sektor) dan itu bisa  dianalisa  secara mendalam dan dikaji khusus dengan mempelajari kolerasi hubungan kekuasaan, baik sesama warga negara, antar warga negara dan negara maupun hubungan sesama Negara atau melihat sub-sub sector yang terdapat dalam bidang politik.

D.  ISU-ISU SEPUTAR FILSAFAT POLITIK
Supaya sistematis kita bahas satu-satu terlebih dahulu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan isu  apa sebenarnya. Isu yaitu : kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya (kabar angin atau desas-desus).[i][1]Sedangkan yang dimaksud dengan filosofis yaitu : sesuatu yang berdasarkan filsafat.[2]
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan isu-isu filosofis adalah suatu kabar yang tidak jelaskebenaran dan asal-usulnya yang didasarkan pada filsafat.
Secara universal jika kita ingin tahu Isu-isu filosofis dalam pendidikan pastinya tidak terlepas dari kerangka dasar filsafat, yakni:
a.      Ontologis (hakikat, sifat dasar, cita-cita),
b.      Epistimologis (proses, cara kerja, metode), dan
c.      Aksiologis (tujuan, dasar moral, etika, keagamaan).
Kerangka dasar inilah yang menjadi alat untuk mengidentifikasi masalah filosofis dalam pendidikan. Selain bermanfaat mengidentifikasi, juga digunakan untuk mengevaluasi dengan kritis.
Baik, kita langsung masuk ke bahan pembahasan. Terkait, su-isu yang kelompok kami kumpulkan dalam filsafat politik itu Isu yang pertama dalam filsafat politik adalah mengedepankan  pentingnya kehidupan social yang idealis . Artinya adalah bagaimana hubungan masyarakat dan penguasa ( Pemerintah ) itu berjalan lancer, baik dan adil. Sehingga dalam hal kebijakan, aturan maupun konsepnya pun mengarahkan kepada kehidupan yang adil, aman, sejahtera dan makmur ( Good Governance/ Masyarakat madani).
Jadi fokusannya menurut kami, kalau kita berbicara dalam konteks filsafat politik berarti kita menghubungkan bagaimana kehidupan manusia dan pemerintahan dalam sebuah negara seperti sistem pemerintahan ,etika politik, budaya politik, antropologi politik, komunikasi politik, sosiologi politik, sejarah politik, ideology politik, hak dan kewajiban masyarakat dalam dinamika politik dan sebagainya
 Isu yang kedua adalah diperlukannya punichement yang adil sesuai konteksnya dalam kehidupan sosial, Contohnya yaitu perlunya konsep keseimbangan atau keadilan yang dilakukan kepala pemerintahan bagi seluruh masyarakat . Misal berbicara tentang semua sektor yang dipengaruhi oleh politik seperti ( kebudayaan, agama, moral, ketuhanan, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum) yang harus membentuk sebuah sistem yang baik ( thayibbah/ madani). Karena tak ada masyarakat yang bisa bertahan hidup tanpa adanya peraturan dan ketentuan sosial.Jika dari sisi pengaturan atau pucuk keuasaannya
Jika tidak, masyarakat akan terjatuh dalam kekacauan, keburukan, dan kerusakan. Pandangan tentang masalah ini juga jelas, dan tidak mengundang pertanyaan untuk penjelasan lebih lanjut. Namun demikian, kita perlu menyebutkan dua hal pokok.  Kalau kami menganalisa dari perspektif agama yang pertama adalah bahwa dari perspektif Islam, tujuan hukum bukan hanya untuk menciptakan peraturan dan disiplin sosial, namun lebih dari itu adalah untuk menjaga keadilan sosial; karena, pertama, tanpa keadilan peraturan tersebut tidak akan bertahan dan pada umumnya, manusia selamanya tidak akan bisa menerima ketidakadilan dan penindasan; dan yang kedua, dalam masyarakat yang tidak diperintah dengan keadilan, kebanyakan orang tidak akan memperoleh kesempatan untuk menikmati kemajuan dan pembangunan yang diinginkan, dan karenanya tujuan penciptaan manusia tidak akan terwujud.
Isu yang ketiga menurut kami adalah bagaimana sebuah sistem itu harus ada misi pengaturannya yaitu ( Peran pemerintahan menjadi penting dan strategis untuk membuat aturan).Contohnya bagaimana Pemerintah membuat aturan/ hukum yang orientasinya itu untuk kesejahteaan masyatakat supaya tercipta masyarakat yang adil, makmur dan aman sentosa jika didalam Islam disebut disurat Saba’ Baldatun thoyibatun warobbun ghofur.

Karena biasanya Teori yang berlaku di kebanyakan masyarakat dewasa ini adalah bahwa hukum harus disahkan dan disepakati oleh masyarakat itu sendiri, atau wakil-wakil mereka. Karena konsensus dari semua anggota masyarakat maupun dari semua wakil-wakil mereka itu praktis mustahil terjadi, maka pendapat mayoritas (bahkan jika hanya setengah plus satu) merupakan kriteria validitas hukum tersebut.
Pertama-tama, teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa tujuan dari hukum adalah untuk memuaskan kebutuhan masyarakat, bukan untuk memberikan sesuatu yang benar-benar akan menguntungkan mereka. Kedua, karena mustahil diperoleh kesepakatan yang bulat, kita harus cukup puas dengan pendapat mayoritas. Namun demikian, tujuan hukum untuk memuaskan kebutuhan masyarakat ini tujuan untuk menciptakan politik  yang sehat sehingga pengaruhnya pun juga baik terhadap masyarakat.
Kesimpulan
Jadi, dari pemaparan yang singkat dan sederhana diatas, kami menyimpulkan bahwa Isu-Isu yang terdapat dalam filsafat politik itu terdiri dari yang pertama, bagaimana pentingnya memaknai kehidupan sosial masyarakat yang idealis. Artinya apa, bagaiman masyarakat itu dapat dengan sendirinya menciptakan tatanan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Bahan kajiannya bisa memakai budaya, etika, komunikasi, antropologi politik dsb. Kemudian, yang kedua adalah bagaimana didalam kehidupan masyarakat itu dihidupkan yang namanya aturan/ hukum supaya mengarah keorientasi yang sama, seperti isu yang pertama. Jika ada yang melanggar ada hukumannya, jika tidak melanggar ada rewartmya dsb, Dan yang terakhir adalah bagaimana peran Pemerintah ( subjek kekuasaan) itu menjadi penting karena tonggak misi pengaturan ada ditangannya.

E.  SIGNIFIKASNI (NILAI PENTING )FILSAFAT POLITIK BAGI KEHIDUPAN
Setelah mengkaji tentang arti  Filsafat Politik, Ilmu Politik dan Pemikiran Politik dari para ahli, kita masuk kedalam nilai penting dari filsafat politik itu untuk kehidupan. Jikalau kita teliti dan memaknai pembahasan data diatasa kita dapat menyimpulkan sendiri sebenarnya apa nilai penting filsfata politik bagi kehidupan kita.
Sebelumnya kita paham bahwa berfilsafat sejatinya adalah sedang berusahan menemukan kebenaran ihwal segala hal yang menggunakan pemikiran yang dilakukan secara sistematis. Kemampuan berpikir secara sistematis diperlukan oleh siapa saja, baik orang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan.
Jadi, jika kita hubungkan dengan filsafat politik menurut buku MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya adalah merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar analisis teori-teori politik masa lalu. Ia berusaha menemukan prinsip-prinsip universal yang mendasari fenomena politik dalam semua situasi historisnya. Dalam melakukan hal ini studi ini berupaya untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai politik kontemporer dari sudut pandang etika maupun sebab-akibat. Secara bahasa Studi filsafat politik tidak terbatas pada masalah deskripsi atau analisis terhadap institusi-institusi yang ada dan cara-cara institusi-institusi ini ada nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang nampak serta tujuan-tujuan untuk apa semua institusi ini di desain.
Karena kita paham bahwa  politik, sebagai halnya etika, pada dasarnya  bukan hanya merupakan ilmu  yang membahas mengenai tatanan dimana watak manusia bisa sampai pada kesempurnaan yang maksima untuk kesejahteraan bersama. Artinya, setelah kita mempelajari filafat politik kita nantinya akan membahas apa hal yang mengakibatkan seeseorang tersebut merumuskan kebijakan politik demikian, apa pendasarannya, bagaimana proses pemikirannya, apa latar belakangnya, apa esensi dan substansi dsb.
Jadi, menurut kami berdasarkan buku yang kami jadikan referensi yaitu, buku MKD IAIN Sunan Ampel yang berjudul “Pengantar filsafat”  dan kami hubungkan dalam bidang kajian politik menjelaskan Pada dasarnya tujuan dan manfaat mempelajari Filsafat bagi kehidupan dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1. Dengan berfilsafat dapat menjadikan manusia lebih terdidik dalam berpolitik  dan dapat membangun serta membentengi dirinya sendiri. ( mempunyai data serta paham konsekuensi)
  2. Bersikap Obyektif dalam memandang kehidupan ini. ( sesuai dengan realita/ kebenaran dan tidak mengada-ada/ spekulasi)
  3.  Berpandangan luas, filsafat dapat menyembuhkan dari kepicikan dan egoisme yang tinggi. ( mampu menjadi pribadi yang inklusif terbuka terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat)
  4. Filsafat mengajarkan untuk mampu berpikir mandiri (tidak taqlid atau ikut-ikutan/ mempunyai ideology/ pandangan yang jelas)
  5. Filsafat memberikan petunjuk dengan metode pemikiran reflektif dan penelitian penalaran supaya dapat menyerasikan antara logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama di dalam usaha manusia dalam mencapai pemenuhan kebutuhannya dalam usaha yang lebih lanjut yaitu “mencapai hidup bahagia dan sejahtera”. ( menggunakan seluruh potensi yang ada dalam diri menuju satu arah yaitu mengabdi kepada masyarakat sehingga sesuai dengan kedudukan politik itu sendiri yaitu menciptakan masyarakat yang seimbang, adil, sejahtera dan aman sentosa


Hubungan politik dan pendidikan


    Hubungan antara pendidikan dan politik bukan sekedar hubungan saling memengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan menjalankan sejumlah fungsi politik yang signifikan. Mungkin yang terpenting dari fungsi-fungsi tersebut bahwa sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya menjadi agen-agen sosialisasi politik. Lembaga-lembaga pendidikan menjadi tempat dimana individu-individu, terutama anak-anak dan generasi muda, mempelajari sikap-sikap dan perasaan tentang sistem politik, dan sejenis peran politik yang diharapkan dari mereka.
·         Berbagai institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai alat kekuasaan dalam upaya membentuk sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki. Berbagai aspek pembelajaran, terutama kurikulum dan bahan-bahan bacaan, sering kali diarahkan pada kepentingan politik tertentu.
·         menambahkan bahwa salah satu komponen terpenting pendidikan, kurikulum, misalnya, dapat menjadi media sosialisasi politik. Menurutnya, kurikulum disuatu lembaga pendidikan memiliki tiga sumber utama. Pertama, pendapat kelompok profesional pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh institusi-institusi pelatihan guru dan sering kali merefleksikan atau mengadaptasi ide dari individu-indovidu yang didewa-dewakan, seperti John Dewey, John Lock, dan Wiliam Stern.
·         Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka melakkan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik melalui metode an bahan ajar (curriculum content) pendidikan. Dinegara-negara komunis, misalnya, metode brain washing digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir kaum muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme
·         Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi saling berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia untuk mengurus politik dan negara. Negara mengalokasikan biaya untuk mendukung kecancaran proses pendidikan. Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun dan mendukung proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak dibutuhkan.
·         Transformasi nilai-nilai politik melalui institusi pendidikan melalui intervensi dalam perbuatan kebijakan pendidikan di Indonesia sangat kuat, bahkan institusi pendidikan merupakan wilayah politik negara dan pemerintahan,
·         Pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan
·         Keduanya sering dilihat oleh sebagian orang tidak ada kaitan dan hubungan, padahal politik dan pendidikan saling menopang dan saling mengisi satu sama lain. Pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku dan moralitas masyarakat di suatu Negara. Begitu juga sebaliknya, perilaku politik di suatu negara memberikan karakteristik pendidikan di negara tersebut. Hubungan tersebut merupakan realitas yang telah terjadi semenjak munculnya peradaban manusia dan sedang menjadi kajian penting para ilmuwan moder
·         Hubungan erat antara pendidikan dengan politik dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan pendidikan. Dampak positif yang dapat dihasilkan dari hubungan keduanya adalah pemerintah sebagai pemegang peranan penting dalam politik dapat memberikan subsidi kepada pendidikan. Dengan adanya subsidi tersebut pendidikan bisa berkembang sebagaimana mestinya.
·         hubungan antara politik pendidikan dapat memberikan dampak negatif atau positif bergantung pada pemegang peranan penting dalam politik tersebut. Jika pemegang tanggung jawab pendidikan dalam politik tidak mempunyai kompeten dalam bidang pendidikan, maka pasti ini sangat membahayakan pendidikan. Akan tetapi jika orang yang memegang amanah untuk mengembangkan pendidikan dalam sistem pemerintahan suatu negara adalah orang yang amanah serta mempunyai kapabilitas di bidang pendidikan maka ini sangat memungkinkan untuk memberikan kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan, khususnya di Indonesia.
Terlepas dari itu semua, Jika kita melihat realitas politik di Indonesia saat ini, maka hendaknya pendidikan dijadikan satu hal yang netral, khususnya jika kita melihat kondisi politik di Indonesia saat ini. Ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan lembaga pendidikan sebagai penyalur dari kepentingan politik tertentu. Selain itu, jika pendidikan tidak dinetralisir dari dunia politik, maka kepentingan politik akan dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan. Dan ini akan memecahkan konsentrasi lembaga terhadap pendidikan, yang pada akhirnya akan merusak nilai-nilai mulia pendidikan.

TEORI KONVERGENSI, PENGERTIAN DAN TOKOHNYA



TEORI KONVERGENSI PENGERTIAN DAN TOKOHNYA

PENDAHULUAN

            Pada pembahasan makalah kali ini penulis (kami) mencoba menjelaskan pengertian dari teori konvergensi dalam ilmu psikologi dan juga tokohnya. Teori konvergensi didalam ilmu psikologi merupakan sebuah teori yang tergolong masih baru dikarenakan teori ini merupakan gabungan dari teori nativisme dan teori empirisme yang kedua teori tersebut sangat erat kaitannya dengan paham filsafat. Sebelumnya pada bagian pendahuluan ini kami akan menjelaskan secara singkat pengertian paham nativisme dan empirisme terlebih dahulu dan memperlihatkan kelemahan kedua teori tersebut yang mengakibatkan munculnya teori konvergensi.

       Empirisme

Teori empirisme menyatakan bahwa watak/kepribadian dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh secara inderawi, John Locke yang merupakan salah satu filsuf Inggris yang sangat mempengaruhi aliran empirisme memperkenalkan suatu diktum sebagai berikut: “Andaikan pikiran manusia sebagai kertas putih yang tak ada sama sekali materi di dalamnya, lalu, pikirkan bagaimana manusia caranya pikiran manusia bisa memiliki banyak corak? Darimana asalnya semua penalaran dan pengetahuan yang ada dalam diri manusia? Hal itu cuma memiliki satu jawaban yaitu pengalaman[1]. Locke mengandaikan pikiran manusia sebagai sebuah kertas putih / batu tulis yang disebut sebagai tabula rasa (sebenarnya konsep tabula rasa ini pertama kali diungkapkan oleh Aristoteles) yang diisi oleh pengalaman-pengalaman inderawi manusia yang berasal dari lingkungan sekitarnya, dalam artian bahwa tanpa pengalaman maka manusia hampir tidak mungkin untuk memproduksi pengetahuan & ilmu pengetahuan, melakukan proses belajar, introspeksi diri, dll. Namun, di lain sisi teori empirisme tetap mempunyai kelemahan dan kebanyakan para psikolog yang berseberangan alirannya dengan teori empiris mempertentangkan hal tersebut, contohnya adalah Steven Pinker berargumen bahwa meskipun kita mengijinkan pengalaman inderawi mempengaruhi pikiran dan sikap kita, adalah kesalahan dalam berfikir bahwa cara kerja otak manusia seperti komputer yang bisa mendownload materi kedalam otak dan menaruhnya dalam “file-file” tertentu, Pinker mengajukan pernyataan yang sangat sederhana, saat anda membaca sebuah buku pada halaman pertama, kemudian tutuplah buku tersebut dan tulis ulang semua kata-kata yang tertera di dalam halaman pertama buku tersebut secara akurat, ia yakin seseorang tidak akan mampu melakukan hal tersebut dan hanya mampu membuat intisari dari bacaan tersebut[2], karena pada dasarnya otak manusia diciptakan hanya dengan dua sistem proses berfikir yaitusemantic (pengartian & pemahaman) dan syntax (logika dan struktur).

      Nativisme

Teori Nativisme menganggap bahwa manusia sudah memiliki watak/kepribadian yang bersifat pembawaan sejak lahir yang sering disebut sebagai innate / original idea (sebuah ide yang diperoleh tanpa melalui proses persepsi ataupun pengaruh dari lingkungan sekitarnya) selain itu hal ini seringkali berkaitan dengan konsep intelegensia seseorang. Selain itu ada juga yang disebut sebagai adventitious idea, yang mana sebuah ide atau konsep yang muncul (melalui proses kognisi) disebabkan oleh obyek yang ada di luar fikiran kita. Secara filsafati teori ini berasal dari paham rasionalisme Phytagoras seorang filsuf Yunani Kuno pada abad ke 6 sebelum masehi yang kemudian dikembangkan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz, ia meragukan argumen John Locke diatas dan menyebutkan bahwa terdapat suatu “jiwa” (logos), “The question of the origin of our ideas and our maxims is not preliminary in Philosophy and we must have made great progress in order to solve it successfully, I think, however, that I can say that our ideas, even those of sensible things come from within our own soul[3]... Leibniz menyatakan bahwa hal-hal yang nyata oleh indra manusia sekalipun itu berasal dari jiwa. Argumen yang dibuat oleh Leibniz cenderung bersifat metafisika dan bersifat subyektif karena dalam paham filsafatnya Leibniz seringkali mengaitkannya dengan teologi namun begitu ia sangat percaya intelektualitas bersifat bawaan karena ia adalah seorang inventor (penemu) dibanding seorang filsuf murni seperti John Locke. Teori Nativis terutama sekali menyatakan bahwa faktor intelegensia seseorang ditentukan oleh faktor genetika, penelitian dibidang ini kebanyakan dilakukan oleh ahli biologi. Menurut paham nativisme bahwa cara berfikir dan berperilaku manusia sama sekali tidak berkaitan dengan faktor lingkungan di sekitarnya (secara psikologis masing-masing manusia mempunyai jati dirinya masing-masing yang bersifat unik). Hal ini mempunyai kebenaran jika misalnya dikaitkan dengan sejarah terciptanya ilmu matematika, Phytagoras misalnya tidak melakukan observasi empiris saat ia menciptakan rumus Phytagoras dan hal tersebut  merupakan logika terstruktur yang ada didalam fikirannya menurut banyak orang hal tersebut adalah ide orisinil. Dari contoh tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa tidak selamanya pengamatan inderawi manusia turut mempengaruhi pemikirannya. Di dalam perkembangan ilmu psikologi selanjutnya, Franz Joseph Gall seorang fisiolog dari Jerman menciptakan metode yang dinamakan phrenology untuk melacak jejak pembawaan kepribadian seseorang namun karena kurang kuat dasar-dasar ilmiahnya (pseudo-science) maka metode ini tidak bertahan lama[4]. Contoh kejanggalan di dalam teori nativisme adalah bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan sebuah kegiatan (misalnya belajar berenang) tanpa adanya proses kesadaran yang didapat melalui saraf-saraf inderawi? Maka dari itu teori konvergensi muncul di dalam ilmu psikologi untuk menjembatani kedua paham yaitu : teori nativisme dan teori empirisme. Walaupun kebanyakan para ilmuwan di berbagai bidang saat ini lebih mempercayai pengetahuan manusia secara umum dibentuk melalui pengalaman.


DEFINISI TEORI KONVERGENSI & WILLIAM LOUIS STERN (1871-1938)

Teori Konvergensi (berasal dari kata Convergence (Inggris) yang berarti pertemuan di satu titik)) menyatakan bahwa pembentukan atau perkembangan kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor pembawaan dan juga faktor lingkungan di sekitarnya, hal ini dikemukakan oleh salah satu tokohnya yaitu William Louis Stern[5]. William Louis Stern sendiri mendefinisikan bahwa ilmu psikologi adalah ilmu tentang individu yang mengalami / menghayati, dengan definisinya tersebut ia berusaha untuk menjembatani teori nativis dan teori empiris (jadi ia memakai/menganutnya kedua teori tersebut sekaligus)[6]. William Louis Stern merupakan ilmuwan yang memperkenalkan konsep IQ (Intellegent Quotient) kepada masyarakat luas yang masih bertahan sampai saat ini. Dasar teori dari konsep IQ ini sendiri ialah bahwa setiap orang memiliki taraf kecerdasan yang berbeda-beda[7]. Secara umum William Louis Stern merumuskan konsep IQ sebagai berikut :

Dimana[8] :       MA = Mental Age (Usia Mental)
                        CA = Calendar Age (Usia Kalender)

Usia mental adalah usia yang didalam ilmu psikologi dianggap sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di dalam melakukan aktifitas intelektual. Menurut William Stern, seseorang yang mempunyai taraf kecerdasan normal, mempunyai usia mental yang sama dengan usia kalendernya. Contohnya : Kalau usia mental anak tersebut 14 tahun dan usia kalendernya masih 12 tahun maka, nilai IQ anak tersebut sekitar 116. Jika usia kalendernya 8 tahun dan usia mentalnya 10 maka nilai IQ anak tersebut 125. William Louis Stern sendiri mengkategorikan nilai IQ > 100 sebagai lebih pandai dari rata-rata, nilai IQ 100 adalah rata-rata dan nilai IQ < 100 adalah di bawah normal. Tetapi perhitungan diatas hanya berlaku bagi seseorang yang masih berusia < 20 tahun, jika sudah > 20 tahun maka perlu digunakan tes khusus yang bisa langsung mengukur IQ tanpa harus membagi atau menghitung perbandingan seperti diatas[9], tetapi khusus untuk kategori nilainya tetap sama. Sedangkan didalam ilmu biopsikologi bahwa perilaku-perilaku dan intelegensia tidak hanya merupakan faktor bawaan ataupun lingkungan tetapi juga ada faktor lain yang sangat menentukan yaitu keadaan janin, nutrisi, stress dan rangsangan sensori[10]. Selain itu mereka para pakar biopsikologi percaya bahwa interaksi antara faktor bawaan dan pengalaman seseorang pada lingkungan atau situasi tertentu akan menghasilkan sebuah evolusi terhadap gen manusia (plasma pembawa sifat keturunan) yang otomatis akan menghasilkan perilaku-perilaku yang baru[11].

Pada bab selanjutnya kami membagi dua garis besar di dalam bidang intelegensia dan interaksi sosial yang berkenanaan dengan teori Konvergensi tersebut. Faktor intelegensia dan interaksi sosial merupakan sebuah isu klasik di dalam dunia psikologi, yang seringkali para pakar psikologi ataupun biopsikologi menyebutnya Nature-Nurture debate. Jauh sebelum para pakar psikologi yang lebih modern muncul, Rene Descartes pernah mengajukan konsepmind-body problem atau Cartesian Dualism di dalam filsafat yang mempunyai arti bahwa keberadaan atau kesadaran manusia oleh faktor jiwa (intelegensia) dan material/lingkungan. Yang sebenarnya mempunyai arti kurang lebih sama dengan paham teori konvergensi didalam ilmu psikologi. Maka dari itu penting bagi kami untuk mengkaji lebih dalam masalah tersebut didalam uraian di bawah ini.

·         INTELEGENSIA
Didalam ilmu psikologi masalah intelegensia adalah salah satu bahasan pokok yang biasanya dibahas di dalam psikologi kognitif. Ia memberikan definisi intelegensi secara fungsional dan terbatas yaitu : penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru[12]. Walaupun pada masa kini kesahihan dari IQ test agak dipertanyakan validitasnya karena pada masa kini telah ada saingannya yaitu EQ test (Emotional Quotient), kebanyakan para psikolog saat ini juga sangat memperhatikan unsur ini karena sangat berpengaruh di dalam melakukan kegiatan sehari-hari, hal ini disebabkan manusia pada kehidupannya tidak hanya ikut didalam kegiatan yang bersifat intelektual saja, justru masalah sering muncul dari aspek sosial yang berkaitan dengan sifat-sifat emosional manusia. Misalnya masalah antara pasangan suami-istri, konflik di dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan, seringkali hal-hal tersebut tidak dapat diprediksi oleh IQ test, jadi seseorang yang mempunyai score yang tinggi di dalam IQ testnya belum tentu menjadi seorang yang berhasil di dalam kehidupan sehari-harinya.

Di dalam penelitian mengenai IQ sendiri juga ada perbedaan-perbedaan mengenai aspek intelegensi, ada yang lebih memperhatikan G factor (semua aspek intelegensia seseorang mempunyai korelasi satu sama lain) dan ada juga yang lebih memperhatikan S factor (aspek kecerdasan seseorang berdiri sendiri dan tidak berkorelasi dengan aspek kecerdasan lainnya). Secara umum konsep intelegensia seseorang di dalam ilmu psikometri diukur menggunakan teknik statistik yang disebut analisis faktor, yang terdiri dari tujuh kemampuan yaitu : pemahaman lisan, kefasihan kata-kata, kemampuan angka-angka, penglihatan ruang, ingatan asosiatif, kecepatan persepsi dan penalaran. Dalam kasus penelitian Intelegensia juga pernah dilakukan oleh tiga orang ilmuwan yaitu Gregory Cochran, Jason Hardy dan Henry Harpending pada tahun 2005 terhadap salah satu suku Yahudi yaitu Ashkenazi (suku Ashkenazi merupakan salah satu subgroup dari ras Yahudi yang berimigrasi ke Eropa Tengah terutama ke sekitar kawasan Jerman, Polandia dan negara-negara Eropa Timur seperti Rusia  mereka dikenal karena banyak melahirkan para ilmuwan yang pada umumnya dikenal oleh dunia diantaranya Albert Einstein, Sigmund Freud (penemu psikoanalisa) dan Karl Marx (penemu aliran sosialis-komunis bersama Friedrich Engels) selain itu 27% yang memenangkan Nobel Prize di bidang Ilmu Pengetahuan juga berasal dari suku Yahudi tersebut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan mereka bertiga menyimpulkan bahwa suku tersebut mempunyai kecerdasan yang sangat baik dibidang logika matematika dan penalaran secara verbal dibandingkan ras yang lain namun kurang baik di dalam kecerdasan spasial, tetapi beberapa ilmuwan meragukan hal tersebut karena mereka menganggap bahwa kesuksesan suku Ashkenazi Yahudi di bidang ilmu pengetahuan secara khususnya juga sangat dipengaruhi faktor kebudayaan Yahudi yang sangat giat mempromosikan kegiatan intelektual[13]. Pendapat yang kedua memang juga memiliki kebenaran bahwa faktor kebudayaan juga sangat mempengaruhi hal tersebut, contohnya adalah ketika tradisi wanita Yahudi yang sedang hamil mereka melakukan intensitas yang cukup besar terhadap kegiatan di bidang matematika dan piano yang dianggap dapat meningkatkan kecerdasan embrio si anak yang masih dalam pembentukan di dalam rahim[14]. Steven Pinker juga menyatakan bahwa penelitian tersebut juga harus dilakukan terhadap anak yang diasuh oleh orang tua angkatnya agar validitasnya lebih kuat, apakah betul ada sebuah ras unggul yang bersifat pembawaan atau semua hanyalah faktor kebudayaan saja. Martin Zacharias Dase seorang remaja berusia 14 tahun dari Jerman di abad ke-19, ia mampu menghitung perkalian 79.532.853 dan 93.758.479 dalam waktu 54 detik, hal ini juga menunjukkan bahwa faktor genetik tidak bisa dikesampingkan begitu saja[15]. Sedangkan di Amerika Serikat dahulu penelitian terhadap IQ pernah membuktikan bahwa IQ orang-orang kulit putih AS lebih tinggi daripada orang-orang kulit hitam AS, hal ini dalam kebudayaan Amerika Serikat dahulunya orang-orang kulit hitam adalah budak dan kelas sosial mereka jauh lebih rendah. Namun dalam beberapa generasi belakangan ini hal tersebut mulai terkikis pelan-pelan dalam budaya Amerika Serikat[16] dan orang-orang kulit hitam keturunan mulai menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan, contohnya adalah Presiden AS Barrack Obama dan Mantan Menlu AS Condolezza Rice.


·         INTERAKSI SOSIAL

Hubungan manusia dengan manusia lainnya atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok lainnya inilah yang disebut interaksi sosial[17]. Teori Konvergensi selain berkaitan erat dengan intelegensia juga sangat berkaitan dengan interaksi sosial. Hal ini juga menjadi salah satu pembahasan utama di dalam bidang psikologi sosial, yang mana aspek-aspek ilmu psikologi bersubtraksi dengan ilmu sosiologi.

            Di dalam kesehariaannya perilaku manusia tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan sosialnya, melakukan interaksi dengan teman di rumah, sekolah, kuliah atau pekerjaan. Francis Galton pernah membuktikan bahwa dua orang anak kembar identik, jika dididik dan dibesarkan dalam keluarga dengan lingkungan yang berbeda, akan mengembangkan sifat-sifat dan taraf kecerdasan yang berbeda jadi semakin besar perbedaan lingkungan dari kedua anak kembar tersebut maka perbedaan sifat kedua anak kembar itu akan semakin besar. Jadi bisa disimpulkan disini bahwa IQ dan perilaku seseorang juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya walaupun dalam batas-batas bawaan yang ada. Hal ini dilakukan oleh Francis Galton karena pada umumnya anak kembar mempunyai hubungan korelasi yang kuat terhadap IQnya yaitu mencapai > 0,80 (dalam korelasi statistik Pearson angka tersebut menunjukkan korelasi yang tinggi)[18]. Di dalam ilmu sosiologi ada yang disebut interaksionisme simbolik, dalam hal tersebut sebuah ide/pemikiran, simbol, kata-kata yang dikonstruksikan di dalam suatu kebudayaan dan akhirnya menjadi norma-norma sosial. Di dalam dunia pendidikan misalnya keberhasilan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh bakat yang diperolehnya dari kedua orang tuanya tetapi juga ada faktor lain yang menentukan namun bukanlah hal yang mutlak juga sifatnya, misalnya adalah guru yang membimbing ataupun mengarahkannya. Hal ini hanya sekedar perbandingan saja.

            Contoh klasik dalam hal ini ialah, Raja Makedonia Alexander Agung yang mampu menguasai Asia dalam usia 32 tahun adalah murid dari filsuf Yunani Kuno Aristoteles, lalu investor terkenal dunia yaitu George Soros merupakan murid dari filsuf sains dari Austria yang bernama Karl Popper. Dari dua contoh ini bisa dilihat pengaruh di bidang intelegensia tidak hanya menurun dari orang tua saja tetapi juga menular dari orang lain apalagi intensitasnya cukup tinggi. Di dalam ilmu sosiologi biasanya tingkah laku seseorang dan juga kelompok masyarakat sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial di sekitarnya sebagai contoh adalah di dalam dunia barat pelajaran yang mengandung Darwinisme Sosial dianggap sudah biasa namun di kalangan budaya yang tidak menerima hal tersebut tidak akan memasukkannya kedalam kurikulum pelajaran yang ada di sekolah-sekolah, hal ini disebabkan oleh “persepsi” mereka langsung menjudge Charles Darwin adalah seorang yang mengajukan konsep bahwa manusia berevolusi dari monyet padahal selain itu ada pemikiran Darwin yang bisa diterima di masyarakat contohnya konsepsurvival of the fittest. Dari hal ini bisa dilihat “persepsi” seseorang yang biasanya dipelajari didalam psikologi kognitif juga sangat ditentukan oleh norma-norma sosial.

            Juga ada pertanyaan mengenai “Mengapa orang-orang barat hampir selalu menjadi pionir di dalam perubahan-perubahan teknologi?”. Negara barat yang pertama kali menciptakan teknologi mesin uap, mesin mobil, handphone sampai teknologi internet. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan negara-negara di Eropa secara umum mengalami proses perubahan sosial secara radikal di dalam masyarakatnya tepatnya pada abad 15-18 yang sering disebut sebagai abad Renaissance dan abad Pencerahan yang kemudian sangat mempengaruhi norma-norma sosial mereka terutama di bidang pendidikan. Hal ini yang menyebabkan masyarakat kebudayaan barat perilakunya cenderung rasional, empiris dan pragmatis. Di dalam kebudayaan barat perilaku-perilaku masyarakatnya secara umum kurang mempercayai hal-hal takhayul dan bersifat gaib, hal ini juga saat erat dengan faktor interaksi sosial di dalam suatu masyarakat. Jadi pada contoh diatas bisa diambil kesimpulan bahwa norma sosial atau lingkungan yang ada di sekitarnya juga turut mempengaruhi tingkah laku seseorang.


KESIMPULAN
            Teori Konvergensi menurut kami mengajukan suatu konsep yang lengkap mengenai apakah keberhasilan seseorang didapat dari sifat-sifat keturunan dan juga dari lingkungan sekitarnya dan dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang ada disekitar kita. Namun demikian kemunculan teori ini sebenarnya tidak menyumbangkan pemikiran baru dibidang psikologi kecuali konsep IQnya, karena kemunculannya hanya merupakan proses penggabungan atau lebih tepatnya proses yang menjembatani dua paham psikologi yang sudah ada sebelumnya yaitu paham empiris dan paham nativis yang digunakan secara bersamaan oleh William Louis Stern.